Ceramah Master Cheng Yen: Membimbing dengan Bijaksana dan Melindungi Ladang Batin

“Upacara pemandian rupang Buddha tahun 2017 akan dimulai sekarang,” ujar Lin Lü-rong, Relawan Tzu Chi Amerika Serikat.

Kita bisa melihat di Haiti yang kekurangan, upacara pemandian rupang Buddha tahun ini diadakan dengan sangat sederhana. Insan Tzu Chi dari tiga negara pergi ke sana untuk berpartisipasi dalam upacara pemandian rupang Buddha.

“Kami datang dari Amerika Serikat, Argentina, dan Dominika untuk turut memeriahkan upacara pemandian rupang Buddha di sini. Kami mewakili Master menyampaikan salam kepada kalian semua,” ujar Lin Lü-rong.

Pascagempa di Haiti tahun 2010, Tzu Chi menjangkau Haiti dan terus memberi pendampingan hingga kini. Kita juga membantu biarawati setempat membangun kembali sekolah sekretariat, sekolah menengah, dan sekolah dasar. Selain tiga sekolah itu, kita juga membangun kembali sebuah TK. Kita bersumbangsih tanpa pamrih dan warga setempat sangat bersyukur.

doc tzu chi

Kita juga melihat Kanada yang termasuk negara yang makmur. Orang-orang berkata bahwa sulit bagi orang yang hidup makmur untuk mendalami Dharma, tetapi mereka bisa saling memperhatikan dengan penuh ketulusan. Melihat mereka seperti ini, saya juga sangat bersyukur. Meski Kanada termasuk negara yang makmur, tetapi para relawan di sana tetap bersedia untuk bersumbangsih.

Relawan kita di Hong Kong juga sangat tekun dan bersemangat. Mereka bekerja sama dengan pemerintah sehingga bisa mengadakan upacara pemandian rupang Buddha di sebuah lapangan di mana banyak orang berlalu-lalang.

“Saya mengikuti upacara pemandian rupang Buddha dengan khidmat dan tulus. Ini merupakan pengalaman baru bagi saya,” kata seorang relawan Tzu Chi di Hong Kong.

doc tzu chi

Para partisipan upacara di Hong Kong mengungkapkan rasa syukur terhadap Buddha dan orang tua mereka secara menyeluruh. Berhubung Hong Kong padat penduduk, maka bisa meminjam lapangan seperti ini saja sudah sangat luar biasa. Terlebih lagi, meski banyak orang berlalu-lalang, tetapi para partisipan upacara tetap mempersembahkan the dan berlutut untuk membasuh kaki orang tua dalam upacara pemandian rupang Buddha itu. Ini sungguh tidak mudah. Inilah yang terjadi di Hong Kong.

Yang lebih menggembirakan adalah melihat murid-murid kita mengikuti upacara pemandian rupang Buddha, dari universitas, sekolah menengah, sekolah dasar, hingga taman kanak-kanak. Terlebih anak-anak kecil, pikiran mereka sangat murni dan ucapan mereka sangat menggemaskan.

“Saat berdoa, saya teringat akan anak-anak pengungsi Suriah. Saya mendoakan mereka semoga tidak dilanda perang lagi. Saya berharap mereka bisa hidup bahagia bersama ayah dan ibu mereka,” kata Chi Rui, Murid SD Tzu Chi Hualien.

Selain murid SD Tzu Chi Hualien, murid SD Tzu Chi Tainan juga mengikuti upacara dengan tulus dan tertib. Di Penang, Selangor, dan Kuala Lumpur di Malaysia, murid-murid di TK Cinta Kasih juga dididik dengan sangat baik.

(Kita harus bersikap bagaimana dalam upacara?)

“Harus khidmat, tidak boleh melucu. Karena bersikap khidmat lebih sopan,” jawab Jiang Xin-rong yang berusia 5 tahun.

(Upacara ini untuk bersyukur kepada siapa?)

“Buddha,” jawab Jiang Xin-rong.

(Apa yang Buddha ajarkan pada kita?)

“Buddha mengajari kita untuk tidak memboroskan uang, tetapi menggunakannya untuk menolong orang-orang yang menderita,” kata Jiang Xin-rong lagi.

(Apa yang kamu pelajari dari upacara ini?)

“Kita harus berbuat baik. Jika kita berkelahi dengan orang lain, maka akan terjadi perang. Selain itu, jangan marah-marah setiap hari dan jangan membangkang pada guru,” kata Lian Yi-han yang berusia 6 tahun.

(Mengapa harus mengikuti upacara ini?)

“Karena dapat menyucikan hati kita,” ujar Lian Yi-han.

(Mengapa harus menyucikan hati kita?)

“Karena kita harus mengubah tabiat buruk kita,” pungkas Lian Yi-han.

(Kita harus bersikap bagaimana dalam upacara?)

“Kita harus tulus. Kita juga harus bersungguh hati. Kita juga harus bersungguh hati. Dengan kesungguhan hati, kita baru bisa bersyukur pada Bodhisatwa dan berikrar untuk menolong orang-orang yang menderita,” jawab Yu Jia-hui, murid lainnya.

Para guru membimbing anak-anak dengan bijaksana sehingga anak-anak selalu berpikir untuk membawa manfaat bagi orang lain dan senantiasa mawas diri agar tidak melakukan kesalahan. Para guru kita juga mengajak anak-anak berkunjung dari rumah ke rumah untuk mengajak orang-orang mengikuti upacara pemandian rupang Buddha.

doc tzu chi

“Kita harus memberi orang lain kesempatan untuk mengikuti upacara pemandian rupang Buddha agar hati mereka dapat tersucikan,” tambah Yu Jia-hui.

(Apa yang akan terjadi setelah hati mereka tersucikan?)

“Setelah hati mereka tersucikan, tidak akan ada kejahatan dan dunia ini akan aman dan tenteram,” sambung Yu Jia-hui.

Lihatlah di Malaysia, sejak usia dini, anak-anak dibimbing untuk membina kebajikan. Selain itu, anak-anak juga bisa mawas diri serta menghindari perbuatan jahat dan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Anak perempuan itu berkata bahwa tidak boleh berkelahi dengan orang lain karena dapat menimbulkan perang. Ini karena mereka sering mendengar bahwa di seluruh dunia, ada banyak anak yang menderita karena perang. Akibat perang, ada banyak anak yang hidup dalam kondisi sulit.

Kita juga memberikan pendidikan perspektif global di taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan universitas kita. Singkat kata, kita menabur benih kebajikan ke dalam ladang batin anak-anak. Tenaga pendidik bagaikan tukang kebun, mereka harus membajak tanah, menanam benih yang baik, merapikan tanaman, dan terus mencabut rumput liar yang tumbuh. Dengan demikian, benih kebajikan baru bisa terus bertumbuh. Ini semua membutuhkan kekuatan cinta kasih.

Lihatlah Filipina. Filipina bukan negara Buddhis dan mayoritas warganya menganut agama Katolik. Namun, selama lebih dari 20 tahun ini, sumbangsih dan curahan perhatian insan Tzu Chi yang tulus telah menyentuh hati warga setempat. Tanpa memengaruhi keyakinan mereka, relawan kita berbagi ajaran kebenaran Buddha dengan mereka. Kebijaksanaan yang mereka peroleh darinya membuat mereka semakin teguh pada keyakinan mereka sekaligus bisa menghormati ajaran Buddha.

Setiap tahun, mereka dengan sepenuh hati mengungkapkan rasa syukur, rasa hormat, dan cinta kasih yang tidak membeda-bedakan agama. Mereka mengungkapkannya lewat sikap dan tindakan mereka. Ini sungguh membuat orang tersentuh. Inilah yang terjadi di Filipina.

Jadi, insan Tzu Chi pergi ke negara lain untuk menyebarkan semangat Tzu Chi dan menginspirasi relawan lokal bersumbangsih. Meski Tzu Chi Taiwan telah berdiri selama 51 tahun dan kini telah memasuki usia ke-52 tahun, tetapi kita masih memiliki ruang untuk peningkatan. Singkat kata, misi pendidikan sangatlah sulit, tetapi kita tidak pernah menyerah.

Saya berharap setiap orang bisa seperti anak-anak yang penuh cinta kasih, tahu bersyukur, dan bisa menerima ajaran kebajikan. Inilah tujuan hidup kita.

Mengikuti upacara pemandian rupang Buddha dengan hati yang tulus dan khidmat
Mempersembahkan teh dan membasuh kaki sebagai wujud rasa syukur terhadap orang tua
Membimbing dengan bijaksana dan menabur benih kebajikan
Tahu bersyukur, bisa menerima ajaran kebajikan, dan melindungi ladang batin

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 Mei 2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 20 Mei 2017
Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -