Ceramah Master Cheng Yen: Membentuk Hutan Bodhi dan Mendatangkan Kesejukan


Belakangan ini, kita sering melihat kondisi di Nepal. Setelah mencari tahu, kita baru menyadari bahwa tempat kelahiran Buddha ini diliputi kemiskinan. Jadi, kita hendaknya sungguh-sungguh memahami mengapa muncul seorang bijaksana di lingkungan seperti itu. Itu karena kehidupan di sana sangatlah menderita.

Lihatlah, mereka hidup dalam kondisi serbaterbatas dan menetap di rumah dengan atap yang rentan rusak serta tidak bisa menghalangi air hujan dan sinar matahari. Atap rumah mereka yang sederhana ditutupi dengan rumput kering, kain bekas, dan produk plastik yang mereka pungut. Mereka menutup atap rumah dengan bahan-bahan yang bisa jatuh tertiup angin. Jadi, mereka menyangganya dengan batang bambu. Tembok rumah mereka dibangun dengan tanah liat dan kotoran sapi. Itulah bahan-bahan material yang mereka gunakan untuk membangun rumah mereka.

Beberapa hari ini, saya terus menyaksikan video dan foto dari Nepal. Selama beberapa bulan ini, saya sangat berterima kasih kepada para relawan dari Singapura dan Malaysia. Di antara mereka, ada yang merupakan pengusaha, dokter, dan guru. Mereka membentuk sebuah tim dan membangun ikrar untuk menjalankan apa yang ingin saya lakukan. Setelah mendengarnya, mereka mulai bertindak secara nyata. Para relawan itu mengeluarkan biaya sendiri dan menempuh jarak yang jauh untuk mendatangi Nepal. Semua ini berkat jalinan jodoh.


Saya sangat berterima kasih kepada Bhiksu Maitri yang bertekad menggelar pengobatan gratis. Orang yang hidup kekurangan sangatlah banyak. Karena itu, beliau membangun sebuah pusat pengobatan gratis. Meski fasilitasnya sederhana dan terbatas, tetapi cinta kasih beliau bisa menyatukan banyak orang untuk membantu dengan sepenuh hati. Sederhana sekali. Beliau mengumpulkan orang-orang yang penuh cinta kasih. Singkat kata, para relawan dari Singapura dan Malaysia menggenggam jalinan jodoh dan waktu dengan kesatuan hati antarsesama di tempat tersebut.

Insan Tzu Chi bersumbangsih sedikit demi sedikit. Hingga kini, bisa kita lihat bagaimana kekuatan tekad membalikkan kehidupan di sana. Dibutuhkan jalinan jodoh untuk kembali ke kampung halaman Buddha. Untuk itu, kita harus mengumpulkan orang terlebih dahulu. Ketika jalinan jodoh sudah matang, orang-orang mulai terkumpul pada waktunya. Dengan berkumpulnya orang-orang, barulah ada kekuatan. Kekuatan cinta kasih dari orang-orang yang memiliki ikrar tulus juga sudah terhimpun. Jadi, sekarang kita harus menggenggam waktu untuk menghimpun kekuatan cinta kasih orang-orang di tempat tersebut. Saya sangat terharu dan bersyukur melihatnya.


Saya berharap para relawan di seluruh dunia dapat menghimpun kekuatan sedikit demi sedikit. Tempat yang penuh cinta kasih bagaikan tempat yang terpapar sinar matahari saat musim dingin. Tempat itu akan penuh kehangatan, tidak akan lembap atau dingin. Di sana, ada sinar matahari yang menghangatkan. Sebaliknya, pada saat sinar mataharinya terik atau terlalu panas, kita harus berusaha untuk menemukan orang yang berhati lapang dan penuh cinta kasih untuk menabur benih di sana, mulai dari satu butir benih, dua butir benih, dan seterusnya. Kita bisa terus menebar benih di tempat tersebut. Benih-benih itu akan bertunas dan bertumbuh menjadi pohon. Dengan demikian, di tempat yang panas itu, akan ada tempat untuk berteduh sehingga suasana akan terasa lebih sejuk dan tidak terasa terlalu panas.

Belakangan ini, panasnya cuaca membuat kita sangat tidak nyaman. Di seluruh penjuru dunia, baik gunung, sungai, laut, hutan, maupun dataran rendah, kini hanya bisa digambarkan dengan satu kalimat, yaitu sedang mengirimkan sinyal darurat. Semuanya jatuh sakit dan sakitnya sangat parah. Alam mengalami kerusakan akibat ulah manusia. Saat ini, manusia mulai merasakan akibatnya, yaitu cuaca panas ekstrem. Kita juga bisa melihat bahwa gunung dan sungai penuh dengan sampah. Semua ini adalah akibat ulah manusia.


Bodhisatwa sekalian, kita hendaknya mengikis noda batin manusia yang bagaikan cuaca panas agar dunia ini penuh dengan kesejukan atau pepohonan sebagai tempat berteduh. Dengan mengurangi nafsu keinginan dan sampah, secara alami pohon-pohon akan lebih banyak bertumbuh dan bunga-bunga akan bermekaran. Semerbaknya bunga akan makin menyebar dan menutupi bau tak sedap sehingga Bumi ini akan semakin hijau, diliputi harum bunga, dan memiliki lebih banyak tempat untuk berteduh.

Manusia mampu memberi daya hidup kepada alam. Dengan demikian, semua makhluk akan hidup tenteram. Ini adalah sesuatu yang alamiah. Jadi, dengan mengurangi nafsu keinginan manusia, sampah akan berkurang. Dengan bertambahnya orang baik, pohon juga akan makin banyak dan orang yang bisa berteduh di bawah pohon juga makin banyak. Bumi ini akan kembali sejuk. Inilah yang disebut tanah penuh kesejukan para Bodhisatwa.   

Terjun langsung guna menolong sesama dari penderitaan
Menabur benih guna membawa manfaat bagi semua makhluk yang tak terhingga jumlahnya
Membentuk hutan Bodhi dan mendatangkan kesejukan
Membentuk Hutan Bodhi dan Mendatangkan Kesejukan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Agustus 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 31 Agustus 2022
Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -