Ceramah Master Cheng Yen: Memberi Pengobatan dengan Cinta Kasih Tak Terbatas
“Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kali ini kita bukan hanya menyediakan obat dalam, tetapi juga perlengkapan untuk para dokter gigi dan Kepala Departemen Hsia Yi-jan serta obat luar. Secara keseluruhan, kita menyediakan 26 kardus perlengkapan medis,” terang Chao You-chen, Kepala RS Tzu Chi Taipei.
Saya sangat tersentuh dan bersyukur. Sebelum berangkat, para dokter kita terlebih dahulu menyiapkan obat-obatan dan perlengkapan medis yang dibutuhkan dengan sepenuh hati. RS Tzu Chi Taipei menyediakan lebih dari 200 kilogram obat-obatan. Ada juga dokter yang melakukan persiapan sendiri. Mereka membawa perlengkapan medis yang sudah terbiasa mereka gunakan. Salah satunya adalah dr. Yieh Tian-how. Dia mendedikasikan diri dalam misi penyaluran bantuan internasional. Dia menjangkau berbagai negara yang membutuhkan bantuan.
Untuk pergi ke Yordania kali ini, dr. Yieh juga melakukan persiapan dengan matang. Dia menyiapkan alat ultrasonografi abdomen, elektrokardiograf, defibrilator eksternal otomatis, dan sebuah oksimeter. Dia membawa empat alat itu sendirian dari Kaohsiung. Ini membutuhkan kerja keras. Meski dia harus bersusah payah membawa alat-alat yang sangat berat itu, tetapi kini, semua alat itu bisa digunakan untuk melayani banyak orang.
Teringat hal ini, hatinya dipenuhi sukacita. Ini sangat menyentuh. Demi menolong sesama, dia tidak memikirkan diri sendiri. Teringat hal ini, hatinya dipenuhi sukacita. Waktu dapat menguji keteguhan tekad dan ikrar seseorang. Dia bertekad dan berikrar untuk menjadi dokter humanis dan menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri. Dia bertekad menjadi Tabib Agung untuk menjangkau setiap tempat yang dilanda penderitaan.
Di Yordania, para pengungsi hidup di dalam tenda yang sederhana di atas padang pasir. Kita bisa membayangkan bagaimana mereka hidup di tenda. Begitu angin bertiup, pasir langsung beterbangan. Ini bukan sekadar kualitas udara yang buruk. Ini adalah badai pasir yang membuat orang tidak bisa membuka mata. Suatu kali, saat kita sedang menyetir, pasir menumpuk tinggi akibat tiupan angin sehingga roda mobil kita terperangkap di dalam tumpukan pasir dan butuh banyak orang untuk mendorongnya. Kita pernah mengalami hal seperti ini.
Dari sini bisa diketahui betapa kerasnya ujian dari alam. Kita pergi ke sana selama 7 hingga 8 hari. Kita mengadakan baksos selama 5 hari serta mengunjungi warga suku Badui untuk mencurahkan perhatian. Sebagian dari mereka merupakan penerima bantuan jangka panjang kita. Kita bisa melihat anak-anak juga dilanda banyak penderitaan.
“Tadinya, bagaimana dia membalut lukanya?”
Dengan kantong plastik. Hanya dibalut dengan kantong plastik ini. Tadi, tangannya juga terluka dan dia ingin mengelapnya dengan kain tenda. Setelah mengetahui keadaannya, kami membersihkan lukanya agar darahnya berhenti mengalir,” kata Chien Sou-hsin, Kepala RS Tzu Chi Taichung.
“Di mana lukanya?”
“Di telapak kakinya. Bagian ini teriris. Di sini juga ada, semuanya luka teriris. Luka di tangannya adalah luka baru. Jadi, ini tidak masalah. Kita cukup memerbannya dan memastikan darah tidak mengalir lagi,” kata Chien Sou-hsin.
Telapak kaki anak itu terluka, tetapi hanya dibalut dengan kantong plastik. Beruntung, dokter kita sangat peka sehingga bisa menyadari masalah anak itu, lalu memperhatikan dan menanganinya. Namun, tidak mudah untuk berkomunikasi dengan warga setempat.
“Dia menguasai bahasa Mandarin dan merupakan warga Yordania. Jadi, dia bisa menggunakan bahasa Mandarin dan bahasa Arab dengan lancar. Dia mengatasi banyak masalah saya,” jelas dr. Hsia Yi-jan, Kepala departemen gigi RS Tzu Chi Taipei.
“Kami mengemudi sekitar 130 hingga 140 kilometer. Mengenai kesehatan, penerjemahan harus dilakukan dengan akurat. Saya melihat kalian datang dengan membawa berbagai perlengkapan medis. Di padang pasir ini tidak ada apa-apa. Kalian bersusah payah untuk membawa perlengkapan medis ke sini. Saya sangat berterima kasih pada kalian. Karena itu, saya datang untuk membantu. Mereka sungguh membutuhkan bantuan,” kata Muhammad, Relawan penerjemah Yordania.
Dia menguasai bahasa Mandarin karena istrinya. Jadi, dia datang untuk membantu. Di sana, yang bisa membantu menerjemahkan tidak banyak. Dokter tidak bisa menangani pasien jika terdapat kendala bahasa. Dokter perlu mengamati, mendengar, bertanya, dan memeriksa. Dengan mengamati saja, kita tidak bisa memahami kondisi pasien. Kita perlu mendengar keluhan pasien. Karena itu, dibutuhkan penerjemah. Ini sungguh merupakan jalinan jodoh yang langka. Saya sangat berterima kasih kepada mereka yang telah membantu kita.
Tadi pagi, saya kembali melihat para pengungsi di Serbia. Ini sungguh merupakan jalinan jodoh yang langka. Insan Tzu Chi di Eropa bekerja sama untuk memberi perhatian jangka panjang. Dalam beberapa hari ini, mereka mengantarkan komputer dan televisi ke sana dengan harapan anak-anak muda dapat mempelajari sesuatu. Saat ini, mereka tertahan di perbatasan. Mereka tidak memiliki kegiatan sehingga terus memainkan telepon seluler. Karena itu, relawan kita berharap mereka dapat mempelajari budaya humanis dan terbimbing ke arah yang positif.
Yang diputar di komputer adalah video dengan teks bahasa Inggris, Arab, dan Serbia. Singkat kata, relawan kita menggunakan materi yang edukatif, seperti Kata Renungan Jing Si dalam bahasa Inggris dan Arab. Intinya, relawan kita berusaha berbagi ajaran kebajikan dengan mereka serta membimbing mereka hidup disiplin dan menuju arah yang benar. Relawan kita berharap di dalam hati anak-anak muda ini tidak tertanam rasa benci dan dendam. Relawan kita berharap mereka dapat membuka hati untuk memandang ke seluruh dunia dan mempelajari prinsip kebenaran.
Demikianlah insan Tzu Chi di Eropa menenteramkan hati para pengungsi yang tertahan di Serbia. Setiap hari, kitalah yang menyediakan makanan dua kali dalam sehari. Insan Tzu Chi Eropalah yang memperhatikan para pengungsi. Sekelompok relawan dari Bosnia yang berbatasan dengan Serbia juga membangun tekad dan ikrar. Mereka telah bertahun-tahun membantu Tzu Chi mencurahkan perhatian di sana. Di seluruh dunia, orang-orang mencurahkan cinta kasih tanpa memandang perbedaan kewarganegaraan dan suku. Intinya, cinta kasih dapat membawa kehangatan.
Menyiapkan perlengkapan medis secara menyeluruh
Menempuh medan yang sulit untuk mengadakan baksos di padang pasir
Bertekad menjadi dokter humanis untuk melenyapkan penderitaan pasien
Menyucikan fisik dan batin dengan pendidikan budaya humanis
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 31 Juli 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie