Ceramah Master Cheng Yen: Membuka Pintu Hati dengan Ketulusan, Kebenaran, dan Keyakinan

“Kami tim relawan dari Wilayah Pelabuhan Taichung. Kami sangat berterima kasih kepada panitia kamp yang telah memberi kami tanggung jawab penjemputan kali ini. Untuk membuat para peserta merasa seperti kembali ke rumah sendiri, kami sangat berusaha untuk membuat pengaturan. Kami tak berharap bahwa perjalanan kali ini membuat mereka merasa sangat lelah. Jadi, kami pun membuat pengaturan setelah tiba di bandar udara, 2 jam kemudian mereka sudah bisa tiba di Kantor Cabang Tzu Chi Taichung. Setiap hari tim relawan dari satu Heqi menjemput satu kali. Selain itu, kami terus saling mengingatkan untuk memperhatikan keselamatan di perjalanan agar relawan dari luar negeri bisa tibadengan selamat di Kantor Cabang Tzu Chi Taichung,” kata Wang Zhen-liang, Relawan Tzu Chi.

“Dahulu kakak-kakak dari Taoyuan yang membantu kami dalam hal ini. Tahun ini kami relawan dari Taichung mencoba untuk melakukannya sendiri. Saya sangat berterima kasih kepada kakak-kakak dari Taoyuan yang telah mendampingi dan membimbing kami,” ujar Li Yong-qing, Relawan Tzu Chi.

Sangat tidak mudah. Semua orang bisa berkumpul dan bekerja sama dengan baik. Ini sungguh sangat baik.

“Pertama-tama, kami melakukan pembersihan Aula Jing Si Taichung agar keluarga Tzu Chi yang kembali dari luar negeri bisa merasakan bahwa Aula Jing Si Taichung merupakan tempat pelatihan yang penuh dengan Dharma. Kami berharap apa yang mereka dengar dan lihat di Taichung, ajaran Master, serta pengalaman yang mereka dapat, bisa dibawa ke negara tempat tinggal  mereka dan dipraktikkan di tengah masyarakat. Semoga mereka dapat menyebarkan ajaran Master. Kali ini kami tim akomodasi menyiapkan sepasang kaus kaki berwarna putih dan sepasang alas kaus kaki berwarna biru yang melambangkan harapan semoga setelah  keluarga Tzu Chi luar negeri kembali ke negara tempat tinggal masing-masing, bisa menapaki Jalan Bodhisatwa dengan langkah yang mantap, “ kata Xie Jin-feng, Relawan Tzu Chi.


Kekuatan cinta kasih seperti ini harus dilatih.  Semua orang harus bekerja sama setiap saat. Kalian bisa melatih diri lewat kerja sama dalam mempersiapkan kamp bagi relawan dari luar negeri. Peserta kamp kali ini berasal dari 24 negara dan wilayah. Mereka memiliki latar belakang dan cara hidup yang berbeda-beda. Meski begitu, ketulusan kita telah membuat mereka merasa sangat puas.

“Berhubung peserta kamp dari Honduras kali ini tak berani memakan sayuran berwarna merah dan hijau, maka mereka secara khusus berpesan kepada kami untuk menyiapkan sayur kol dan kembang kol setiap kali makan. Kami pun memenuhi permintaan mereka dengan sukacita sehingga mereka merasakan kehangatan,” terang Kakak Liu Yi-shan dari tim konsumsi berbagi pengalaman.

Lihatlah betapa perhatiannya relawan kita. Relawan yang mendampingi mereka datang memahami kebiasaan hidup mereka. Inilah keluarga Tzu Chi. Relawan yang mendampingi mereka datang memberi tahu relawan di Taiwan tentang kebiasaan hidup mereka agar relawan di Taiwan bisa melakukan persiapan dengan baik. Inilah kerja sama yang baik. Itu sungguh sangat sulit. Namun, di dalam organisasi kita, itu tidaklah sulit karena ada insan Tzu Chi senior selalu mendampingi dan membimbing dengan tulus. Relawan yang kembali kali ini juga bersumbangsih di negara tempat tinggal mereka.

Kita juga mendengar Xi-fang berbagi tentang bagaimana mereka menjalankan Tzu Chi di Sint Maarten. Di Sint Maarten, keluarganya merupakan satu-satunya keluarga yang mengenal Tzu Chi. Dia mengembangkan semangat Tzu Chi di sana dan memberi perhatian dengan cinta kasih di pulau itu. Badai kali ini hampir menghancurkan seluruh pulau itu. Semua orang terjebak dalam kelaparan karena pulau itu hampir seluruhnya rusak dan tak ada makanan yang bisa dimakan. Dia pun menyediakan roti bagi korban bencana karena dia memiliki toko roti di sana.

Awalnya, suaminya keberatan dia terus menjalankan Tzu Chi. Namun, setelah terjadi badai, suaminya berinisiatif menyediakan roti gratis. Setelah beberapa hari, Xi-fang sendiri merasa tak enak hati terhadap suaminya karena orang yang datang sangat banyak.


“Saya sangat berterima kasih kepada suami saya. Pada hari pertama kami sudah membuat banyak roti, lalu di hari kedua dan ketiga kami membuat roti dengan biaya 2-3 ribu dolar AS. Satu potong roti memiliki harga 1 dolar AS, berarti kami telah menghabiskan 3.000 dolar AS per hari, dan selama 4 hari kami sudah menghabiskan lebih dari 10.000 dolar AS. Karena saya sangat mencintai Tzu Chi, apa pun bisa saya berikan, tetapi saya harus menghormati suami saya,” Relawan Tzu Chi, Kakak Zhu Xi-fang, yang bertanggung jawab di Sint Maarten berbagi pengalaman.

“Saya berkata, "Apakah tidak apa-apa? Kita sudah membuat 10.000 potong roti." Dia menjawab, "Tidak masalah." Saya lalu berkata, "Jika menjualnya, kita bisa mendapatkan uang." Saat itu dia menjawab, "Mencari uang dalam kondisi seperti ini, apakah otakmu bermasalah? Sekarang adalah saatnya untuk bersumbangsih." Saya berkata, "Jika kamu terus seperti ini, uang kamu akan habis semua." Dia menjawab, "Saya datang ke dunia ini juga tak membawa apa-apa. Dalam kondisi seperti ini, uang bukanlah prioritas. Sekarang kamu jangan bicarakan ini lagi." Saya sangat berterima kasih padanya,” sambungnya.

Bebannya sungguh terlalu berat karena orang yang membutuhkan terlalu banyak. Setelah mengetahuinya, saya segera memberi tahu dia bahwa selanjutnya Tzu Chi yang akan bertanggung jawab atas penyaluran bantuan. Tzu Chi akan segera mentransfer dana kepadanya dan barang bantuan bencana akan segera dikirimkan. Inilah kesungguhan hatinya dalam menjalankan hal ini. Di saat warga setempat berada dalam kondisi sulit, ada Tzu Chi yang mendukungnya.

Berhubung beras yang kita kirimkan ke sana terbatas, dia membagikan 3 gelas beras kepada setiap penerima sambil berbagi 3 kalimat baik, yaitu batin berpikiran baik, tubuh berbuat kebajikan, dan mulut bertutur kata baik. Dengan cara seperti ini, kita membantu mereka yang membutuhkan dan membimbing mereka untuk berbuat kebajikan. Di saat membantu orang, kita juga berbagi Dharma. Ini disebut membimbing orang dengan Dharma.

Kita telah melihat ketulusan di dunia. Dengan ketulusan, kita membangun ikrar agung  untuk menyelamatkan semua makhluk. Bukankah ini lirik dari Himne Ajaran Jing Si? Kita sudah melakukannya. Ketika kita berinteraksi dengan sesama, tak terelakkan akan timbul noda batin. Namun, sebagai insan Tzu Chi, kita tahu dengan jelas tujuan kita ialah membimbing semua makhluk. Jadi, kita harus mengatasinya dan berikirar untuk melenyapkan semua noda batin.

Untuk melakukan itu, kita harus menjaga pikiran kita agar selalu berada di arah yang benar serta penuh ketulusan dan keyakinan. Kita harus yakin bahwa Jalan Buddha adalah kebenaran sesungguhnya yang ingin kita capai. Jadi, dengan kesungguhan, kita membangun ikrar untuk mencapai kebuddhaan. Kita harus belajar dan menerima ajaran Buddha serta menerapkannya di dunia.

Kali ini, selama perjalanan saya dari Taipei hingga Taichung, saya melihat insan Tzu Chi dari 30 negara dan wilayah. Para relawan setempat yang mengemban tanggung jawab saling bekerja sama dengan baik. Yang lebih menyentuh ialah insan Tzu Chi dari wilayah selatan dan utara Taiwan juga datang membantu. Dalam proses penjemputan relawan, mereka bekerja sama dengan satu hati, harmonis, dan saling mengasihi. Semuanya seperti satu keluarga.


Saya sungguh sangat bersyukur. Saya bersyukur bahwa tak peduli bencana besar ataupun bencana kecil yang terjadi di dunia, insan Tzu Chi selalu berusaha sebisa mungkin untuk membantu. Kita hanya memiliki satu harapan, yaitu masyarakat harmonis dan dunia bebas dari bencana. Semua itu harus dimulai dari menyucikan hati manusia. Untuk itu, ketika saya membabarkan Sutra, semua orang harus menyerapnya dan membangun ikrar agung dari lubuk hati yang terdalam. Ini disebut membuka Jalan Bodhisatwa. Dengan membuka pintu hati kita dan tidak membiarkan hati menjadi sempit, barulah kita bisa merangkul semua orang di dunia.

Kali ini saya sangat bersyukur terhadap diri sendiri karena bisa berjalan selangkah demi selangkah. Meski langkah saya tak stabil, saya tetap berusaha berjalan dengan baik. Saya akan berusaha sepenuh hati. Saya ingin memberi tahu semua orang bahwa kita harus memanfaatkan kehidupan dan menggenggam waktu yang ada. Untuk menyucikan hati manusia, kita harus menggenggam waktu dan memanfaatkan kehidupan kita.

 

Mewariskan ajaran Buddha di dunia

Membantu dan membimbing semua makhluk dengan tulus

Melatih diri dengan bekerja sama dan saling mendukung

Membuka pintu hati dengan penuh ketulusan, kebenaran, dan keyakinan

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 November 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 29 November 2018

Editor: Khusnul Kotimah

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -