Ceramah Master Cheng Yen: Mementaskan Adaptasi Sutra Teratai dengan Ketulusan Hati


Saya sangat berterima kasih kepada Grup Opera Tang Mei Yun Taiwan dan U-Theatre. Mereka adalah seniman berstandar internasional dengan pertunjukan teater yang luar biasa. Kedua grup ini bekerja sama mementaskan Sutra Teratai di atas panggung. Saya dapat merasakan ketulusan hati mereka ketika melihat proses latihan kemarin. Mereka telah berusaha semaksimal mungkin dan saya sangat memuji mereka.

Dengan hati yang tulus, para relawan mengajak saya melihat proses latihan. Mereka memerlukan kerja sama yang tinggi untuk menampilkan makna Sutra Teratai dengan keindahan unsur seni di atas panggung. Saya sungguh kagum dengan ketulusan hati mereka. Saya juga menaruh harapan besar kepada mereka dan menantikan untuk melihat inti sari ajaran Buddha yang akan dipentaskan di atas panggung.

Lewat ceramah, orang-orang mungkin hanya mendengar sebagian. Mereka hanya mendengar sambil lalu dan setelah itu melupakannya. Namun, melalui pementasan, isi Sutra dapat ditampilkan secara lengkap. Lewat pertunjukan beberapa jam di atas panggung, para peserta akan mengingatnya dengan jelas dan saya yakin itu akan membekas dalam ingatan mereka.


Saya berharap makna Sutra yang ditampilkan tidak dianggap sebagai pertunjukan semata. Saya berharap semua orang dapat menyerap makna Dharma ini ke dalam hati dan pikiran mereka sehingga mereka dapat memahami penderitaan di dunia. Sesungguhnya, apa pun Sutra yang dibabarkan, dalam semua khotbah Dharma-Nya di dunia, Buddha selalu berbicara tentang penderitaan, ketidakkekalan, dan kekosongan.

Kehidupan ini memang penuh dengan penderitaan. Penderitaan bersumber dari ketidakkekalan dan kekosongan—lahir, tua, sakit, mati; pembentukan, kelangsungan, kerusakan, kehancuran. Inilah kebenaran yang sesungguhnya. Buddha menggunakan banyak cara untuk membangkitkan kesadaran batin semua makhluk.

Belakangan ini, saya melihat foto-foto dari Nepal. Mereka mengambil foto udara dengan sungguh-sungguh. Kita memiliki sekelompok relawan dari Singapura dan Malaysia yang sangat perhatian. Mereka tahu bahwa saya ingin memahami lebih dalam tempat kelahiran Buddha dan bersumbangsih di sana.

Ajaran Buddha yang kita kenal sekarang berasal dari Pangeran Siddhartha yang lahir 2.500 tahun lalu. Beliau meninggalkan kehidupan duniawi, mencapai pencerahan, dan menyadari kebenaran alam semesta. Sekarang, saya membayangkan kembali zaman Buddha, lalu membandingkan kehidupan masa itu dan masa kini.


Kondisi kehidupan di Nepal tidak banyak berubah. Kita tidak dapat mengatakan bahwa tempat itu dahulu amat tertinggal dan kini telah maju. Nyatanya, kondisi daerah itu saat ini masih sama dengan masa lalu. Inilah yang kita pelajari dari para relawan Tzu Chi Malaysia dan Singapura yang sudah pernah pergi langsung ke sana. Saya sangat sedih dan tak sampai hati melihat kondisi mereka. Inilah mengapa saya berpikir bahwa mereka terus menderita.

Sekarang, kita merasa tidak berdaya karena tidak tahu harus memulai dari mana untuk bisa mengubah dan meningkatkan taraf hidup para warga yang tinggal di tanah kelahiran Buddha. Inilah yang selalu ada dalam pikiran saya. Kehidupan mereka tampak penuh penderitaan. Nyatanya, mereka memang sungguh menderita. Penderitaan inilah yang membuat Buddha mencari pencerahan. Di manakah letak penderitaan itu? Ketidakkekalan.

Setiap detik terus berlalu sesuai hukum ketidakkekalan. Saat ini, saya sedang duduk di sini. Ini juga hanya sementara saja. Ketika tiba waktunya, saya akan meninggalkan tempat ini. Bukankah semua orang hanyalah tamu dalam kehidupan?

Ketika turun dari tempat ini, satu kaki saya melangkah ke depan dan satu kaki yang di belakang juga harus melangkah maju ke depan agar badan saya dapat bergerak maju. Ketika kedua kaki kita berjalan, kehidupan juga berproses. Inilah ciri dari kehidupan.


Agar kita bisa bergerak maju, satu kaki harus melangkah ke depan, diikuti dengan kaki satunya lagi. Bukankah waktu juga seperti itu? Tiap detik yang berlalu, jika saya tidak melepaskannya, lalu bagaimana saya bisa berbicara pada detik berikutnya? Prinsip yang sama juga berlaku. Inilah yang disebut realitas kehidupan.

Realitas kehidupan ialah bahwa segala sesuatunya terus berproses dan berubah. Ketika saya sedang berbicara saat ini, di hadapan saya bukan tidak ada apa-apa, melainkan terdapat partikel-partikel yang sangat kecil. Andaikan setelah saya meninggalkannya, ruangan ini ditutup selama tiga hingga lima hari, ketika kita memasukinya kembali nanti, debu sudah terkumpul di atas permukaan. Kita tidak dapat melihatnya, tetapi seiring berjalannya waktu, debu akan menumpuk. Ini sama dengan noda batin.

Bodhisatwa sekalian, mari menggenggam saat ini untuk mengumpulkan pengetahuan. Janganlah kita mengakumulasi noda batin yang akan membawa kebodohan ke kehidupan berikutnya. Jangan melakukan ini. Inilah yang paling penting. Jadi, harap semua lebih bersungguh hati.   

Mementaskan adaptasi Sutra Teratai dengan ketulusan hati
Menyadari ketidakkekalan saat melihat penderitaan dan perubahan
Menyelami ajaran kebenaran dan menyingkirkan noda batin
Menumbuhkan kebijaksanaan murni dan bertekad menuju Bodhi           
     
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 01 Agustus 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 03 Agustus 2022
Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -