Ceramah Master Cheng Yen: Membentangkan Jalan dengan Langkah Mantap dan Penuh Welas Asih
“Berapa berat tumpukan kantong plastik ini?” / “Sekitar 20 kilogram.”
“Jadi, sudah sebanyak ini yang telah dirapikan?” / “Ya, termasuk kantong plastik yang di sebelah sana juga.”
“Ini tumpukan sampah selama malam Tahun Baru Imlek saja?” / “Ya. Jari-jari saya sangat sakit. Ibu jari, bahkan semua jari saya, menjadi bengkok. Saya telah melakukan daur ulang selama 30 tahun. Tidak peduli jari-jari saya sakit atau tidak, saya tetap melakukannya.”
“Berapa usia Anda?” / “Saya seumuran dengan Master. Tahun ini saya berusia 86 tahun.”
Waktu sungguh berlalu dengan sangat cepat. Tahun Baru Imlek pun telah berlalu. Kini, orang-orang telah kembali beraktivitas. Saya terus mengatakan bahwa waktu berlalu detik demi detik. Semoga dalam setiap detik yang berlalu, kita dapat tetap hidup aman, tenteram, dan menuju ke arah yang benar.
Sejak dahulu, kita bagaikan sedang berjalan. Kita melangkah dengan mantap di setiap menit dan detik. Inilah yang disebut membangun kemajuan. Waktu dapat mengakumulasi segala sesuatu. Studi, karier, dan misi kita juga memperoleh pencapaian dan kemajuan juga memperoleh pencapaian dan kemajuan seiring berlalunya waktu.
Mari kita mengenang kembali sejarah Tzu Chi. Sejak tahun 1960-an, berkat adanya jalinan jodoh, saya memutuskan untuk menetap di Hualien. Saya masih ingat sejarah, orang-orang, dan hal-hal yang hendak kita lakukan pada masa itu. Dengan adanya dukungan tiga orang ibu rumah tangga dan 30 orang donatur, saya mulai menjalankan Tzu Chi dan bertekad untuk membantu lebih banyak orang yang membutuhkan.
Mari kita mengenang kembali kasus Ibu Lu Dan-gui dan Bapak Wu Fa-ruo. Ibu Lu merupakan seorang ibu rumah tangga yang menderita kekurangan dan penyakit, sedangkan Bapak Wu merupakan seorang lansia yang bertugas menjaga makam di Taitung. Mari kita mengenang kembali kedua orang tersebut.
Ibu Lu yang menderita kekurangan dan penyakit itu memiliki suami yang harus bekerja di malam hari. Suatu hari, dalam perjalanan pulang, suaminya membeli dua buah kubis di pasar pagi. Setelah suaminya pergi tidur, Ibu Lu yang penglihatannya kurang baik meraba-raba kubis itu, lalu memasak keduanya dengan sukacita. Kelima anaknya sangat senang ketika melihat kubis itu. Kubis itu pun habis dalam sekali makan.
Ketika suaminya bangun tidur, istrinya berkata kepadanya dengan sukacita, "Saya sudah menyisakan makanan untukmu. Anak-anak kita juga memakan kubis dengan sangat sukacita." Tadinya, sang istri mengatakan ini kepada suaminya dengan harapan suaminya juga bisa turut bersukacita. Namun, tak disangka, setelah mendengarnya, sang suami pun memarahi istrinya, lalu pergi. Sang istri merasa dirinya tidak berguna dan tidak mampu membantu suaminya untuk menghidupi keluarga. Lalu, dia pun tewas gantung diri.
Mengetahui hal itu, saya pun berkata bahwa dahulu kita pernah membantu keluarganya. Tak disangka, hal seperti itu telah terjadi padanya. Saya merasa sangat bersalah. Karena itu, saya menganjurkan kepada relawan kita untuk setiap tiga bulan sekali mengunjungi orang-orang yang telah kita bantu untuk terus mencurahkan perhatian dan menjaga mereka. Setelah itu, relawan kita pun bertanggung jawab atas kasus-kasus penerima bantuan terdekat dan harus mengunjungi mereka setidaknya setiap tiga bulan sekali.
Pada masa-masa itu, ada begitu banyak kisah memilukan yang timbul karena hal-hal yang sangat sepele. Contohnya, Ibu Lu Dan-gui ini. Hanya karena masalah kubis, dia mengakhiri hidupnya dan menyebabkan anak-anak kehilangan ibunya. Meskipun kisah memilukan seorang ibu ini timbul karena hal sepele dari dua buah kubis, tetapi kita harus memandang penting masalah ini.
Saya sering mengatakan bahwa jangan meremehkan hal-hal kecil, bahkan hal yang sekecil semut sekalipun. Cahaya samar-samar dari kunang-kunang juga dapat membawa harapan. Kini, kita melihat betapa proaktifnya relawan kita. Relawan kita terus memperhatikan setiap kasus dengan sering mengunjungi para penerima bantuan serta mengobrol dengan mereka untuk memahami kondisi kehidupan mereka dan terus mendampingi mereka.
Relawan kita juga merawat anak-anak mereka hingga tumbuh dewasa. Demikianlah kita menjalin cinta kasih dengan mereka. Yang paling dibutuhkan di dunia ialah kasih sayang. Kasih sayang ini bagaikan air yang dapat menyuburkan tanah sehingga segala tumbuhan dapat memiliki daya hidup. Tanpa kasih sayang atau air, lahan itu pun tidak akan memiliki daya hidup lagi.
Jadi, Bodhisatwa sekalian, kita harus menggenggam setiap detik, jangan biarkan waktu berlalu dengan sia-sia. Dengan demikian, kita bisa banyak belajar prinsip kebenaran. Begitu memahami prinsip kebenaran, kita dapat membuka jalan yang lebih luas dan panjang bagi semua orang.
Penerima bantuan yang baru saja saya bahas itulah yang telah memperteguh tekad saya untuk menjalankan misi amal dan menentukan arah yang harus kita tuju. Kisah-kisah merekalah yang telah menginspirasi Tzu Chi untuk membentangkan jalan hingga sekarang.
Empat misi kita, khususnya misi amal, telah menjangkau seluruh dunia. Beberapa hari ini, saya telah mendengar banyak ucapan selamat Tahun Baru Imlek dari insan Tzu Chi di berbagai negara. Saya juga mendengar mereka berbagi pengalaman tentang sumbangsih mereka di negara masing-masing. Saya pun teringat akan perjalanan Tzu Chi dari dahulu hingga sekarang. Sungguh banyak hal yang tak terbayangkan. Inilah yang dikatakan Buddha lebih dari 2.500 tahun yang lalu, yaitu sebersit niat dapat meliputi seluruh alam semesta. Benar.
Ada begitu banyak insan Tzu Chi yang tinggal di berbagai negara, tetapi mereka bisa beradaptasi dengan kondisi setempat dan tetap dapat menjalankan Tzu Chi. Saya sangat bersyukur atas kemajuan teknologi saat ini. Terlebih lagi, saya berterima kasih kepada semua insan Tzu Chi yang memiliki kesatuan tekad. Demikianlah guru dan murid yang memiliki kesatuan hati, tekad, dan ikrar.
Berusaha menjangkau penderitaan di berbagai pelosok
Membentangkan jalan dengan langkah mantap dan penuh welas asih
Cahaya samar-samar pun dapat menghangatkan dunia
Misi amal Tzu Chi menjangkau seluruh dunia
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 08 Februari 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 10 Februari 2022