Ceramah Master Cheng Yen: Memikul Misi dan Memupuk Keluhuran


Mendengar kalian semua berbagi, di dalam batin saya juga tengah menyimak Dharma karena segala sesuatu di dunia tidak lepas dari hubungan antarmanusia.

Dalam hubungan dan interaksi antarmanusia, ada hal dan perkara yang berlaku. Hal ini berwujud dan mungkin memiliki jarak dengan kita.

Saat ini, kita di sini sedang duduk dalam jarak dekat. Para relawan Tzu Chi di tempat yang jauh, meski terpisah oleh jarak yang nyata di seluruh dunia, tetapi secara hati, semuanya sangat dekat. Jadi, berbagai hal di dunia memiliki wujud. Berbagai hal dan perkara ini memiliki wujud dan terikat jarak. Namun, yang terpenting ialah hati karena Dharma ada di dalamnya.

Di dunia ini, Dharma ada dalam hubungan antarmanusia. Di antara insan Tzu Chi, ada jalinan jodoh bersama. Adanya Tzu Chi menjadi sebab dan kondisi yang membuat jauh atau dekatnya jarak tak penting lagi. Satu hal yang kita perhatikan bersama ialah aktivitas Tzu Chi.

Aktivitas Tzu Chi ini dimulai oleh satu orang yang membangkitkan sebersit niat. Inilah yang memulai jalinan jodoh aktivitas Tzu Chi. Saat beberapa orang ingin menyatakan berguru, saya berkata bahwa saya tidak menerima murid. Namun, saat itu ada sebuah jalinan jodoh, yakni guru saya meminta saya untuk pindah ke Chiayi. Peristiwa ini membuat jalinan jodoh matang.


Mulanya, saya memutuskan untuk pindah ke Chiayi demi menuruti instruksi guru saya. Saya sudah bersiap untuk pindah ke sana. Namun, kebetulan tiga orang umat menyatakan ingin berguru. Ini juga merupakan jalinan jodoh. Saya mengajukan satu syarat. Jika ingin saya tinggal di Hualien, mereka harus memenuhi syarat itu sebagai jalinan jodoh. Ini menjadi jalinan jodoh saya untuk selamanya tinggal di Hualien.

Jodoh ini telah terjalin dan benih sebab yang ditanam itu telah berakar. Benih yang ditanam saat itu adalah sebab. Berbagai peristiwa yang terjadi di Hualien saat itu adalah kondisi pendukung. Inilah jalinan jodoh saya dengan tempat ini.

Tahun ini Tzu Chi menginjak usia 55 tahun. Tanpa jalinan jodoh itu, mungkin tidak ada Tzu Chi hari ini. Intinya, kita harus sungguh-sungguh menggenggam jalinan jodoh.

Belakangan ini saya terus membahas tentang nilai kehidupan manusia. Saat kita memikul tanggung jawab atas suatu hal, kita harus mendedikasikan diri untuk itu. Inilah nilainya. Kita mengerahkan kelebihan dan kemampuan diri kita. Inilah kehidupan yang bernilai.


Belakangan ini saya juga terus mengevaluasi diri saya sendiri apakah kehidupan saya bernilai atau tidak. Saya terpikir bahwa saat ajal tiba dan manusia meninggal dunia, tidak perlu waktu satu hari, tubuh manusia akan mulai membengkak dan membusuk. Dari sana juga tercium aroma tidak sedap. Jadi, Buddha mengatakan bahwa dalam kehidupan, tubuh manusialah yang paling tidak bersih. Ya, demi tubuh ini, kita bersikap perhitungan dalam kehidupan.

Kita bersikap perhitungan demi tubuh ini karena kita menganggap inti diri kita ada pada tubuh ini. Merujuk pada apakah "diri" atau "aku"? Karena memiliki tubuh ini, kita jadi kerap mementingkan diri atau keakuan kita, termasuk melekat pada "pandanganku", "perasaanku", "pemikiranku", dan sebagainya. Tanpa adanya tubuh ini, tidak ada pemikiran. Tanpa adanya tubuh ini, kita juga tidak bisa beraktivitas.

Jika kita tidak menggenggam waktu saat tubuh ini masih ada, maka begitu jalinan jodoh berlalu, kita tak lagi memiliki hak atau kuasa untuk melakukan apa pun. Semuanya bergantung pada jalinan jodoh.

Bodhisatwa sekalian, kita harus sungguh-sungguh mempertahankan tekad kita. Dengan praktik nyata, barulah kita dapat memperoleh pencapaian dan keluhuran. Yang dimaksud pencapaian ialah perasaan yang dirasakan setelah melakukan sesuatu. Saat orang-orang melihat kita melakukan sesuatu, kebahagiaan berpulang pada diri kita sendiri. Hati kita memperoleh rasa sukacita. Inilah pencapaian yang didapat.

Saat kita menyerukan sesuatu, semua orang bersama-sama mewujudkannya. Inilah pencapaian yang didapat.


Bagaimana dengan keluhuran? Keluhuran bermula dari hati yang baik. Hati yang baik terwujud lewat pelatihan diri sendiri. Kita memanfaatkan waktu untuk melatih diri dan menghindari kesalahan. Dengan waktu yang ada, kita mendukung pencapaian banyak orang. Ini juga merupakan keluhuran. Keluhuran terwujud lewat perbuatan baik dan moralitas. Setelah menyempurnakan perbuatan baik, kita memancarkan keluhuran. Keluhuran ini dapat kita rasakan sendiri, sedangkan orang lain merasakan pencapaian yang didapat. Orang-orang akan meneladan keluhuran ini. Jadi, kita semua dapat menghimpun hati dan kekuatan.

Dengan adanya kekuatan banyak orang, kita dapat menghimpun lebih banyak orang lagi untuk bersumbangsih lebih luas bagi dunia. Singkat kata, kita harus melangkah dengan mantap dalam memikul tanggung jawab.

Berdiri di bumi ini, kita harus memikul tanggung jawab atas dunia. Segala perkara di dunia harus diselesaikan oleh semua orang di dunia. Berhubung kita merupakan bagian dari umat manusia di dunia, saat bencana terjadi di dunia ini, kita harus mengerahkan kekuatan kita untuk membantu dunia memikul beban ini. Semua orang memiliki kekuatan untuk melakukan ini. Asalkan ada tekad, akan ada kekuatan. Harap semuanya lebih bersungguh hati.

Bersama-sama meneguhkan tekad dan saling dekat di hati
Terus terjun ke masyarakat berlandaskan jalinan jodoh Dharma
Melatih ketanpaakuan dengan mengamati tubuh yang tidak bersih
Memikul misi dan memupuk kebajikan serta keluhuran

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Agustus 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 24 Agustus 2021
Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -