Ceramah Master Cheng Yen: Membangkitkan Hati yang Murni seperti Anak Kecil


Insan Tzu Chi setiap hari dan setiap saat selalu mempraktikkan Jalan Bodhisatwa dengan tulus. Di mana ada makhluk yang menderita, ke sanalah para Bodhisatwa ini bergerak. Ini karena Bodhisatwa tidak tega melihat semua makhluk menderita. Mereka mendengar suara penderitaan dan memberi pertolongan.

Jika ditelusuri, semangat ini juga berasal dari ajaran Buddha dan merupakan semangat yang dipuji oleh Buddha. Kita hendaknya mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Setiap orang hendaknya membangkitkan kesadaran, menyadari bahwa kita memiliki hakikat kebuddhaan yang murni, hanya saja kita semua telah tersesat. Sebersit kegelapan batin kita membangkitkan ketamakan, kebencian, dan kebodohan yang melingkupi seluruh dunia sehingga kita semua menciptakan karma buruk kolektif.

Segala penderitaan di dunia ini sesungguhnya adalah hasil dari akumulasi tetes demi tetes kegelapan batin semua makhluk. Menderita sekali. Semua ini menyebabkan wabah penyakit dan pencemaran. Dari manakah virus penyakit berasal? Dari semua makhluk. Lebih banyak virus penyakit yang berasal dari hewan. Hewan menularkan virus penyakit kepada manusia. Mengapa bisa begitu? Karena manusia membuka mulut dan menelan berbagai jenis hewan. 


Mulut semua manusia di dunia dalam satu detik bisa menelan lebih dari dua ribu ekor hewan. Dalam sehari, kita menelan lebih dari 200 juta ekor hewan. Hewan juga termasuk makhluk hidup, memiliki darah, daging, dan perasaan. Mereka juga bisa merasa sakit dan berdarah. Saat akan disembelih, mereka juga meraung dan dipenuhi kebencian. Kebencian ini ada saat mereka disembelih. Mereka mungkin menuntut balasan.

Ini sungguh sulit untuk dilukiskan atau dijelaskan. Berapa banyak pula orang yang mendengar penjelasan ini? Setelah mendengar, akankah mereka membangkitkan rasa empati? Setelah membangkitkan rasa empati, berapa banyak pula orang yang menghentikan nafsu atas cita rasa daging?

Manusia sulit untuk melawan nafsu akan cita rasa. Manusia telah terbuai sehingga hati nuraninya tertutup. Kita telah melihat dengan jelas bagaimana hewan-hewan dibunuh dengan kejam. Karena manusia ingin memakannya, selain disembelih, hewan juga dikuliti, kemudian direbus atau dimasak dengan berbagai cara. Kejam sekali.

Saya teringat beberapa tahun lalu, di Tzu Chi Malaysia ada seorang ibu yang saat ingin memasak, anaknya memperhatikan dari samping. Saat hendak menggoreng ikan, ibu ini berkata kepada anaknya untuk menyingkir karena percikan minyak panas bisa menyakiti kulit. Anak ini malah mendekat dan menatap ke arah ibunya sambil berkata, "Saya bisa kesakitan, ikannya juga bisa kesakitan." Anak ini menggenggam kesempatan untuk membimbing ibunya. Ini adalah cerita beberapa tahun lalu.


Lihat, inilah rasa empati. Hati yang murni seperti anak kecil ini pernah kita miliki, tetapi seiring bertambahnya usia dan berlalunya waktu, kita semakin banyak melihat berbagai hal di dunia sehingga hati yang murni ini tercemar. Hati yang murni tanpa noda ini telah tercemar dan menjadi kotor sehingga kita tidak mampu melihat sisi dunia yang murni. Jadi, semakin berumur, kita semakin gelap batin.

Bodhisatwa sekalian, tanpa kita sadari, tubuh kita mengalami penurunan kondisi seiring waktu. Kita harus sungguh-sungguh menggenggam waktu saat ini dan sungguh-sungguh menyerap Dharma ke dalam hati kita pada detik ini juga. Saat ini kita harus membangkitkan rasa empati. Setelah mendengar Dharma, kalian hendaknya bersama saya melihat dan mendengar kondisi yang berlaku di seluruh dunia. Setelah mengetahuinya, kita harus segera bertekad. Setelah bertekad, kita harus memanfaatkan waktu untuk mulai bergerak.

Untuk dapat melakukan sesuatu dan bersumbangsih, kuncinya bukan terletak pada berapa banyak uang yang kita miliki. Bersumbangsih bukanlah hak monopoli orang berada, melainkan hak dari orang-orang yang memiliki tekad. Belakangan ini tubuh dan batin saya tersiksa karena tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir.
 

Setiap hari kita melihat di India tenaga medis berusaha untuk menyelamatkan nyawa pasien, tetapi kini mereka kekurangan oksigen. Mereka kekurangan oksigen untuk membantu pasien bernapas. Kondisi di sana sungguh parah. Sesungguhnya, wabah penyakit yang mendunia di era sekarang ini akan berlangsung sampai kapan? Karena itu, dibutuhkan obat mujarab, yaitu kita harus berdoa dengan tulus agar terdengar oleh para Buddha dan Bodhisatwa.

Kita semua harus bertobat dengan tulus atas kesalahan masa lalu dan menyadari apa yang pernah kita perbuat. Jika tidak bertobat dan masih terus menciptakan karma buruk serta pencemaran, hati manusia tidak akan tersucikan. Jika begitu, bagaimana kita melenyapkan pencemaran alam? Jadi, semuanya harus dimulai dari menyucikan hati dengan mengurangi nafsu atas cita rasa. Dengan demikian, barulah kita dapat bervegetaris dengan tulus.

Dengan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan, tubuh kita akan lebih sehat dan bersih. Inilah yang disebut bijaksana. Setelah tersadarkan, memiliki rasa empati, dan meningkatkan kebijaksanaan, barulah kita dapat mengubah kondisi saat ini. Inilah obat mujarab yang sesungguhnya. Hingga saat ini, obat COVID-19 belum ditemukan. Jadi, Bodhisatwa sekalian, ketulusan adalah obat mujarab bagi kita. Mari kita menghimpun kekuatan cinta kasih.

Kegelapan batin membuat manusia menciptakan karma buruk kolektif
Membangkitkan hati yang murni seperti anak kecil
Tulus bertobat demi meredam pandemi
Bervegetaris atas dasar welas asih dan kebijaksanaan merupakan obat mujarab

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 14 Mei 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 16 Mei 2021
Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -