Ceramah Master Cheng Yen: Membimbing Semua Makhluk dan Meneladani Buddha dengan Kesungguhan
Para relawan lokal di Mozambik sungguh menggemaskan. Mereka melatih
diri di atas tanah berpasir. Saat angin bertiup, debu pasti akan beterbangan. Meski
berada di atas tanah yang kering dan berpasir, mereka tetap bisa dengan nyaman
dan tenang menyerap ajaran Buddha ke dalam hati.
Lihatlah kehidupan mereka. Mereka tidak memiliki kekayaan materi, tetapi
mereka memiliki tekad pelatihan dan bisa memperoleh kebahagiaan darinya. Lihatlah
mereka di sana. Saya sangat bersyukur. Ini semua berkat jalinan jodoh.
Jalinan jodoh Tzu Chi dengan Mozambik sungguh luar biasa. Seorang
perempuan dari Taiwan menikah dengan warga Mozambik. Berkat adanya perempuan
dari Taiwan ini di sana, saat jalinan jodoh matang, Tzu Chi pun mulai berakar
di sana.
Dalam beberapa tahun ini, saya sangat suka mengulas tentang
Mozambik. Kisah-kisah di sana sangat menyentuh karena warga setempat sangat
polos dan mudah berpuas diri. Mereka juga tahu
bersyukur dan bersumbangsih. Lihatlah, mereka semua menyadari, menghargai, dan
dipenuhi berkah.
Ada seorang pengusaha dari Taiwan yang memutuskan pergi ke
Mozambik untuk mengembangkan bisnisnya. Dia pergi ke sana dan memilih sebidang
lahan. Awalnya, dia sangat antusias untuk mengembangkan bisnisnya, tetapi
setelah melakukan evaluasi, dia tidak tertarik lagi. Karena itu, dia dengan
tulus menyumbangkan lahan tersebut kepada Tzu Chi.
Saya sungguh sangat tersentuh. Bisa memperoleh lahan ini, para
relawan lokal sangat bersyukur dan berpuas diri. Mereka sangat menghargainya.
“Kami
berpikir, bagaimana melakukan dekorasi dengan tempurung kelapa ini. Kami
memanfaatkan sumber daya seadanya. Di sini ada banyak pohon mangga, mungkin
bisa memanfaatkan daun mangga. Kami menguras pikiran untuk melakukan yang
terbaik. Kita harus menyucikan hati diri sendiri dan menyucikan hati orang
lain. Kita berharap masyarakat harmonis dan dunia terbebas dari bencana. Mari
kita berdoa semoga dunia bebas bencana,” kata Denise Tsai, Relawan Tzu Chi.
Lihatlah, meski tempat itu sangat sederhana, tetapi setelah
membersihkannya, mereka juga melakukan pradaksina dan ritual namaskara dengan
khidmat. Mereka menjadikannya sebagai ladang pelatihan. Mereka bekerja sama mempersiapkan
sebagian lahan dan menganggapnya sebagai Aula Jing Si.
Mereka sangat menghormati tempat itu dan selalu menjaga
kebersihannya. Sesungguhnya, itu hanyalah sebuah lahan kosong yang penuh dengan
pasir dan debu. Meski demikian, saat akan memasuki tempat itu, mereka selalu
menanggalkan sepatu dan bersujud dengan sangat khidmat.
Mereka sungguh sangat khidmat. Mereka semua bekerja sama dengan
harmonis dan menghimpun kekuatan untuk menolong sesama. Mozambik dilanda banjir
tahun ini dan saya telah melihat laporan mereka. Saya sangat mengkhawatirkan
mereka.
Mereka melaporkan bahwa mereka akan berkumpul di lahan tersebut untuk
mempersiapkan barang bantuan. Apakah mereka terkena dampak bencana? Ya. Separah
apa dampak bencana yang ditimbulkan? Lihatlah kondisi tempat tinggal warga
setempat. Ternyata, hidup setiap orang begitu kekurangan dan sulit.
Lihatlah rumah mereka yang bobrok. Rumah mereka yang semula sudah
bobrok diterjang badai lagi kali ini. Saya sungguh tidak tega melihatnya. Karena
itu, saya berpikir untuk mengirimkan barang bantuan pada mereka. Saya juga
ingin membalas budi mereka atas sumbangsih mereka. Mereka sudah memiliki
kekayaan batin.
Kekayaan batin yang sering saya ulas adalah tentang para relawan
kurang mampu yang bersedia bersumbangsih dan mempraktikkan ajaran Buddha dengan
taat. Para relawan di Mozambik sangat kekurangan, tetapi mereka sepenuh hati
mendedikasikan diri dengan kekuatan cinta kasih. Rasa syukur, hormat, dan cinta
kasih.
Benar, kekuatan
spiritual saya berasal dari rasa
syukur, hormat, dan cinta kasih. Alangkah baiknya jika
setiap orang dapat bersyukur. Bersyukur
hidup kita dipenuhi berkah, bersyukur
kita didampingi
oleh banyak Bodhisatwa, dan bersyukur kita bisa menyadari berkah setelah
melihat penderitaan.
Kita juga harus bersyukur kita mampu bersumbangsih dan melenyapkan
penderitaan semua makhluk. Kita harus percaya pada hukum sebab akibat. Kondisi
kehidupan yang akan datang bergantung pada kehidupan sekarang. Pernahkah kita
menyia-nyiakan waktu? Pernahkah kita kehilangan arah? Sudahkah kita berbalik dan
kembali menuju arah yang benar? Sudahkah kita menggenggam waktu untuk
mengakumulasi karma baik?
Kita harus mengakumulasi karma baik dan menggarap ladang berkah untuk kehidupan mendatang. Apa
pun yang kita miliki di kehidupan sekarang, janganlah kita melekat padanya. Dharma
yang berkondisi meliputi segala perbuatan kita. Kita hendaknya melakukan hal
yang benar tanpa melekat pada apa pun. Karena dengan begitu, kita baru bisa merealisasi
Dharma yang tak berwujud.
Dengan memahami Dharma yang tak berkondisi ini, hati kita baru
bisa tersucikan. Tanpa kemelekatan dan noda batin, hati kita baru bisa merasa
tenang. Setelah bersumbangsih, janganlah kita melekat pada apa yang telah kita
lakukan karena kita harus bersumbangsih tanpa pamrih serta penuh syukur,
hormat, dan cinta kasih. Dengan begitu, kita akan terbebas dari kemelekatan dan
noda batin.
Tidak ada orang yang bersalah pada kita karena kita tidak melekat
pada apa pun. Jika sesuatu itu benar, maka lakukan saja. Inilah Dharma yang
tidak berkondisi. Segala sesuatu adalah kosong, tetapi di dalam kekosongan itu,
terdapat eksistensi. Sungguh, terdapat eksistensi.
Bodhisatwa sekalian, kalian harus mengerahkan kekuatan cinta kasih
untuk melakukan hal yang benar. Kita harus mengerahkan kekuatan cinta kasih untuk
bersumbangsih. Kita harus memiliki tekad yang teguh dan ikrar agung. Saya berharap setiap orang dapat
senantiasa mengingat kata-kata ini.
Kalian harus memiliki tekad yang teguh dan ikrar agung untuk
menumbuhkan akar kebajikan. Kalian harus bersungguh-sungguh menumbuhkan akar
kebajikan kalian agar tertanam semakin dalam. Saat terjun ke tengah masyarakat,
kalian harus bekerja sama dengan harmonis. Dengan menghimpun kekuatan banyak
orang, kalian baru bisa menjalankan misi Tzu Chi di negara masing-masing.
Karena itu, semua orang harus bekerja sama dengan harmonis dan
memperlakukan satu sama lain dengan tulus. Kita semua harus menggunakan
ketulusan untuk membimbing semua makhluk, menggunakan kebenaran untuk memutus
noda batin, dan menggunakan kesungguhan untuk mencapai kebuddhaan. Kita harus
tulus, benar, yakin, dan
bersungguh-sungguh.
Kita juga harus memiliki Empat Pikiran Tanpa Batas. Selain itu,
kita juga harus membangun ikrar untuk mempraktikkannya secara nyata. Jadi, kita
harus bersumbangsih dengan cinta kasih dan memperlakukan satu sama lain dengan tulus.
Kita harus mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan serta melatih diri dengan
tekun.
Bersumbangsih tanpa melekat pada apa yang telah dilakukan
Memiliki tekad yang teguh dan ikrar agung untuk menumbuhkan akar kebajikan
Membimbing semua makhluk dan meneladani Buddha dengan kesungguhan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 30 April 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina