Ceramah Master Cheng Yen: Membasahi Ladang Batin dengan Welas Asih dan Kebijaksanaan
Saat ini, kasus positif Covid-19 di Asia dan Eropa kembali melonjak. Kita hendaklah tetap waspada. Namun, agar bisa hidup aman dan tenteram, semua orang hendaklah saling mengasihi dan melindungi. Untuk mengasihi dan melindungi orang lain, kita harus terlebih dahulu melindungi diri sendiri. Saat semua orang memiliki pemikiran seperti ini dan menaati protokol kesehatan, kita tentu bisa hidup aman dan tenteram.
Bodhisatwa sekalian, kita harus menggenggam jalinan jodoh dan mengasihi satu sama lain. Setelah berangkat dari Hualien dan berkunjung ke berbagai tempat, apakah saya bertemu dengan semua relawan senior yang ingin saya temui?
Saya selalu memikirkan para relawan senior yang bergabung dengan Tzu Chi pada 30-an, 40-an, atau 50-an tahun lalu. Bagaimana kesehatan mereka sekarang? Adakalanya, saya akan bertanya, "Mengapa saya tidak melihat relawan ini?" Lalu, ada relawan yang berkata, "Master, dia ada kesibukan lain sehingga tidak bisa datang hari ini." Jawaban seperti ini membuat saya lega.
Asalkan mereka sehat, saya akan merasa tenang. Jika ada yang menjawab bahwa relawan tersebut tidak hadir karena sudah lanjut usia dan sebagainya, saya akan merasa tidak sampai hati.
“Saya akan berbagi tentang curahan perhatian terhadap saudara se-Dharma, Kakak Guo Shu-zi. Beliau memiliki nomor komite 172. Pada tanggal 2 Oktober tahun ini, beliau meninggal dunia. Semangatnya telah menyebar di Liming New Village. Dengan ikrar menyadarkan diri sendiri, membawa manfaat bagi orang lain, dan mendedikasikan diri di Jalan Bodhisatwa, beliau membimbing kami di Liming New Village. Semangat dan ikrarnya akan diwariskan dari generasi ke generasi,” kata Liao Wen-juan relawan Tzu Chi.
Berapa usia ibumu?
“Delapan puluh dua tahun,” jawab Zhuang Kun-da Putra Guo Shu-zi.
Dia sangat senior.
“Nomor komitenya 172,” kata Liao Wen-juan relawan Tzu Chi.
Saya terus berkata pada diri sendiri bahwa saya harus menggenggam waktu yang ada. Kini saya merasakan dengan jelas, "Seiring berlalunya waktu, usia kehidupan kita juga berkurang; bagai ikan yang kekurangan air, apa kebahagiaan yang diperoleh?" Namun, saya merasa bahagia. Saya sungguh merasa bahagia.
Mengenang 55 tahun lalu, saya membangkitkan niat untuk mengimbau orang-orang menyisihkan 50 sen setiap hari. Praktik menyisihkan 50 sen setiap hari ini telah membawa manfaat besar. Saat ini, di negara mana pun bencana terjadi, jika di sana tidak ada insan Tzu Chi, kita akan mencari jalinan jodoh dan orang yang bisa bekerja sama dengan kita.
Jika bencana terjadi di tempat yang sangat jauh, kita harus segera mencari koneksi. Dengan adanya koneksi dan informasi, kita akan memiliki kekuatan. Inilah kesungguhan hati. Asalkan memiliki tekad, ada banyak hal yang bisa kita lakukan karena kita akan mencari jalinan jodoh. Mencari jalinan jodoh bagai mencari kunang-kunang yang sering saya ulas belakangan ini.
Di atas peta ini, wilayah mana yang memiliki kunang-kunang? Saat kita bersungguh-sungguh mencarinya dan menemukan cahaya kunang-kunang, kita akan meminta kunang-kunang ini untuk menemukan kawanannya. Jadi, saat melihat seekor kunang-kunang, kita hendaklah memintanya untuk menemukan kawanannya, dari satu, dua, tiga, hingga seterusnya.
Ajaklah orang-orang yang penuh cinta kasih untuk menyurvei kondisi bencana bersama. Saat menyurvei kondisi bencana, asalkan ada jalinan jodoh, orang yang berinteraksi dengan "kunang-kunang" tersebut juga akan terinspirasi untuk menjadi kunang-kunang yang memancarkan cahaya. Mereka juga akan menginspirasi lebih banyak insan mulia. Demikianlah terbentuknya kelompok Bodhisatwa.
Kini, saat melihat kalian semua, saya teringat akan waktu. Sebagian relawan di sini sudah sangat senior dan telah lama mengenal Tzu Chi. Hati kalian selalu dipenuhi sukacita dan kalian terus bersumbangsih. Berhubung bersukacita dan tak punya penyesalan, maka secara alami, kita akan mengajak orang-orang untuk bergabung. Inilah Tzu Chi. Kita berharap masyarakat kita dapat aman dan tenteram. Namun, ingatlah bahwa sumbangsih kita harus berkelanjutan.
Kita harus terus bersumbangsih seperti air sumur yang tidak ada habisnya. Kita harus menimba air dari sumur untuk membasahi ladang batin yang kering. Ladang batin kering karena kekurangan cinta kasih. Ladang batin manusia telah kering. Namun, di dalam batin setiap orang terdapat sebuah sumur. Kita hendaknya segera menimba air dari sumur ini.
Saat semua orang bekerja sama, kita bisa menimba air dalam jumlah besar untuk membasahi ladang batin yang kering dan menghidupkannya kembali. Benih yang ditabur juga akan bertunas dan terus bertumbuh hingga menjadi pohon besar. Setelah bertumbuh menjadi pohon besar, ia bisa menghasilkan benih yang tak terhingga. Jika kita menabur benih di ladang batin yang kering, benih tersebut tidak akan bertunas. Jadi, jangan biarkan ladang batin kita kering.
Di dalam batin kita terdapat sebuah sumur yang dapat memancarkan air kapan saja. Asalkan kita menimba airnya, sumur itu akan kembali memancarkan air. Namun, jika kita tidak menimba airnya, level air sumur itu tidak akan berubah. Sumur itu tidak akan penuh karena kita tidak menimba airnya. Tidak demikian.
Jika kita menimba airnya, tidak peduli berapa banyak, sumur itu akan kembali memancarkan air hingga mencapai level air semula. Jadi, kita hendaklah lebih banyak menimba airnya dan membagikannya kepada orang-orang untuk menjalin jodoh baik dengan mereka. Ini disebut menjalin jodoh baik dan memupuk berkah.
Tidak menyesal mendedikasikan masa muda di Tzu Chi
Menginspirasi lebih banyak orang untuk memancarkan kecemerlangan
Membasahi ladang batin dengan welas asih dan kebijaksanaan
Memupuk berkah dan menjalin jodoh baik dengan orang-orang
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 20 November 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 22 November 2021