Ceramah Master Cheng Yen: Membebaskan Diri Sendiri dan Orang Lain dari Penderitaan

Kemarin, kita mengadakan pelatihan yang diikuti oleh hampir 40.000 relawan di 50 negara dan wilayah dengan memanfaatkan jaringan internet.

Pandemi COVID-19 ini sungguh telah membawa pelajaran besar bagi umat manusia. Meski orang-orang merasa bahwa pandemi ini mereda, tetapi kita tidak boleh meremehkannya. Terhadap alam semesta, kita sungguh harus bertobat. Kita harus tahu bahwa pandemi yang merupakan akibat dari karma buruk kolektif semua makhluk ini belum berlalu. Hal yang mengkhawatirkan ini belum berlalu. Jadi, kita tetap harus waspada.

Pandemi ini membawa pelajaran besar bagi kita. Semoga semua orang bisa kembali pada sifat hakiki masing-masing. Setiap orang memiliki hakikat kebajikan. Sifat hakiki manusia adalah bajik. Kebajikan ini merupakan hakikat kebuddhaan. Jadi, kita sungguh harus kembali pada sifat hakiki yang bajik.

Pandemi ini memberi kita pelajaran besar dan kesempatan untuk mengulang dari awal. Sifat hakiki manusia adalah bajik. Sangat penting bagi kita untuk kembali pada kehidupan yang penuh kebajikan. Tindakan yang menunjukkan kebajikan yang murni dapat dilihat selama wabah merebak.

Insan Tzu Chi di seluruh dunia berbagi kisah-kisah yang menyentuh. Contohnya di Kota Ormoc, Filipina.

Beberapa tahun lalu, terjangan Topan Haiyan menimbulkan dampak bencana serius dan banyak orang kehilangan tempat tinggal. Saat itu, wali kota Ormoc berkunjung ke Hualien. Beliau berkata bahwa beliau bersedia bersumbangsih demi warganya dengan menyumbangkan sebidang lahan. Kita pun merencanakan pembangunan perumahan yang lengkap dengan sekolah dan fasilitas-fasilitas lainnya. Kita menamainya Perumahan Cinta Kasih.

 

Kini, perumahan itu sangat hijau. Ada pohon, bunga, dan rumput yang sangat subur. Ada pula lahan berlebih yang dimanfaatkan para penghuni untuk menanam sayuran. Akibat pandemi COVID-19 ini, hasil panen mereka tidak bisa dikirim ke luar. Pembatasan mobilitas membuat mereka tidak bisa mengirimkan hasil panen ke luar.

Para insan Tzu Chi yang juga tinggal di perumahan itu mendengar saya berkata bahwa kita harus menolong orang yang lebih kekurangan dari kita. Karena itu, para relawan itu bersumbangsih. Mereka berkata, “Tidak ada yang membeli sayuran kalian, kami akan membelinya.” Jadi, mereka bergerak untuk membantu. Dengan ketulusan dan cinta kasih, mereka mengatasi kesulitan para petani kurang mampu.

“Kami sedang memanen sayuran yang akan kami berikan kepada para lansia dan keluarga yang membutuhkan di Perumahan Cinta Kasih,” kata Anggota Tzu Ching

“Sayuran saya tidak bias dikirim ke luar untuk dijual. Beruntung, ada Tzu Chi yang membeli sayuran kami dan memberikannya kepada warga kurang mampu. Begini sangat bagus. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui,” kata Bengie Casanova petani.

Dengan penuh rasa hormat, mereka membagikan sebaskom demi sebaskom sayuran serta tetap menjaga jarak. Penerima bantuan berdiri di depan pintu rumah dan sebuah kursi ditaruh di depan rumah. Relawan kita menaruh baskom berisi sayuran di atas kursi, lalu penerima bantuan memindahkan sayuran ke wadah mereka sendiri. Setelah itu, barulah relawan kita mengambil kembali baskom mereka. Inilah yang dilakukan insan Tzu Chi. Hati mereka sangat dekat dengan hati saya dan saya sangat tersentuh.

 

Sebelumnya, mereka juga berpendapatan rendah dan merupakan korban bencana. Berhubung menerima bantuan dari Tzu Chi sehingga bisa hidup tenteram, mereka juga bergabung menjadi relawan. Mereka juga menjalankan misi Tzu Chi. Di sana, mereka menolong warga setempat secara mandiri. Mereka bisa memberikan bantuan kepada penghuni perumahan tersebut. Inilah yang disebut menyucikan hati manusia dan mewujudkan masyarakat yang harmonis.

Hati mereka telah tersucikan dan kini mereka menjadi Bodhisatwa dunia. Mereka mengerahkan kekuatan di tengah masyarakat untuk menolong orang-orang yang menderita. Ini merupakan kisah yang penuh kehangatan. Ini hanyalah kisah yang sederhana, tetapi membuat saya sangat tersentuh karena keharmonisan yang terbina di sana.

Kehidupan penuh dengan penderitaan. Ini sangat memprihatinkan. Saat melihat orang-orang menderita, tetapi tidak bisa menolong mereka, kita sangat khawatir.

Kemarin, saya juga berbagi tentang sebuah kisah yang menyedihkan. Bagi saya, itu merupakan tekanan besar. Ada seorang ibu di Kenya yang memiliki delapan anak. Dia merupakan orang tua tunggal dan anak bungsunya masih bayi. Anak-anaknya kekurangan makanan. Mereka terus berkata bahwa mereka lapar. Dia mendengar anak-anaknya terus berkata bahwa mereka lapar. Mereka sungguh menangis karena lapar. Apa yang bisa dia berikan pada anak-anaknya?


Dia hanya bisa menyalakan api dengan ranting pohon, lalu menaruh panci di atasnya. Dia memasukkan batu ke dalam panci, lalu memberi tahu anak-anaknya, “Ibu sedang memasak, Ibu sedang memasak.” Benarkah dia memasak? Yang ada di dalam panci adalah batu.

Banyak orang yang mati kelaparan di sana. Banyak orang yang meninggal dunia akibat wabah COVID-19, tetapi lebih banyak lagi yang meninggal dunia akibat kelaparan. Saya sungguh tidak tega mendengarnya.

Kita tidak bisa menjangkau mereka meski telah mendengar tentang kondisi mereka, terlebih pada saat ini. Karena itulah, saya berbagi kisah sederhana tentang insan Tzu Chi di Ormoc tadi. Orang-orang bisa merasakan bahwa kehidupan masih penuh harapan. Dengan mengubah pola pikir, mereka bisa menolong sesama.

Setiap orang di sana membimbing diri sendiri sekaligus orang lain dan orang yang dibimbing juga bisa membimbing orang lain lagi. Ini membawa harapan.

Memetik hikmah dari wabah yang merebak dan membangkitkan niat baik
Mengubah pola piker dan kembali pada sifat hakiki
Membebaskan diri sendiri dan orang lain dari penderitaan
Mewujudkan masyarakat yang harmonis dan menyucikan hati manusia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 04 Mei 2020     
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 06 Mei 2020     
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -