Ceramah Master Cheng Yen: Membentangkan Jalan Kebajikan dan Membangkitkan Kekayaan Batin
Jalinan jodoh Tzu Chi di Myanmar dimulai sejak tahun 2008. Setelah menjangkau Myanmar serta melihat kemiskinan dan penderitaan di sana, insan Tzu Chi mulai menjalankan misi. Selain baksos kesehatan, Tzu Chi juga menolong masyarakat kurang mampu. Pascabencana, Tzu Chi juga memberikan bantuan jangka panjang berupa bibit padi.
Berbagai misi kita jalankan di Myanmar. Inilah jalinan jodoh pada 11 tahun yang lalu. Jalinan jodoh ini terus berlanjut. Berhubung wilayah Myanmar sangat luas dan penduduknya sangat banyak, maka kita mencurahkan perhatian setiap tahun. Selain membagikan bibit padi, kita juga mendirikan sekolah. Sumbangsih insan Tzu Chi telah menginspirasi masyarakat setempat. Saya berharap sesama warga dapat membantu dan menginspirasi satu sama lain.
Walau kekurangan materi, mereka bisa membangkitkan kekayaan batin. Semangat menyisihkan segenggam beras terus saya serukan dan terus mereka jalankan. Ada juga yang menyisihkan setengah atau satu karung bibit padi dari hasil panennya untuk petani lain. Dengan menyisihkan segenggam beras dalam kehidupan sehari-hari, mereka dapat membantu orang yang lebih kekurangan dari mereka. Jadi, kita dapat menghemat sedikit sumber daya setiap harinya tanpa memengaruhi kehidupan kita.
Dengan menghimpun cinta kasih, kita dapat membantu banyak orang. Pola hidup hemat ini telah menyebar ke luar negeri dan menginspirasi banyak orang. Semangat menyisihkan segenggam beras telah menginspirasi cinta kasih keluarga dan masyarakat di Myanmar. Kita juga telah menabur benih cinta kasih di Myanmar. Benih-benih cinta kasih di Maynmar mengikuti pelatihan sesuai aturan di Tzu Chi. Mereka perlu memperbaiki tabiat buruk mereka di masa lalu.
“Saya berikrar kepada Master untuk tidak mengunyah buah pinang, tidak merokok, dan tidak minum minuman keras. Terkadang, saat ingin mengunyah buah pinang, saya cepat-cepat membeli manisan buah seharga 50 kyat untuk dimakan. Kini, saya sudah jarang mengunyah buah pinang,” kata U Kyauk Khae, relawan dalam pelatihan.
“Saya mengunyah buah pinang sejak tahun 1987. Setelah 30 tahun lebih, saya memutuskan untuk berhenti,” kata Daw Than Than Naing, relawan dalam pelatihan.
“Setelah mengikuti pelatihan, saya paham bahwa mengunyah buah pinang dapat mengganggu kesehatan mulut. Buah pinang dibeli, dikunyah-kunyah, lalu dibuang. Ini adalah pemborosan,” ujar U Moe Htun, relawan dalam pelatihan.
Mereka harus menaati sila Tzu Chi, mempraktikkan Sepuluh Kebajikan, dan bersungguh-sungguh membawa manfaat bagi masyarakat. Dengan begitu, barulah mereka memenuhi syarat untuk dilantik. Itu dimulai dari diri sendiri dengan terlebih dahulu memperbaiki tabiat buruk diri sendiri. Selain memperbaiki diri, mereka juga perlu menginspirasi orang lain dan keluarga sendiri untuk bergabung di Tzu Chi. Ini termasuk edukasi.
Bagaimana kita membimbing masyarakat? Kita perlu menyucikan hati manusia dengan berinteraksi dan menginspirasi orang-orang agar mereka bersedia bersumbangsih dari lubuk hati terdalam. Mereka telah berhasil menyebarkan Dharma di tengah masyarakat. Saya sangat tersentuh. Saya sering membahas cerita mengenai Bapak U San Thein, Bapak U Thein Tun, dll.
Saat bercocok tanam, mereka tidak menyemprotkan pestisida sehingga tidak ada hewan yang terbunuh. Dengan hati yang tulus, mereka mendoakan sawah mereka setiap hari dan bertutur kata baik sambil mengelilingi sawah. Yang menakjubkan ialah hasil panen Bapak U Thein Tun lebih baik dari petani lainnya. Tanaman padinya juga lebih tinggi dan berisi. Ini merupakan sebuah pembuktian.
Banyak petani lain yang juga membuktikan bahwa berkat ketulusan mereka, hasil panen mereka lebi baik dari petani lain. Ini sungguh tidak terbayangkan. Kini, relawan kita berencana untuk menjadikan desa tersebut sebagai teladan dalam bercocok tanam. Untuk itu, dibutuhkan bantuan orang lain, bantuan alam, dan kerja keras diri sendiri. Mereka membutuhkan orang untuk membantu dan mengajari mereka teknik bercocok tanam, cuaca yang mendukung, dan yang terpenting, kesadaran diri sendiri untuk giat menggarap sawah.
Jadi, dibutuhkan perpaduan tiga faktor, yaitu cuaca yang mendukung, bantuan orang lain, dan kerja keras diri sendiri. Sebersit niat baik seseorang dapat membawa pengaruh besar dan membantu banyak orang. Asalkan bersedia bersumbangsih dan memberi pendampingan dengan penuh cinta kasih, kita dapat memperbaiki kehidupan mereka. Ini merupakan nilai kehidupan. Relawan di Myanmar memanfaatkan kehidupan mereka untuk bersumbangsih.
Kita telah melihat perjalanan kita di Myanmar. Saya bersyukur atas kekuatan cinta kasih yang tidak pernah terputus. Insan Tzu Chi Myanmar bersumbangsih dengan uang dan tenaga. Mereka merupakan Bodhisatwa dunia. Kita harus saling bersyukur. Kita harus bersyukur kepada para relawan yang menjalankan misi di Myanmar. Kita juga perlu bertekad dan berikrar untuk menjangkau Myanmar dan turut memberikan bantuan di sana. Inilah Bodhisatwa dunia.
Memberikan bantuan bibit padi agar petani
dapat bangkit kembali
Menggunakan hasil panen yang berlimpah untuk membantu sesama
Mempelajari dan
menaati sila serta memperbaiki tabiat buruk
Membentangkan jalan kebajikan dan membangkitkan
kekayaan batin
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 21 Desember 2019