Ceramah Master Cheng Yen: Memberikan Bantuan dengan Semangat Kemanusiaan

Kita bisa melihat di dunia ini, akibat kehilangan arah, banyak manusia yang pikirannya menjadi tidak selaras. Pikiran manusia yang tidak selaras dapat menimbulkan bencana akibat ulah manusia. Di seluruh dunia, banyak orang yang menjadi pengungsi akibat ketidakselarasan pikiran segelintir orang. Akibat masalah pengungsi, kini banyak negara yang harus menentukan pilihan. Antara semangat kemanusiaan dan ekonomi negara, manakah yang lebih penting? Ini sungguh merupakan pilihan yang sulit. Namun, mereka tidak bisa mengabaikan semangat kemanusiaan karena kini dunia internasional sangat memperhatikan masalah ini. Ini merupakan pilihan yang sangat sulit.

Jika pikiran manusia dapat selaras dan orang-orang dapat menjalani kehidupan di tanah kelahirannya masing-masing tanpa harus mengungsi ke negara lain, bukankah itu lebih baik? Jika bisa demikian, maka tidak akan ada begitu banyak orang yang menderita. Jika hati manusia bisa tersucikan, maka setiap orang di dunia ini dapat menikmati kedamaian dan menjalani hidup secara normal. Bukankah itu lebih baik? Namun, dunia ini penuh dengan penderitaan, terutama akibat bencana alam.

Pada tahun 2013, dari bulan September hingga November, Filipina dilanda beberapa bencana besar secara berturut-turut. Salah satu di antaranya adalah gempa bumi yang mengguncang Pulau Bohol. Di pulau ini, tindakan insan Tzu Chi sungguh penuh kehangatan. Lihatlah ruang-ruang kelas yang begitu indah. Awalnya, kita ingin memberikan upah kepada orang tua murid yang datang membantu, tetapi mereka menolaknya dan berkata bahwa mereka turut membantu demi mendidik anak mereka. “Bukan hanya murid, tetapi seluruh komunitas turut membantu, termasuk orang tua murid, warga di komunitas, dan aparat pemerintah,” cerita Deogeans Galon, kepala sekolah. “Saya sangat gembira bisa membantu mendirikan ruang kelas kami,” tambah Lenoaro, salah satu siswa.

Batako di lantai ruang kelas dibuat sendiri oleh warga setempat. Jadi, setelah kita mengajari mereka cara membuat batako, mereka rela mendedikasikan diri demi anak-anak mereka. Ini juga merupakan kisah yang penuh cinta kasih. “Membuat batako pada cuaca sepanas ini sangat melelahkan, tetapi saya sangat gembira. Banyak ruang kelas yang runtuh akibat gempa. Bisa mengerahkan sedikit tenaga untuk membantu adalah hal yang sangat bermakna,” ucap Julio Gementiza, orang tua murid. “Saya sangat gembira bisa membantu di sini karena saya tahu bahwa ini merupakan tanggung jawab seisi sekolah. Saya merasa sangat bangga bisa berpartisipasi dan bekerja sama dengan setiap orang untuk mendirikan ruang kelas kami,” kata Anne-Rose Cagol, salah satu siswa.

Ruang kelas sementara ini masih sangat kukuh meski telah beberapa kali diterjang topan. Banyak pengusaha yang mengunjungi ruang kelas sementara. Mereka pergi ke sana dengan pesawat carteran untuk melihat kebaikan hati warga setempat yang insan Tzu Chi ceritakan, besarnya dampak bencana di sana, dan bagaimana insan Tzu Chi menginspirasi warga setempat. Mereka juga pergi ke sana untuk melihat bagaimana insan Tzu Chi mengajari warga setempat mendirikan ruang kelas sementara. Dengan didirikannya satu demi satu ruang kelas sementara, anak-anak dapat kembali tersenyum karena mereka dapat kembali bersekolah.

nsan Tzu Chi di Filipina juga berkali-kali pergi ke Pulau Bohol untuk membagikan beras bantuan dan barang kebutuhan sehari-hari. Kisah yang penuh kehangatan sungguh sangat banyak. Insan Tzu Chi sungguh merupakan Bodhisatwa dunia. Ajaran Buddha telah menjadi panduan mereka dalam melakukan segala hal dan membuka pintu hati mereka. Di mana pun bencana terjadi, selama mereka bisa menjangkau lokasi bencana, mereka pasti bisa menciptakan berkah di sana dan menenangkan jiwa dan raga warga setempat. Ini sungguh membuat orang tersentuh.

Kita juga bisa melihat Myanmar. Sekitar dua bulan yang lalu, hujan deras mengakibatkan banjir di Myanmar. Meski perjalanannya sangat sulit dan jauh, insan Tzu Chi setempat tetap menerjang banjir untuk memperhatikan para korban banjir. Selama lebih dari sebulan, mereka terus menyediakan makanan hangat bagi para korban banjir. Karena itu, mereka pun membentuk tim konsumsi. Di beberapa tempat yang berbeda, para samaneri (calon bhiksuni) dari kuil setempat juga membantu menyediakan makanan hangat bagi para korban banjir. Inilah yang diulas dalam ajaran Buddha. Umat perumah tangga dan kaum monastik bekerja sama untuk memberikan bantuan. Ini semua merupakan Dharma.

Kali ini, relawan kita juga membagikan bibit padi kepada petani setempat. Tentu saja, kita juga membagikan pupuk serta membantu mereka menjemur dan mengeringkan bibit padi. Ini masih kita lakukan hingga kini. Selama lebih dari sebulan, relawan kita di Myanmar masih terus memberikan bantuan. Kali ini, saya sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi dari Malaysia dan Indonesia yang pergi ke sana untuk membantu. Kita membutuhkan kekuatan insan Tzu Chi di seluruh dunia untuk bekerja sama menyalurkan bantuan saat wilayah yang terkena dampak bencana begitu luas dan korban bencana begitu banyak. Inilah yang relawan kita lakukan di Myanmar.

Insan Tzu Chi Taiwan juga sangat mengagumkan. Mereka mengemban misi amal dan kesehatan dengan sangat baik. Lihatlah para anggota TIMA kita, yakni dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium, dan lain-lain, semuanya sering mengikuti baksos kesehatan dan memberikan pelayanan medis ke rumah warga. Selama belasan tahun ini, dokter dan kakek ini telah menjalin hubungan yang dekat bagaikan ayah dan anak. Setiap kali bertemu, mereka selalu terlihat sangat dekat. untuk menentukan tenaga siapa yang lebih besar. Tentu saja, dia selalu mengalah dengan berkata, “Aduh, saya kalah lagi.” Dia suka berkelakar dengan kakek itu. Mereka sungguh menggemaskan.

Saat melihat ada semut di kaki kakek itu, dia tidak membunuh semut itu. Bukan demikian. Dia hanya menyingkirkannya dengan tangan dan meniupnya. Lihatlah, betapa penuh cinta kasihnya dokter ini. Dia bukan hanya memperhatikan nyawa manusia, bahkan nyawa semut yang begitu kecil pun tidak tega dia habisi. Singkat kata, inilah keindahan dunia ini. Kita hendaknya bersyukur dapat hidup berdampingan dengan para Bodhisatwa  di bumi ini. Kita hendaknya merasa beruntung dan menyadari berkah karena di bumi ini ada begitu banyak orang baik yang menjangkau semua makhluk yang menderita. Namun, bagaimana cara menggunakan Dharma untuk melenyapkan penderitaan manusia dari akarnya? Kita harus memulainya dengan menyelaraskan pikiran manusia. Untuk itu, kita harus berbagi Dharma dengan setiap orang.

Menyelamatkan semua makhluk dengan Dharma

Membangkitkan cinta kasih untuk saling membantu

Menyalurkan bantuan internasional dan menggelar baksos kesehatan

Bodhisatwa  dunia melenyapkan penderitaan semua makhluk

Sumber: Lentera Kehidupan  -  DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 7 Oktober 2015

Ditayangkan tanggal 9 Oktober 2015

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -