Ceramah Master Cheng Yen: Memberikan Pelayanan Medis di Wilayah Terpencil

“Paman, buka mulut lebih lebar, benar,” kata dr. Lee yi-pang, Kepala Departemen Patologi Mulut Rumah Sakit  Tzu Chi Hualien, Taiwan. Hanya lokasi pelayanan yang berbeda. Kita memberikan pelayanan medis di sini seperti yang biasanya kita lakukan di rumah sakit. Hanya lokasi dan suasananya yang berbeda. Kita datang ke sini untuk menjalin jodoh baik dengan warga. Banyak desa di wilayah pantai Taitung yang kekurangan fasilitas medis. Berhubung warga tidak bisa keluar berobat, maka tenaga medislah yang menjangkau mereka sekaligus menjadi sandaran batin mereka. Inilah interaksi antarmanusia yang penuh keindahan, kebajikan, dan cinta kasih.

Di wilayah tengah Taiwan, akses jalan di Lishan sering terputus akibat guyuran hujan. Setiap kali pergi ke wilayah pegunungan, kita menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Tantangan terbesar adalah kondisi jalan, terlebih jalan dari Dayuling menuju Lishan. Jika turun hujan, sering terjadi tanah longsor di sana. Saat jalan tersebut sedang diperbaiki, kita terpaksa menunggu di tepi jalan. Setiap kali, saya selalu berkata kepada para dokter, “Saat turun hujan dan akses jalan terputus, janganlah pergi ke wilayah pegunungan. Warga masih aman di rumah mereka. Pergi ke wilayah pegunungan saat jalan sedang diperbaiki sangat berbahaya.  Jangan pergi.”

Namun, cinta kasih mereka tidak tertahankan. Kepedulian mereka terhadap pasien membuat mereka rela menerjang bahaya untuk pergi ke wilayah pegunungan begitu jalan selesai diperbaiki. Akibat pengembangan yang berlebihan, kini Lishan telah terluka parah. Bagi warga kurang mampu, sangat sulit untuk keluar berobat saat jatuh sakit. Karena itulah, tim medis dari RS Tzu Chi dan anggota TIMA menjangkau mereka. Baik dokter pengobatan Barat maupun tradisional Tiongkok, semua memberi pelayanan. Saya sungguh sangat tersentuh. Ini dilakukan di wilayah timur, tengah, utara, dan selatan Taiwan.

Contohnya RS Tzu Chi Taipei. Pada hari Sabtu dan Minggu, tim medis kita selalu memberikan pelayanan medis ke wilayah terpencil. Begitu pula dengan RS Tzu Chi Dalin. Para dokter secara rutin pergi ke wilayah tanpa dokter dan menggelar baksos kesehatan berskala besar di wilayah terpencil. Melihat penderitaan di dunia ini, para Bodhisatwa dunia bersumbangsih dengan penuh cinta kasih bagi orang yang menderita tanpa memedulikan diri sendiri.

Ini juga membuat saya sangat tersentuh. Tim medis dari RS Tzu Chi Guanshan dan Yuli di wilayah timur Taiwan juga menggelar baksos kesehatan di wilayah pegunungan. Sungguh, banyak hal yang harus disyukuri. Dalam berbagai kegiatan amal di Taiwan, baik besar maupun kecil, insan Tzu Chi tidak pernah absen. Insan Tzu Chi di luar negeri juga demikian. Benih cinta kasih telah menyebar ke seluruh dunia.

Beberapa tahun belakangan ini, benih kebajikan di Tiongkok terus bertambah. Contohnya relawan di Heihe yang terletak di perbatasan Heilongjiang. Untuk dilantik menjadi relawan Tzu Chi, mereka harus mengikuti pelatihan relawan selama tiga tahun. Mereka harus naik kereta api selama belasan jam untuk mengikuti pelatihan di Beijing. Di dalam kereta, mereka juga menggenggam waktu untuk mendalami Dharma, filosofi Tzu Chi, tata krama, dan lain-lain.

Dalam pelatihan, mereka juga saling berbagi bagaimana bersumbangsih bagi orang yang menderita di dunia ini. Jarak terjauh yang harus ditempuh para relawan adalah 1.809 kilometer. Ini merupakan jarak dari Heihe ke Beijing, sungguh sangat jauh. Biaya transportasi saja sudah menghabiskan setengah dari gaji bulanan mereka. Mereka harus pergi ke Beijing setiap bulan selama tiga tahun untuk mengikuti pelatihan. Para relawan dari Changchun, Heilongjiang, dan wilayah lainnya berkumpul di Shenyang, baru bersama-sama pergi ke Beijing. Untuk satu kali perjalanan pulang pergi, mereka harus menempuh jarak lebih dari 3.000 km, hampir 4.000 km.

Bayangkanlah, meski harus menempuh ribuan km, mereka sangat menghargai kesempatan itu. Mereka sangat berharap dapat kembali menaburkan benih cinta kasih agar masyarakat semakin harmonis, hati manusia tersucikan, dan cinta kasih orang-orang terbangkitkan. Mereka berharap dapat mewujudkan masyarakat yang harmonis dengan pola hidup yang lebih sederhana dan lebih penuh cinta kasih. Inilah harapan mereka. Semoga ketulusan hati mereka dapat menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa.

Bukan hanya di Tiongkok, relawan di Afrika juga sangat menggemaskan. Kali ini, relawan dari Swaziland pergi ke Afrika Selatan untuk mengikuti pelatihan selama lima hari. Tiga hari pertama, mereka belajar memperhatikan orang lain dengan melakukan kunjungan kasih bersama relawan setempat. Dua hari terakhir, mereka mengikuti kelas pelatihan. Perlu kita ketahui betapa buruknya kondisi jalan yang mereka lalui. Mereka harus bersusah payah. Lihatlah, untuk mengantarkan beras ke rumah warga kurang mampu, mereka harus menempuh jalan seperti ini.

Lewat pelatihan ini, kita memberi tahu mereka bahwa saat warga kurang mampu tidak bisa keluar, kita yang sehat dan mampulah yang harus mengantarkan beras ke rumah mereka. Saat tiba di rumah warga kurang mampu, relawan kita juga memandikan mereka dan membersihkan tempat tinggal mereka. Belakangan ini, yang paling menggembirakan adalah melihat banyaknya relawan muda yang mendampingi para lansia. Mereka bersukaria bersama.

Meski hidup kekurangan, mereka tetap menolong sesama. Karena itu, saat bisa bersukaria, mereka harus bersukaria. Meski kondisi jalan sangat buruk, tetapi mereka menempuhnya dengan gembira sambil bernyanyi dan menari. Dengan demikian, mereka tidak akan murung. Lihatlah, betapa menggemaskannya mereka.

Murid-murid yang berada jauh dari saya ini tidak mudah untuk bertemu dengan saya. Meski demikian, mereka sangat tekun, bersemangat, dan menghargai kesempatan untuk mendengar ceramah saya. Berkat kecanggihan teknologi saat ini, mereka dapat melihat saya setiap hari. Lewat internet, mereka bisa mengikuti ceramah saya yang sudah diterjemahkan dan mempraktikkannya dalam keseharian mereka. Bagaimana bisa saya tidak merasa tersentuh? Bagaimana bisa saya tidak merasa gembira? Mereka merupakan benih kebajikan Tzu Chi.

Lihatlah, meski hidup kekurangan, mereka juga menyambut semangat celengan bambu untuk menolong orang yang lebih kekurangan dari mereka. Lihatlah, ini sungguh membuat orang tersentuh. Baiklah, singkat kata, mereka telah membangkitkan kekuatan cinta kasih dan rela bersumbangsih. mereka telah membangkitkan kekuatan cinta kasih dan rela bersumbangsih. Asalkan ada niat, maka tidak ada hal yang sulit.

Menggelar baksos di wilayah terpencil dan menjalin jodoh baik

Menjalankan misi kesehatan Tzu Chi untuk melindungi kesehatan warga

Menempuh ribuan kilometer untuk mengikuti pelatihan relawan

Bersukacita melihat bertambahnya relawan muda di Afrika Selatan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 24 Agustus 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina Ditayangkan tanggal 26 Agustus 2016

Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -