Ceramah Master Cheng Yen: Membina Kebajikan dan Kembali pada Hakikat Sejati


Kita bisa melihat perang antara Rusia dan Ukraina. Entah perpaduan sebab dan kondisi seperti apa yang memicu peperangan antara kedua negara ini. Jika terus mengejar nafsu keinginan hingga melampaui batas karena ketamakan, manusia akan saling bertikai demi memenuhi harapan dan nafsu keinginan diri sendiri. Nafsu keinginan tak berwujud. Setiap orang memiliki nafsu keinginan masing-masing, tetapi semuanya ingin menikmati kesenangan duniawi. Semuanya tertipu oleh rupa.

Contohnya, Rusia punya namanya sendiri. Begitu pula dengan Ukraina. Ukraina juga punya namanya sendiri. Kedua negara ini berada di kolong langit dan di atas bumi yang sama, tetapi dibatasi oleh sebuah garis perbatasan. Satu sisi adalah wilayah Rusia dan sisi lainnya adalah wilayah Ukraina. Bukankah keduanya berada di kolong langit yang sama? Hanya saja, hati manusia bergejolak dan timbul keinginan untuk menguasai wilayah lain.

Sebersit pikiran yang menyimpang dapat memicu serangkaian perbuatan buruk yang menimbulkan ketidaktenteraman dan mendatangkan rasa tidak aman. Terlebih lagi, ini dapat menimbulkan bencana akibat ulah manusia atau peperangan. Masyarakat yang tidak bersalah terpaksa mengungsi dari kampung halamannya. Mereka kehilangan rumah dan anggota keluarga. Segalanya hancur.


Bodhisatwa sekalian, lihat, dunia ini penuh penderitaan. Karena itu, Buddha membabarkan penderitaan, sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan. Ini adalah prinsip kebenaran. Inilah ajaran pertama yang dibabarkan oleh Buddha setelah mencapai pencerahan.

Dalam Sutra Nirvana juga dikatakan bahwa sebelum wafat, Buddha membabarkan Empat Kebenaran Mulia dan 12 Sebab Musabab yang Saling Bergantungan yang berawal dari kegelapan batin yang memicu dorongan karma dan seterusnya hingga membentuk 12 mata rantai. Dalam fase lahir, tua, sakit, dan mati, kita terus menciptakan karma. Tidak ada yang bisa dibawa pergi, hanya karma yang selalu menyertai. Demikianlah satu kehidupan berlalu.

Karma akan terus terakumulasi dari kehidupan ke kehidupan. Saat kekuatan karma buruk kolektif semua makhluk mencapai titik tertentu, orang-orang yang semula hidup damai pun dilanda perang akibat timbulnya kegelapan batin. Saat karma ini berbuah, mereka pun menghadapi kehancuran dan terpaksa mengungsi. Mereka juga kehilangan orang yang dikasihi. Mereka sangat tidak berdaya. Seperti inilah dunia ini.

Kemarin saya bertemu dengan insan Tzu Chi secara daring. Mereka berkumpul di Polandia. Untuk apa insan Tzu Chi berkumpul di sana? Untuk menolong para pengungsi di sana.


“Berasal dari negara mana pun, kami semua merasa terhormat dapat melayani di sini. Tidak peduli berasal dari Taiwan, Kanada, Amerika Serikat, Polandia, atau Jerman serta apa pun keyakinan dan warna kulit kami, tujuan kami hanya satu, yaitu membantu warga Ukraina,”
kata Larysa Relawan Caritas Polandia.

“Terasa lebih akrab saat saya menggunakan bahasa Ukraina. Jadi, saya berusaha setiap hari belajar satu kata bahasa Ukraina agar mereka merasakan keakraban di negeri asing,” kata Feng Qian-ming relawan Tzu Chi Prancis.

Saya sudah berkali-kali mengikuti kegiatan pembagian bantuan. Namun, kali ini sangat berkesan bagi saya karena saya juga pernah pergi ke Prancis dengan status pengungsi. Jadi, saya bisa memahami perasaan ketika mereka berada di tempat yang asing bagi mereka, tidak ada kenalan dan tempat untuk bersandar, serta terdapat kendala bahasa. Hari itu, saya melihat seorang nenek yang berdiri diam setelah menerima kartu belanja dan selimut yang kita berikan. Saat saya melihat ekspresinya, air mata saya pun tak tertahankan. Maaf,” kata Kuang Ling-fang relawan Tzu Chi Prancis.

Sungguh, ada banyak penderitaan di dunia. Karena itu, setelah melihat penderitaan, kita hendaknya menyadari berkah. Setelah menyadari berkah, kita harus menciptakan berkah.

Kita bisa melihat sekelompok relawan bersungguh hati menciptakan berkah dengan membuat bacang untuk bazar. Mereka mengumpulkan dana sedikit demi sedikit untuk menolong sesama. Saya sangat bersyukur. Melihat itu, hati saya pun tenang. Selama tidak memengaruhi kehidupan diri sendiri, kalian bisa membangun tekad untuk bersumbangsih. Ini sangat diperlukan.


Insan Tzu Chi dari berbagai negara berkumpul di Polandia untuk bersumbangsih. Kita yang berada di tempat aman hendaknya mendukung mereka dengan memberikan bantuan berupa materi. Sekarang yang paling dinantikan para pengungsi adalah jalan pulang. Kemarin saya mendengar bahwa para pengungsi berkumpul di suatu tempat untuk berdoa dan berterima kasih kepada Tzu Chi. Mereka juga memiliki satu harapan, yakni bisa pulang ke kampung halaman.

Saat bertemu dengan mereka secara daring hari itu, saya berkata bahwa antarmanusia harus bersatu hati dan sama-sama bertutur kata baik. Kita harus bertutur kata baik dan membabarkan Dharma. Bagaimana agar bisa tenteram dalam kehidupan ini? Lebih banyak bertutur kata baik dan membimbing orang untuk menjadi Bodhisatwa. Ini sangatlah penting.

Mereka yang berada di Polandia juga melakukan gerakan yang melambangkan kesatuan hati ini. Meski terkendala bahasa, mereka tahu bahwa mereka harus bersatu hati agar lebih mudah menemukan jalan pulang. Baik. Intinya, setiap orang memerlukan jalan pulang. Kita perlu pulang ke rumah Buddha, yakni sifat hakiki yang ada dalam diri setiap orang. Rumah ini adalah rumah yang aman dan tenteram bagi semua makhluk. Saya berharap semuanya dapat bersatu hati dan senantiasa bersungguh hati.  

Konflik antarnegara terjadi karena karma buruk kolektif  
Mengungsi dari kampung halaman membuat hati bimbang akan arah tujuan
Menyadari berkah setelah melihat penderitaan dan membangkitkan ikrar bersama
Membina kebajikan dan kembali pada hakikat sejati                   
  
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 30 Mei 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 01 Juni 2022
Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -