Ceramah Master Cheng Yen: Membawa Kecemerlangan Tanpa Pamrih


“Berhubung rumah tangga saya kurang harmonis, kegiatan daur ulang pun menjadi sandaran batin saya. Di sini, saya terbebas dari kerisauan,”
kata Li Qian-ying relawan Tzu Chi.

“Dia bekerja keras mengurus rumah tangga dan depo daur ulang. Dia sangat bersusah payah,” kata Lin Liu Qiu-mei relawan Tzu Chi.

“Sebelumnya, saya hanya berdonasi dan tidak berpikir untuk bersumbangsih secara nyata. Saat suami saya berselingkuh, saya berpikir bahwa demikianlah ketidakkekalan dan jalinan jodohnya. Saya menjalani hidup dengan berpegang pada ajaran Master. Saat Ibu Jiang mengajak saya mengunjungi penerima bantuan Tzu Chi, saya bisa melihat penderitaan mereka dan berpuas diri. Saya merasa bahwa kehidupan saya sangat baik,” kata Li Qian-ying relawan Tzu Chi.

Tahu berpuas diri membawa kebahagiaan. Jadi, kita harus tahu berpuas diri. Saat kita tahu berpuas diri, kita akan senantiasa merasa bahagia. Saat kita tahu berpuas diri, kita akan terbebas dari noda batin. Tanpa noda batin, pikiran kita akan sangat jernih dan kita akan tahu apa yang harus kita lakukan sehingga kita dapat maju selangkah demi selangkah dengan mantap dan sepenuh hati.

Saya telah menggunakan berbagai cara agar orang-orang dapat menyerap Dharma ke dalam hati. Selain itu, Dharma juga harus dipraktikkan. Jadi, jika hanya mempelajari Dharma, sulit untuk memperoleh manfaat darinya. Setelah membaca Sutra ini, kita harus mempraktikkannya secara nyata agar bisa memiliki kondisi batin yang indah. Jika tidak, batin kita akan tersesat dan terus berputar-putar tanpa tahu arah tujuan hidup.


Adakalanya, kita tidak menyadari apa yang telah kita lakukan dalam kehidupan kita. Namun, kita sering kali melakukan kesalahan. Karena itulah, belakangan ini saya sering berkata bahwa kita harus menginventarisasi kehidupan sendiri. Mari kita menginventarisasi kehidupan sendiri. Apa yang telah kita lakukan dalam kehidupan kita? Apakah kita melakukan banyak kebaikan? Apakah kita tidak melakukan apa-apa? Di manakah letak nilai kehidupan kita?

Setelah melakukan inventarisasi, kita mungkin menyadari kebaikan atau kesalahan yang pernah kita lakukan. Untuk itu, kita harus segera bertobat. Saat berinteraksi dengan sesama manusia, kita mungkin pernah menyinggung perasaan orang lain dan tidak menyadarinya saat itu.

Kini, setelah menenangkan pikiran, kita baru menyadari kesalahan kita. Jika demikian, kita harus segera bertobat. Ke manakah kita harus bertobat? Apakah di hadapan rupang Buddha? Itu tidak ada gunanya. Kita hendaknya bertobat pada orang yang bersangkutan karena mereka merupakan Buddha hidup.

Saat mereka memaafkan kita, kita pun bisa merasa tenang dan mengubah keburukan menjadi kebaikan. Saat kedua belah pihak melepas masalah ini, jalan di depan akan menjadi sangat lapang. Demikianlah ajaran Buddha membimbing kita untuk menapaki jalan yang membuat kita tenang, mengarah pada kecemerlangan, serta membuat kondisi batin kita menjadi sangat indah dan menyebarkan harum semerbak.


Dari Sutra yang kita baca, kita bisa memahami hal ini. Lalu, kita harus bertanya pada diri sendiri, "Sudahkah saya mempraktikkan yang saya pahami?" Kita sudah memahami kebenaran, tetapi sudahkah kita mempraktikkannya? Jika sudah paham, kita harus mempraktikkannya. Apakah cukup mempraktikkannya sebentar? Kita harus memiliki tekad yang luas dan luhur. Berhubung telah membangun tekad, kita harus menjalankannya hingga selamanya.

Dalam ajaran Buddha, kita sering mendengar dari kehidupan ke kehidupan. Jika kalian mengikuti ceramah saya, belakangan ini, saya sering mengulas tentang sebab dan kondisi. Ada sebab dan kondisi, ada pula buah dan akibatnya. Inilah hukum sebab akibat.

Dalam hidup ini, jalan kita tidak mungkin selalu mulus. Ini bergantung pada sebab yang kita tanam di kehidupan lampau dan kondisi kita di kehidupan sekarang. Jika bisa memahami kebenaran ini, kita tidak akan diliputi noda dan kegelapan batin. Jika diliputi noda dan kegelapan batin, kita akan menghadapi jalan buntu.

Selama masih hidup di dunia ini, setiap momen sangatlah berharga. Kita menempuh setiap inci perjalanan hidup kita seiring berjalannya waktu. Pada usia saya ini, saya setiap hari mengingatkan diri sendiri bahwa waktu terus berlalu. Kini sudah pukul 03.30 sore dan hampir tiga perempat hari telah berlalu. Intinya, waktu terus berlalu.

Saat saya memberikan ceramah di sini dan menggunakan beberapa detik untuk menyebutkan "tekad yang luas dan luhur", kalian yang pernah membaca Sutra Makna Tanpa Batas mungkin langsung dapat memahaminya. Saat ada noda batin yang merintangi jalan kalian, kata-kata tadi dapat mengatasi rintangan tersebut sehingga kalian dapat kembali menapaki jalan ini dengan lancar. Ini disebut perjalanan batin.


Dalam membaca Sutra, kita harus bisa menyatukannya dengan perjalanan batin kita agar kita dapat terus melangkah maju. Jika tidak, kita akan selamanya melangkah di tempat, bagaikan tikus di dalam kandang, bagaimanapun ia berlari, ia hanya berputar-putar di dalam kandang. Jadi, Sutra menunjukkan jalan dan jalan harus dipraktikkan.

Kita harus bersungguh-sungguh membaca Sutra dan merenungkannya. Namun, yang terpenting, kita harus senantiasa bertanya pada diri sendiri, "Apakah saya memahaminya? Apakah saya bisa merelakan? Apakah pikiran saya sudah terbuka?" Kita harus senantiasa menanyakannya pada diri sendiri.

Dari praktik menyisihkan 50 sen setiap hari pada masa-masa awal berdirinya Tzu Chi hingga kini, semua orang terus mengakumulasi cinta kasih sehingga membuat keyakinan saya makin teguh. Apa pun yang hendak kalian lakukan, pertimbangkanlah apakah itu seharusnya dilakukan. Jika itu seharusnya dilakukan, lakukanlah dengan penuh cinta kasih. Jadi, orang yang memasuki pintu Buddha tidak akan miskin. Inilah keyakinan saya terhadap diri sendiri.

Asalkan saya memiliki arah yang benar, maka begitu membuka pintu ini, saya tidak akan miskin. Tidak miskin berarti tidak kekurangan. Kita harus memiliki keyakinan seperti ini. Kita harus yakin bahwa diri sendiri tidak memiliki pamrih. Pintu yang kita buka ialah pintu tanpa pamrih. Pintu tanpa pamrih tentu akan dimasuki oleh orang-orang yang penuh cinta kasih. Inilah prinsip saya dalam menjalankan Tzu Chi.  

Tahu berpuas diri membawa kebahagiaan
Menghapus noda batin dan melangkah dengan mantap
Mempraktikkan Dharma dan senantiasa bertobat
Membawa kecemerlangan tanpa pamrih                
                                                        
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 24 Juni 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Shinta
Ditayangkan tanggal 26 Juni 2022
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -