Ceramah Master Cheng Yen: Membina Keluhuran, Memupuk Karma Baik, dan Kembali Menciptakan Berkah


Tzu Chi berjuang demi ajaran Buddha dan semua makhluk. Tzu Chi berawal dari Griya Jing Si. Selain menyebarkan silsilah Dharma Jing Si, kita juga membuka pintu mazhab Tzu Chi. Kita membuka pintu mazhab Tzu Chi bagi orang banyak. Kita juga memiliki Aula Jing Si yang dibangun dengan kekuatan cinta kasih banyak orang.

Setiap potong bata dan setiap sak semen, semuanya dihimpun dengan kesatuan hati. Namun, lihatlah dekorasi dan lantai kita. Bukankah semuanya berasal dari sumber daya alam? Selembar panel kayu juga berasal dari hutan yang luas. Bisa digunakan untuk apakah panel kayu yang berasal dari hutan ini? Ia bisa digunakan sebagai material bangunan, perabot, dan berbagai jenis barang lainnya. Makin banyak kegunaannya, makin banyak pula pohon yang akan ditebang.

Melakukan reforestasi tidak semudah menebang pohon. Butuh puluhan tahun bagi sebatang pohon untuk bertumbuh. Kini, bahkan pohon berusia ratusan dan ribuan tahun di pegunungan pun telah ditebang. Zaman sekarang, kita dapat menikmati kemajuan teknologi. Namun, apakah kita telah menggunakan sumber daya alam secara berlebihan? Apakah kita telah menggunakan sumber daya alam yang seharusnya digunakan oleh anak cucu kita? Pikirkanlah hal ini.


Kini, kita bisa melihat berbagai wilayah perkotaan yang terus mengalami kemajuan. Namun, yang mengkhawatirkan ialah pertumbuhan pohon-pohon di hutan tidak secepat penebangan pohon. Alam telah mengalami kerusakan di mana-mana. Karena itu, saya sangat khawatir. Yang bisa saya katakan pada kalian ialah kita hendaknya berpola hidup hemat dan menghargai barang yang kita gunakan. Mari kita menginventarisasi nilai kehidupan kita.

Pohon dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai material bangunan dan sebagainya. Bagaimana dengan kita? Apakah manfaat kita sebagai manusia? Adakalanya, saya mendengar orang berkata, "Saya dimanfaatkan orang." Saya merasa bahwa seseorang dapat dimanfaatkan karena dirinya bernilai. Dapat dimanfaatkan berarti bernilai. Namun, jika kita dapat memanfaatkan diri sendiri, nilai kehidupan kita akan makin besar.

Bodhisatwa sekalian, mari kita bertekad dan berikrar untuk bersumbangsih. Tetes-tetes sumbangsih kita bagaikan tetesan air yang dapat memenuhi guci dan mengalir ke dalam sungai dan lautan. Demikianlah kita menciptakan pahala yang tak terhingga dan seluas lautan. Sungguh, pahala kita seluas lautan.


Bodhisatwa sekalian, kita harus berusaha untuk menjaga lingkungan sekitar kita agar damai dan tenteram. Ini sangatlah penting. Menciptakan berkah hendaknya dijadikan kebiasaan. Di Griya Jing Si, saat masuk ke ruang makan, kita bisa melihat beberapa kalimat di dinding. "Hitunglah berapa banyak jasa di balik makanan ini dan renungkan dari mana ia berasal." Saat hendak makan, saya berpikir, "Apakah yang telah saya lakukan hari ini? Apakah itu bermanfaat bagi orang-orang?" Saat beranjali, inilah yang pertama saya pikirkan.

Lalu, saya merenungkan dari mana makanan itu berasal. Petani yang menanam padi dan sayuran telah bersusah payah. Saya bersyukur pada mereka. Kita memikirkan dari mana padi dan sayuran berasal. Lalu, renungkanlah keluhuran diri sendiri. Sebanyak apa kita bersumbangsih bagi sesama? Fungsi apakah yang kita jalankan? Pikirkanlah semua ini baik-baik dan mengingatnya di dalam hati.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus memiliki pedoman. Inilah yang disebut membina keluhuran. Jadi, kita harus bersungguh hati merenungkan keluhuran diri sendiri. Kita harus tahu bahwa setiap potong sayuran yang dimakan berasal dari jerih payah banyak orang. Kita harus merenungkan dari mana makanan berasal. Setelah merenungkan keluhuran diri sendiri, bertanyalah pada diri sendiri apakah kita layak menerima semua makanan itu.

Saat tangan saya memegang semangkuk nasi, saya mendapati bahwa mangkuk itu sangat indah. Mangkuk itu terbuat dari tanah liat dan dibentuk oleh manusia. Proses pembuatannya membutuhkan tanah liat, air, tenaga manusia, dan tungku pembakaran. Setelah tahu bahwa diri kita layak menerima makanan atau tidak, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Ini disebut menjaga pikiran dan menghindari kesalahan.


Kita harus mencegah diri sendiri melakukan kesalahan dengan menjaga ucapan dan perbuatan. Janganlah kita tamak secara berlebihan. Kita memiliki sesuatu berkat adanya berkah. Kita telah menciptakan berkah di kehidupan lampau dan harus terus menciptakan berkah di kehidupan sekarang. Jika tidak, bagaimana bisa kita memiliki keluhuran yang layak untuk menerima makanan? Kita harus menjaga pikiran, menghindari kesalahan, serta menekan ketamakan dan sebagainya.

Mengapa kita melakukan kesalahan? Kita melanggar hati dan pikiran kita sehingga melakukan hal yang melampaui batas. Karena itu, kita harus menjaga pikiran dan menghindari kesalahan. Pernahkah kita melampaui batas dalam bertindak? Saat kita melakukan sesuatu dan menghasilkan keuntungan, kita menginginkan keuntungan yang lebih besar. Saat kita memiliki angka satu, kita menginginkan satu angka nol di belakangnya. Apakah satu cukup? Kita menginginkan satu lagi. Namun, itu juga belum cukup. Kita terus menginginkan lebih banyak dan tidak ada habisnya.

Dalam menjaga pikiran dan menghindari kesalahan, kita harus mencegah diri sendiri melampaui batas. Janganlah kita hidup nyaman secara berlebihan dan terus mengejar kenikmatan hidup. Saat dipenuhi berkah, kita hendaknya segera menciptakan berkah untuk kehidupan mendatang. Kita dipenuhi berkah karena memiliki jalinan jodoh baik. Ada banyak orang yang menderita dan kita hendaknya bergerak untuk membantu mereka. Ini disebut menciptakan berkah.

Akumulasi tetes demi tetes sumbangsih membentuk lautan pahala
Senantiasa membina rasa syukur dan melindungi Bumi
Menghargai sumber daya alam dan memanfaatkannya dengan baik
Membina keluhuran, memupuk karma baik, dan kembali menciptakan berkah

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 02 Desember 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 04 Desember 2024
Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -