Ceramah Master Cheng Yen: Membina Welas Asih dan Kekuatan Ikrar Setelah Melihat Penderitaan
Pada tahun 2009, Topan Morakot menerjang Taiwan. Bodhisatwa sekalian, kenangan tentang kondisi saat itu sangat memilukan, tetapi juga menunjukkan nilai kehidupan. Sepuluh tahun yang lalu, saya bersyukur dan merasa kagum dari lubuk hati saya. Bagaimana relawan kita merampungkan pembangunan Perumahan Cinta Kasih?
Saat memasuki Perumahan Cinta Kasih, kita menginjak tanah yang sangat rata. Para relawan kita menyusun setiap potong konblok dengan cinta kasih. Kita menggunakan konblok agar bumi dapat bernapas dan saat turun hujan, air hujan dapat diserap oleh tanah. Saat mendirikan Perumahan Cinta Kasih, kita juga mempertimbangkan kondisi lingkungan.
Lirik lagu “Sepuluh Jalan Batin” ditulis oleh saya. Saya menulis lirik lagu ini karena pascatopan, pembangunan rumah permanen ini mengalami berbagai rintangan dan timbul berbagai perasaan dalam hati saya. Saya menulis satu atau dua kalimat tentang apa yang saya rasakan. Secara keseluruhan, saya menulis 10 jenis perasaan yang saya rasakan. Inilah yang disebut “Sepuluh Jalan Batin”.
Jadi, saya tetap berharap kita dapat mengenang dan berbagi tentang hal yang pernah kita lakukan. Ini bukan untuk memamerkan betapa banyaknya kontribusi Tzu Chi, melainkan untuk membimbing dan menginspirasi cinta kasih orang-orang. Ini bukan untuk memamerkan betapa banyaknya kontribusi Tzu Chi, Orang yang tidak memiliki kesan mendalam terhadap bencana 10 tahun yang lalu juga hendaknya mendengar kisah yang menyentuh serta penuh kehangatan dan cinta kasih ini.
Buddha mengajari kita untuk mengasihi tanpa memandang jalinan jodoh. Ini bukan sekadar teori, tetapi harus dipraktikkan secara nyata. Yang harus kita kenang dari Topan Morakot ialah ketulusan orang-orang dalam menolong orang yang menderita. Saat melihat orang lain menderita, apakah cukup hanya berempati pada mereka? Jangan hanya berbicara tentang memberikan bantuan, kita harus bertindak secara nyata.
Tokoh masyarakat yang berpartisipasi dalam proyek pembangunan Perumahan Cinta Kasih sangat banyak dan tak terhitung jumlahnya. Orang-orang yang ahli di bidang pembangunan berpartisipasi tanpa pamrih. Orang-orang di luar bidang ini juga memberi pendampingan dengan segenap hati dan membantu dengan segenap tenaga sehingga yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Ada pula yang melakukan pekerjaan berat yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Bencana Topan Morakot terjadi 10 tahun yang lalu, sedangkan gempa 21 September 1999 terjadi 20 tahun yang lalu. Saya selalu berkata pada kalian bahwa bukan hanya jangan melupakan gempa 21 September 1999, Tzu Chi memikul tanggung jawab besar untuk penyaluran bantuan bencana pada tahun itu, termasuk penyaluran bantuan internasional di Kosovo yang dilanda bencana akibat ulah manusia.
Selain itu, saat itu insan Tzu Chi juga menyalurkan bantuan di Turki yang diguncang gempa dahsyat pada tanggal 17 Agustus 1999 yang menimbulkan puluhan ribu korban jiwa dan luka-luka. Saat itu, kita melakukan penggalangan dana untuk mengajak orang-orang membantu korban bencana di Turki. Kita mengajak orang-orang di seluruh dunia untuk turut berpartisipasi.
Pada tahun yang sama, demi korban gempa 21 September 1999, insan Tzu Chi di berbagai negara juga terjun ke jalan dengan membawa kotak dana untuk mengajak orang-orang membantu para korban gempa memulihkan kampung halaman. Dalam waktu kurang dari tiga tahun, kita merampungkan pembangunan kembali 50 gedung sekolah di lokasi bencana. Selain memberikan bantuan bencana, kita juga membantu pembangunan kembali 50 gedung sekolah.
Apakah saat itu kita memiliki uang? Tidak, tetapi saya berkata, “Kita yakin bahwa kita tidak memiliki pamrih dan setiap orang memiliki cinta kasih.” Semua orang bergerak untuk membantu. Mereka yang berada di tempat yang jauh dan tidak bisa menjangkau lokasi bencana menggalang dana di tengah masyarakat dan menginspirasi cinta kasih di komunitas.
Di Tzu Chi, kita giat mempraktikkan jalan kebenaran. Kita berpegang pada semangat dan filosofi Buddha untuk menerapkan Dharma dalam kehidupan sehari-hari dan terjun ke tengah masyarakat. Inilah ajaran Jing Si. Mazhab Tzu Chi ialah membentangkan jalan di tengah masyarakat. Bagi orang yang tidak mengenal Tzu Chi, kita terlebih dahulu membentangkan jalan dengan mengajak mereka menjadi donatur. Kita mengajak mereka untuk turut menolong orang-orang yang menderita.
Jika mereka bersedia berbuat baik bersama kita, berarti kita telah membuka Jalan Tzu Chi. Kita harus membuat donatur lebih mengenal Tzu Chi. Banyak relawan Tzu Chi yang bermula dari menjadi donatur dan bersumbangsih selangkah demi selangkah hingga sungguh-sungguh bisa merasakan niat untuk menolong sesama dan sukacita yang diperoleh setelah bersumbangsih. Berkat sumbangsih mereka, orang yang menderita tertolong. Mereka yang menolong sesama juga merasakan sukacita. Demikianlah Bodhisatwa.
Menolong sesama ialah akar dari kebahagiaan. Setelah menjadi donatur, mereka semakin memahami Tzu Chi. Dengan berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi, mereka perlahan-lahan memahami Tzu Chi sehingga bersedia mengikuti pelatihan relawan hingga akhirnya dilantik. Karena itu, kita harus menggenggam waktu untuk membina jiwa kebijaksanaan kita.
Ingatlah, setiap detik merupakan sejarah dalam kehidupan kita. Kita harus bersungguh-sungguh menulis sejarah yang berharga setiap detik. Saya berharap kalian dapat mengenang dan berbagi pengalaman kalian, bukan hanya kepada para relawan junior, tetapi juga kepada anak cucu kalian. Mereka harus tahu bagaimana bersumbangsih bagi dunia.
Jangan melupakan sejarah penyaluran bantuan bencana
Semua orang bersatu hati untuk mendirikan rumah bagi korban bencana
Membina welas asih dan kekuatan ikrar setelah melihat penderitaan
Mengenang sejarah Tzu Chi dan mewariskannya hingga selamanya
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 10 Maret 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 12 Maret 2019