Ceramah Master Cheng Yen: Membangun Tekad yang Tulus untuk Membimbing Semua Makhluk
“Kami tidak pernah kehilangan keyakinan dan harapan kami. Dengan hati yang tulus, kami berterima kasih kepada Tzu Chi. Kita harus berterima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan kesempatan kepada kita. Saya melihat orang-orang bekerja sama dengan gembira. Inilah yang terpenting. Tanpa bantuan Tzu Chi, kita tidak mungkin dapat membangun kembali gereja ini dalam waktu yang demikian singkat,” kata Rosanna Cevallos saat upacara peletakan batu pertama untuk pembangunan kembali gereja.
Mengetahui bahwa ada beberapa biarawati Katolik yang
membutuhkan bantuan, welas asih seorang bhiksuni terbangkitkan. Kami juga sangat tersentuh karena mengetahui
bahwa kekuatan
perempuan dari Timur
hingga Barat dapat menyatu.
“Relawan Tzu Chi memberi tahu kami bahwa mereka berharap dapat memulai bantuan dari pembangunan gereja karena mereka percaya bahwa gereja merupakan awal dari bangkitnya spiritualitas para warga di komunitas. Ia dapat membantu membangun kembali kehidupan komunitas sehingga kehidupan orang-orang dapat lebih bermakna. Hanya dengan membantu dan mengasihi sesama, kita dapat menyebarkan sukacita ke seluruh dunia,” kata Monsignor Lorenzo.
Sungguh, setiap orang harus memiliki arah hidup yang benar agar memiliki
hati yang damai. Semua keyakinan harus memiliki arah yang benar. Pembangunan
kembali gereja ini bukan hanya sebuah gereja Katolik, melainkan sebuah simbol
cinta kasih agung. Mulanya, mereka memandang kami sebagai relawan dari
organisasi Buddhis. Namun, setelah melihat kami bersumbangsih dengan tulus dan
tanpa pamrih, mereka lalu menerima kami.
Kini kami memiliki banyak teman. Bagi mereka, kami bukan hanya umat
Buddhis, tetapi juga keluarga bagi mereka. Ini membuat saya sangat tersentuh.
“Saya ingin menyapa Master Cheng Yen. Meski hari ini beliau tidak ada di sini, tetapi kami tahu bahwa dia selalu memerhatikan kami. Kita semua memiliki tekad yang teguh. Di momen yang membahagiakan ini, kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan beliau untuk kita. Meski kita tak bisa bertemu langsung dengannya, tetapi beliau ada di dalam hati kita selamanya,” kata Monsignor Lorenzo lagi.
Ekuador adalah negara Katolik. Pada saat menjalankan program bantuan di
sana, kita juga berinteraksi dengan biarawati Katolik setempat. Di sana, kita
melihat gereja Katolik yang roboh. Warga setempat berkata bahwa gereja itu adalah
milik bersama dan merupakan sandaran spiritual mereka. Karena itu, setiap orang
bekerja sama untuk membersihkan gereja itu.
Relawan kita juga sangat tersentuh. Mereka bertanya kepada biarawati di
sana, “Kapan gereja ini akan dibangun kembali?” Mereka menjawab, “Tidak tahu. Kami
tidak tahu kapan kami dapat membangun kembali gereja ini.” Sejak saat itu, kita
mulai mempertimbangkan untuk membantu pembangunan kembali gereja karena itu
merupakan tempat para warga untuk menunaikan ibadah.
Karena itulah, kita menawarkan bantuan kepada mereka. Selain itu, para
biarawati di sana tidak memiliki asrama. Mereka harus menginap di tempat lain. Karena
itulah, kita sekaligus membangun asrama untuk mereka.
Pada bulan Maret awal, relawan Tzu Chi kembali berkunjung ke Ekuador. Terlebih
dahulu, mereka mengunjungi korban gempa yang pernah menerima bantuan dari Tzu
Chi. Relawan kita pergi mencari tahu bagaimana kondisi hidup mereka sekarang. Relawan
kita lalu berkata kepada mereka, “Kami datang untuk membantu pembangunan
kembali sebuah gereja.” Setiap orang sangat tersentuh.
Setelah itu, relawan Tzu Chi mengundang mereka untuk datang membantu
membersihkan lokasi upacara peletakan batu pertama. Setiap orang sangat
gembira. Karena itu, dalam waktu satu hari, mereka sudah selesai menata lokasi upacara
peletakan batu pertama. Ini semua berkat tenaga manusia dan persahabatan
antarsesama.
Setiap orang hendaknya saling membantu tanpa memandang perbedaan agama. Semua
agama adalah baik selama ia mengajarkan pandangan yang benar. Dunia ini sangat
besar dan jumlah manusia juga sangat banyak. Dengan keyakinan benar, kita
berharap lebih banyak orang dapat terbimbing dari ketersesatan menuju jalan
yang benar. Inilah yang harus kita usahakan.
Kemarin, saya melihat sebuah berita yang sangat memprihatinkan. Karena
kurangnya imam Katolik, Paus Fransiskus mulai mempertimbangkan apakah laki-laki
yang sudah menikah boleh menjadi pastor. Tentu saja, para umat Katolik memiliki
pendapat yang berbeda-beda tentang hal ini. Ini juga merupakan sebuah tekanan.
Sesungguhnya, kini agama Buddha juga sangat berharap ada orang yang
bersedia untuk mendedikasikan diri sebagai praktisi. Terlebih lagi, anak muda
hendaknya lebih berani untuk mendedikasikan diri dalam membantu membabarkan
ajaran Buddha. Anggota Sangha merupakan teladan kita dalam membabarkan Dharma dan
mewariskan jiwa kebijaksanaan. Anggota Sangha yang terus menua tanpa
bertambahnya generasi baru juga merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan.
Jadi, bukan hanya agama Katolik yang kekurangan insan berbakat, agama
Buddha juga demikian. Sama halnya dengan Tzu Chi. Kita juga sangat berharap ada
anak muda yang memiliki niat, tekad, dan kekuatan untuk bergabung dengan Tzu
Chi. Untuk itu, kita harus membina insan berbakat. Tidaklah mudah untuk membina
insan berbakat. Itu bergantung pada kemauan dan tekad masing-masing orang.
Dibutuhkan ketulusan dan kemauan untuk membimbing semua makhluk. Terlebih
dahulu, kita harus melenyapkan noda batin agar dapat berfokus menapaki Jalan
Bodhisatwa dengan penuh semangat. Kita harus memiliki keyakinan. Keyakinan kita
harus dalam. Kemarin, saat melihat berita itu, saya sungguh khawatir. Pikirkan,
kini orang yang sungguh-sungguh mewariskan ajaran benar sangatlah sedikit.
Kita juga melihat staf dari misi kesehatan Tzu Chi dan relawan Tzu Chi yang
bekerja keras. Demi meringankan penderitaan orang-orang, mereka mengatasi
berbagai kesulitan demi membawa seorang pria ke rumah sakit. Para dokter dari
10 departemen bekerja sama untuk mengobati pria tersebut. Mereka membantu
mengurangi berat badan pria itu dari 160 kilogram menjadi 110 kilogram. Dari
hanya bisa terbaring di ranjang hingga kini sudah dapat berjalan.
Bantuan kita tak hanya sampai di sana. Relawan Tzu Chi terus memberikan
pendampingan sepanjang tahun. Kini pria itu juga bersumbangsih di posko daur
ulang dan mengikuti kegiatan kunjungan kasih. Lihatlah relawan kita yang tidak
pernah menyerah. Mereka memberikan pendampingan dalam jangka panjang.
Selain itu, tim medis kita juga mengadakan baksos kesehatan di wilayah
pedesaan dan pegunungan yang terpencil. Anggota TIMA dari wilayah utara Taiwan selalu
bersama relawan Tzu Chi untuk memerhatikan pasien setiap bulan. Ini sungguh
membuat saya tersentuh. Salah satu di antaranya adalah dr. Shen.
Begitu pula dengan anggota TIMA di wilayah tengah Taiwan. Semua ini
sungguh menyentuh hati. Bodhisatwa dunia bagaikan sahabat bagi orang-orang di
dunia yang memberi manfaat bagi semua makhluk dan bersumbangsih tanpa pamrih. Sungguh
membuat orang tersentuh.
Jadi, kita semua harus bersungguh hati. Tak peduli di negara mana pun
kita berada, tak peduli apa keyakinan yang dianut, dan tak peduli apa yang
terjadi di dunia, kita harus lebih bersungguh hati.
Bekerja sama untuk membantu pembangunan kembali sebuah gereja
Membangkitkan tekad tulus untuk membimbing semua makhluk
Anggota TIMA mengadakan baksos kesehatan untuk memperhatikan warga di wilayah terpencil
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 1 April 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 3 April 2017