Ceramah Master Cheng Yen: Membentangkan Jalan dan Meninggalkan Jejak Sejarah
“Saya adalah Huang Zhi-ting. Saya sangat berterima kasih atas pendampingan Paman dan Bibi Tzu Chi sekalian. Sejak saya duduk di bangku SMP sampai sekarang, mereka memberi pendampingan secara khusus. Mereka juga membantu ekonomi keluarga saya. Mereka membantu Ayah, juga menjaga saya dan Ibu sehingga kami bisa hidup tenang dan saya dapat masuk universitas yang saya tuju,” kata Huang Zhi-ting penerima beasiswa Tzu Chi.
“Terima kasih sekali kepada Yayasan Tzu Chi atas bantuannya selama beberapa tahun ini. Tahun ini adalah tahun ketujuh. Sejak Zhi-ting masih kecil, kalian terus mendampingi kami. Lalu, berhubung ibu Zhi-ting menderita penyakit dalam jangka panjang, maka Zhi-ting sangat kekurangan kasih sayang ibu. Kebetulan ada para relawan dari Yayasan yang menambal peran ini bagi Zhi-ting. Bagi keluarga kami, para relawan telah memberikan kekuatan dan sandaran yang sangat penting,” kata Huang Yi-feng ayah Huang Zhi-ting.
Kita melihat beberapa orang kepala sekolah berdiri di sini dan memberi kesaksian. Saya selalu berkata bahwa sejarah harus benar, barulah bernilai.
“Pada bencana Topan Morakot, kebetulan saya bertugas di SMP Shanlin. Pada tahun itu, saya sungguh melihat relawan Tzu Chi membangun Perumahan Cinta Kasih di Shanlin karena lokasi proyek itu berada di sebelah sekolah kami. Saya melihat relawan Tzu Chi bekerja dengan cepat. Semua orang juga sangat bersatu dan giat,” kata Zhong Li-na Kepala SD Zhengxing.
“Pada tengah malam, tepatnya pukul 12, saya masih bisa mendengar suara truk pasir melewati jalan di luar sekolah kami. Di mes, saya bisa mendengar suara. Dalam satu menit, beberapa buah truk lewat secara berurutan dan bergantian. Sepanjang hari kondisinya seperti itu. Tidak heran, dalam waktu singkat selama 88 hari proyek itu rampung,” pungkasnya.
Kita juga mendengar kisah Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Shanlin yang dibangun pascabencana Topan Morakot. Kepala sekolah tadi telah memberi kesaksian.
Proyek itu dikerjakan siang dan malam dan rampung dalam waktu 88 hari. Kita juga memberikan 88 jenis perabot di dalam setiap unit rumah. Kita mengisi rumah itu dengan perabot lengkap mulai dari kamar tidur hingga dapur, termasuk lemari es dan pesawat televisi. Di dapur, bahkan sabun pun sudah tersedia. Di dalam setiap unit rumah, selain tempat tidur, sandal pun tersedia. Para warga hanya tinggal membawa pakaian saja. Dengan begitu, segala kebutuhan mereka telah tersedia. Tzu Chi melakukannya sampai seperti itu.
Kita tidak boleh melupakan ini. Kalian semua telah melewati perjalanan hidup yang sangat indah dan bernilai. Kualitas bantuan yang Tzu Chi berikan didasari oleh hati yang tulus dan cinta kasih yang bajik. Semua ini bersumber dari hati kita. Kita harus mengatasi berbagai kesulitan untuk merealisasikan hal ini.
Pada tahun itu, warga memasuki rumah baru sebelum merayakan Tahun Baru Imlek. Jika dikenang kembali, kalian sungguh merupakan Bodhisatwa dengan kekuatan batin yang besar dan luar biasa. Saya sangat berharap setiap orang dapat mengingat dan mengenang masa-masa itu saat saya berada di sini. Semua itu telah kalian saksikan sendiri.
Saat kita berbincang tadi, juga ada relawan dari 12 negara dengan 700 sambungan lebih yang turut mendengarkan. Kemajuan teknologi saat ini dapat membawa kita untuk bertemu di "awan" dan menyebarkan kisah ini hingga ke berbagai negara. Lewat jaringan internet, semua orang belajar untuk menjadi Bodhisatwa dan mendengar pengalaman masa lalu.
Banyak Bodhisatwa merupakan manusia biasa yang juga mengalami suka, duka, pertemuan, dan perpisahan. Rasa sukacita, kerelaan, kebahagiaan, dan kesedihan, semuanya pernah mereka alami. Demikianlah insan Tzu Chi berbagi kisah dan pengalaman. Semua orang berbagi secara daring. Saya percaya inilah yang disebut keteladanan di dunia. Jadi, kita harus meneruskan hal ini.
Kita sudah berusia lanjut. Kita harus saling mendukung dan menjaga. Para relawan senior harus membimbing relawan muda dengan mewariskan semangat kalian. Kalian harus mendampingi relawan muda.
“Tim genderang Jing Si ingin berterima kasih. Mulanya, kami diajak oleh tim Komisaris Kehormatan di Kaohsiung, Kemudian, paman dan bibi dari berbagai bagian juga mendukung dan mendampingi kami sehingga anak-anak muda dalam tim genderang ini dapat terus melakukan apa yang ingin kami lakukan. Para paman dan bibi selalu menjadi sandaran terbesar kami. Meski dalam prosesnya juga ada kesulitan, juga bisa merasa sedih atau lelah, tetapi pada akhirnya, yang tersisa hanyalah rasa syukur dan rasa haru,” kata Cai Ya-chun anggota tim genderang Jing Si.
“Kami juga berharap ada semakin banyak anak muda yang bergabung ke dalam tim ini dan bersama-sama berbuat lebih banyak hal bagi semua makhluk. Kakek Guru, kami ingin menggunakan tangan yang menabuh genderang ini untuk menjaga dan mewariskan silsilah Dharma Jing Si. Kami ingin melakukan hal yang ingin Anda lakukan,” Pungkasnya.
“Kakek Guru, kami akan mengikuti langkahmu dengan patuh,” ucap semua tim genderang Jing Si.
Melihat apa yang kalian lakukan, saya sungguh berterima kasih dari lubuk hati terdalam.
Terima kasih atas pendampingan para relawan senior sehingga kaum muda dapat bertekad dan berikrar. Namun, kekuatan cinta kasih ini harus dipertahankan dan diteruskan hingga selamanya.
Kehidupan sungguh tidak kekal. Waktu terus berlalu. Segala sesuatu dicapai seiring waktu. Seperti anak-anak muda ini, mereka dapat berusaha untuk membuka Jalan Bodhisatwa dunia ini hingga semakin lapang. Mereka mampu membentangkan dan meratakan jalan serta mengajak lebih banyak anak muda untuk bergabung. Untuk melanjutkan hal ini di masa depan, kita harus mengandalkan anak-anak muda ini.
Namun, para anak muda juga harus berterima kasih kepada para relawan senior yang telah lebih dahulu membuka jalan selangkah demi selangkah. Setiap jejak langkah mereka mengandung ajaran yang terdapat di dalam Sutra.
Pada masa-masa awal, para relawan melangkah dengan penuh kesulitan, tetapi mereka selalu melangkah dengan mantap. Baik para anggota komite maupun para anggota Tzu Cheng, semuanya memiliki semangat yang harus diwariskan. Inilah cara menjaga ajaran Buddha di masa depan.
Demi ajaran Buddha, setiap saat kita harus bertekad untuk melindungi semua makhluk. Inilah yang harus terus dijalankan oleh kaum muda. Kalian harus membangun ikrar yang lebih kukuh, mantap, dan besar serta memiliki kasih sayang yang lebih langgeng. Begitulah ikrar yang kini harus kalian bangun.
Di Kaohsiung, saya dapat memperbesar harapan saya bagi masa depan. Di dalam kehidupan saya sendiri, banyak orang yang telah mendukung saya. Jadi, tadinya saya juga pasrah atas hukum alam. Berhubung sudah lanjut usia, penuaan pasti terjadi. Ini adalah hukum alam. Saya juga merasa bahwa kini saatnya anak muda menunjukkan kreativitas. Kaum muda harus mengemban tanggung jawab untuk memikul "bakul beras" bagi dunia.
Namun, kini saya bukan tidak ingin menyerahkan tanggung jawab kepada kaum muda. Saya justru ingin melihat kaum muda memikul tanggung jawab. Saya ingin melihat setiap anak muda memikul tanggung jawab dengan mantap. Satu bahu memikul dua misi. Lebih baik lagi jika dua bahu dapat memikul empat misi. Empat Misi Tzu Chi harus dipikul semuanya.
Jadi, harap para anak muda memiliki tekad yang sama. Inilah harapan terbesar saya. Hormati orang yang lebih tua. Kalian sungguh harus mengenggam kesempatan pada masa sekarang ini.
Berani memikul tanggung jawab atas hal besar di dunia
Membuka dan membentangkan jalan demi membina insan berbakat
Mewariskan sumber Dharma dan membangun keteladanan
Ikrar dan praktik menyatu dan diteruskan hingga selamanya
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 19 Januari 2021