Ceramah Master Cheng Yen: Mempelajari Dharma demi Menyucikan Hati dan Membawa Manfaat bagi Sesama


“Pada tanggal 22 Maret, kami bertemu dengan Kakak Ji Cheng untuk pertama kalinya. Kakak Ji Cheng berkata, ‘Saya bisa mencari 100 relawan yang akan membantu dalam upacara pemandian rupang Buddha.’ Pada hari itu, sebanyak 106 orang datang dan sebagian besar adalah anak muda. Kami memberi tahu relawan yang akan menjadi pengajar bahwa kita akan melakukan meditasi pradaksina. Mereka berkata bahwa mereka belum pernah mencobanya dan tidak tahu apa itu pradaksina,”
kata Wu Su-hui relawan Tzu Chi Singapura.

“Jadi, pertama-tama, kita memberi tahu mereka semua apa arti lirik lagu ‘Hati yang Hening dan Jernih’. Kami sangat terkejut saat melihat mereka bisa mengerti dan mengikuti irama lagunya serta perlahan-lahan tahu kaki sebelah mana yang harus melangkah. Meskipun mereka baru pertama kali melakukan itu, terlihat bahwa mereka mempelajarinya dengan baik,” pungkas Wu Su-hui.

“Saat Tzu Chi datang kemari, saya mengerti bahwa ajaran Buddha bukan tentang mengasingkan diri dari masyarakat, melainkan tentang mengubah masyarakat beserta kehidupan dan pola pikir yang mereka miliki. Itu akan membawa perubahan positif bagi masyarakat karena sejak awal kami sudah tahu jelas bahwa hanya pendidikanlah yang dapat mengubah masyarakat,” kata Ji Cheng relawan Nepal.

“Kami melihat bahwa Tzu Chi berada di jalan yang sama dengan kami. Tidak semua dari kami yang berasal dari Lumbini bisa datang ke Griya Jing Si untuk berterima kasih kepada Master. Atas nama mereka semua, dengan hati yang tulus, saya berterima kasih kepada Master karena telah mengirim relawan dari luar negeri untuk datang ke Lumbini,” pungkas Ji Cheng.

Ajaran Buddha dapat diwujudkan saat kita membangkitkan tekad yang seperti tekad awal Pangeran Siddhartha. Tekad yang jernih ini ditujukan untuk membabarkan Dharma kepada dunia. Beliau melatih diri juga untuk membabarkan Dharma. Pelatihan diri yang Beliau jalankan hanyalah sebuah tampilan dari hakikat sejati yang pada dasarnya tidak berwujud.

Beliau pada dasarnya sudah tercerahkan. Pencerahan ini pada hakikatnya tidak hanya dimiliki oleh Pangeran Siddhartha. Setelah mencapai pencerahan, Pangeran Siddhartha ingin memberi tahu semua orang bahwa pada dasarnya semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan yang sama. Untuk itu, Beliau membabarkan Dharma di dunia.


Kita sendiri hendaknya menginventarisasi kehidupan kita dengan jelas. Kita harus memastikan kebenaran pencerahan Buddha. Berhubung pencerahan Buddha itu benar dan kita adalah praktisi Buddhis, kita harus menyebarkan ajaran Buddha yang membawa pada jalan pencerahan.

Kita hendaknya belajar.  Apa yang kita pelajari? Jalan Bodhisatwa. Jika ada orang yang ingin melatih diri, tetapi malah meninggalkan Jalan Bodhisatwa, lantas bagaimana dia mampu mengembangkan kebajikannya seorang diri? Tidak ada cara untuk menciptakan berkah. Pelatihan diri yang sesungguhnya ialah berjalan keluar dan menyatu dengan semua orang guna menyebarkan Dharma sehingga orang-orang yang masih tersesat bisa memahami ajaran Buddha.

Setiap orang bisa menyucikan hatinya sendiri, lalu bersama-sama menyucikan dunia. Jadi, pada setiap perjalanan, kita harus bisa merasakan, menghayati, dan memahami. Bagaimana agar kita bisa membuat orang lain turut merasakan, menghayati, dan memahami? Hanya dengan bersumbangsih.

Dalam proses melatih diri, kita hendaknya mencari cara untuk mengajak orang untuk mengenal diri kita lebih dekat. Dengan begitu, kita dapat menggunakan pemahaman yang kita dapat untuk membimbing mereka untuk turut bersumbangsih tanpa keakuan dan tanpa melekat pada nafsu keinginan diri sendiri. Selain tidak melekat pada nafsu keinginan sendiri, kita hendaknya membimbing mereka untuk bersumbangsih dan meyakinkan bahwa mereka juga mampu melakukannya.

Kita perlu bersyukur kepada mereka yang menunjukkan penderitaan kepada kita. Dengan melihat penderitaan mereka, kita sadar bahwa kita sangat penuh berkah. Saat bersumbangsih, kita akan merasa sukacita. Bersumbangsih adalah akar dari kebahagiaan. Inilah prinsip yang sesungguhnya.


Bodhisatwa sekalian, kalian memiliki pekerjaan masing-masing. Namun, setelah mengenal saya dan sepakat dengan jalan yang saya tapaki, kalian harus menapakinya bersama-sama dengan saya. Jalan ini mencerminkan batin kita. Setelah melihat orang-orang yang menderita, kita berusaha mencari cara untuk bisa menolong mereka, Ini berarti kita mulai memahami prinsip kebenaran.

Ketika orang-orang sudah memahaminya, kita bawa mereka untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Jadi, mereka perlu belajar. Proses belajar tentu harus membuahkan pemahaman. Jadi, setelah melihat penderitaan, kita mulai melatih diri, lalu pergi membantu sesama. Inilah yang disebut Jalan Bodhisatwa. Sambil belajar, kita sambil membimbing orang lain.

Jadi, menapaki Jalan Bodhisatwa bukan berarti praktik kita sudah sempurna. Masih banyak hal yang harus dipelajari. Jadi, para Bodhisatwa pun masih terus belajar. Mereka juga harus membimbing orang-orang yang sama sekali tidak mengerti ajaran Buddha. Jadi, masih ada jalan yang harus mereka tempuh.

Setelah memahami Dharma dan melihat Sang Jalan, barulah mereka mencapai pencerahan sempurna. Mencapai pencerahan sempurna berarti mencapai kebuddhaan. Namun, kita sering membicarakan tentang Bodhisatwa Avalokitesvara yang telah mencapai kebuddhaan pada masa lampau dan bergelar Tathagata Pengetahuan Dharma Sejati.

Setelah mencapai pencerahan, Beliau memikirkan cara untuk menyelamatkan semua makhluk. Beliau kembali berkata, "Aku akan kembali belajar." Jadi, dalam wujud-Nya sebagai Bodhisatwa Avalokitesvara, Beliau belum merampungkan Sang Jalan dengan sempurna. Beliau masih belajar, tetapi pada saat yang sama, Beliau juga membimbing orang-orang untuk bersama-sama menapaki Jalan Bodhisatwa. Beliau belajar sembari mengajar.

“Pada 5 Mei, kami pergi ke Sekolah Metta Gurukul untuk pertama kalinya. Murid ini dipilih oleh guru-guru untuk menjadi pengajar gerakan di sekolahnya. Dia akan mengajarkan gerakannya pada murid lainnya. Saat pertama kali pergi ke sana, kami berlatih sekitar 2 jam. Dia setiap harinya berlatih di rumah. Sesudah berlatih, dia mengajari teman-temannya di sekolah,” kata Zhong Li-juan relawan Tzu Chi Singapura.

“Video ini dikirim oleh guru dari sekolah tersebut dua hari setelah kami berkunjung ke sekolahnya. Dua hari setelah menerima videonya, kami pun kembali ke sekolah mereka untuk menyaksikan penampilan mereka. Total ada lebih dari 60 murid di sana yang mempertunjukkan apa yang telah mereka pelajari,” pungkas Zhong Li-juan.


Kita hanya perlu lebih bersungguh hati dalam mempelajari dan menyebarkan ajaran Buddha serta mengembangkan tekad dan menyediakan waktu. Seperti kalian para relawan, meski kalian sangat sibuk mengurus pekerjaan kalian, tetapi masih bisa menyisihkan waktu untuk pergi ke kampung halaman Buddha. Inilah disebut sebagai Dharma yang terkondisi. Selama sesuatu masih dapat dilakukan dan Anda bersedia untuk melakukannya, Anda akan pergi dan bersumbangsih. Sepulangnya dari sana, Anda akan melaporkan apa yang Anda lihat.

Kita harus selalu bersikap masuk akal. Membabarkan Dharma berarti membicarakan prinsip sehingga harus masuk akal. Buddha juga adalah manusia. Kita hendaknya menganggap-Nya sebagai sosok suci. Kualitas karakter Buddha adalah kualitas makhluk suci. Kita jangan mendewakan Buddha karena itu malah membuat sosok-Nya menjadi tak nyata bagaikan ilusi semata.

Buddha memiliki kualitas karakter yang luhur serta Dharma yang benar untuk melatih diri. Jadi, kita hendaknya menyebarkan ajaran Buddha yang benar dan percaya dengan kualitas luhur-Nya. Buddha melampaui makhluk awam. Walaupun telah mengetahui banyak hal, kita masih memiliki noda batin. Kita masih memiliki pola pikir untung dan rugi. Ketika ingin mendapatkan sesuatu, kita akan mengejarnya.

Saya sering memberi tahu kalian bahwa manusia selalu merasa kurang. Misalnya, saat memiliki 1.000, kita masih ingin 9.000 lagi. Ketika memiliki 10.000, kita masih mengingini 90.000 lagi. Kita terus merasa kurang dan menginginkan lebih. Saat memiliki 1 dolar, kita masih ingin 9 dolar lagi. Namun, saat kita sudah memiliki 10 dolar, kita masih menginginkan 100 dolar. Ketika sudah memiliki 100 dolar, kita masih mengingini 1.000 dolar, 10.000 dolar, bahkan 100.000 dolar. Begitulah pikiran makhluk awam.

Makhluk awam selalu merasa kurang dan ingin lebih. Ini seperti lubang kegelapan batin. Makin digali, lubang ini makin dalam. Begitulah pikiran manusia. Itulah mengapa kita harus mempelajari ajaran Buddha. 

Terjun ke tengah masyarakat dan membimbing ke Jalan Bodhisatwa
Membawa manfaat bagi makhluk lain tanpa kemelekatan
Menghadapi segala sesuatu sesuai prinsip dan mengingat hakikat sejati
Mempelajari Dharma demi menyucikan hati dan mengusir kegelapan batin

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 11 Agustus 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 13 Agustus 2024
Keindahan sifat manusia terletak pada ketulusan hatinya; kemuliaan sifat manusia terletak pada kejujurannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -