Ceramah Master Cheng Yen: Memperdalam Akar Kebajikan dan Menghimpun Pahala

 

Kita bisa melihat Relawan Yue-jiao. Sejak bergabung ke dalam Tzu Chi hingga kini, dia terus tekun dan bersemangat melatih diri. Dia menyerap semua Dharma ke dalam hati dan berbagi Dharma dengan sesama setiap hari. Dia sungguh merupakan sebuah teladan. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan, dia didiagnosis menderita kanker lambung. Namun, dia sangat optimis dan tenang, sama sekali tidak panik.

“Setiap hari, jika masih bisa bangun dan memiliki waktu luang, saya akan berkata, ‘terima kasih, sel-sel kanker. Maaf, dahulu saya tidak merawat kalian dengan baik. Sekarang saya akan merawat kalian dengan baik agar kita dapat kembali menjadi relawan.’ Saya terus berbicara seperti ini kepada mereka. Saya memiliki sebuah harapan yang sudah pernah saya sampaikan. Jika nyawa saya masih bisa terselamatkan, saya pasti akan kembali berbuat baik dan bersumbangsih. Jika nyawa saya tidak terselamatkan, itu juga tidak masalah. Saya bisa mendonorkan tubuh saya untuk riset medis. Setelah meninggal dunia, saya ingin segera kembali untuk menjadi relawan Tzu Chi. Inilah harapan saya,” ujar Hong Yue-jiao, relawan Tzu Chi tersebut.

Setelah tahu bahwa hidupnya tinggal beberapa bulan saja, dia pun memutuskan kembali ke Hualien untuk dirawat inap di Rumah Sakit Tzu Chi. Dia menantikan hari di Universitas Tzu Chi. Pagi ini, usai memberikan ceramah, saya mendengar bahwa sekitar pukul 10 malam tadi, Relawan Yue-jiao telah meninggal dunia. Dia pergi dengan damai. Mendengar hal ini, saya merasa lebih tenang. Meski merasa tidak rela, tetapi ini merupakan hukum alam.

Selain Relawan Yue-jiao, juga ada dr. Meza dari Paraguay. Gaji dokter ini di Paraguay sangatlah rendah. Karena itu, kehidupannya tidak begitu baik. Namun, dia kembali ke Taiwan setiap tahun untuk menghadiri Konferensi Tahunan TIMA. Dia berharap anak-anaknya yang menjadi dokter juga dapat meneladani cinta kasih Tzu Chi. Karena itu, dia selalu mengajak istri dan anak-anaknya kembali ke Taiwan.

Selama bertahun-tahun ini, dr. Meza menderita penyakit ginjal dan diabetes melitus. Meski demikian, dia tetap mengemban misi Tzu Chi. Tahun lalu, dia mengalami uremia dan harus menjalani cuci darah dan transplantasi ginjal. Namun, transplantasi ginjal tidaklah mudah. Selain sulit untuk menemukan ginjal yang cocok, biayanya juga sangat tinggi. Karena itu, saya berharap dia dapat kembali ke Taiwan untuk menerima pengobatan. Mendengar hal ini, dia sangat gembira. Tidak peduli penyakitnya bisa sembuh atau tidak, dia hanya berharap dapat kembali ke Taiwan. Inilah harapannya. Akhirnya, dia kembali ke Taiwan bulan lalu.

Suatu hari, saya pergi ke Aula Jing Si. Saat tahu bahwa saya berada di Aula Jing Si, dia bersikeras pergi ke sana untuk menemui saya. Saat mendengar tentang hal ini dan bergegas menuju rumah sakit, saya bertemu dengannya di jalan. Saat bertemu, kami merasa sangat gembira. Dia terus berkata kepada saya bahwa dia masih ingin melakukan banyak kegiatan Tzu Chi. Saya berkata kepadanya bahwa memang ada banyak kegiatan Tzu Chi yang membutuhkan partisipasinya.

Namun, kemarin, dia tiba-tiba berhenti bernapas. Kabarnya, dia juga meninggal dunia dengan tenang dan damai. Pada akhir hayatnya, dia mendonorkan kornea matanya. Dia juga sempat menghadiri Konferensi Tahunan TIMA untuk terakhir kalinya.

Kemarin, saya kehilangan dua murid sekaligus. Saya sungguh merasa tidak rela. Mereka merupakan murid saya yang baik. Namun, kita harus tahu bahwa hidup manusia tidak terlepas dari hukum alam. Kita harus bisa menerimanya dengan pikiran terbuka.

Kemarin, tim pemerhati Tzu Chi yang pergi ke Turki kembali ke Griya Jing Si dan berbagi kesan mereka. Lihatlah, berkat para pengungsi dari Suriah, insan Tzu Chi Taiwan dapat kembali menjalin jodoh baik dengan Turki.

Pada tahun 1999, Turki diguncang gempa dahsyat. Saat itu, Tzu Chi bersumbangsih dan menggalang dana bagi Turki. Namun, pada tahun yang sama, Taiwan juga diguncang gempa dahsyat pada tanggal 21 September. Karena itu, kita segera memberikan bantuan bencana di Taiwan. Saat itu, insan Tzu Chi berkata kepada saya, “Kini Taiwan juga dilanda bencana besar.” “Apakah kita akan terus membantu Turki?” Saya berkata bahwa kita akan terus membantu Turki karena bencana di sana belum teratasi. Jadi, kita tetap menjalankan rencana semula.

Saat itu, ada sekelompok insan Tzu Chi yang sedang menyalurkan bantuan di Kosovo. Insan Tzu Chi dan anggota Doctors of the World bersama-sama pergi ke Kosovo untuk memulihkan fasilitas medis setempat. Saat relawan di Kosovo akan kembali ke Taiwan, saya segera menghubungi mereka dan meminta mereka untuk tidak kembali ke Taiwan, melainkan langsung pergi ke Turki. Lalu, mereka pun pergi ke Turki.

Saat itu, Bapak Hu di Turki Saat itu, Bapak Hu di Turki mengirimkan sebuah naskah ke United Daily News yang isinya adalah pertanyaan saat Turki diguncang gempa dahsyat, apa yang dilakukan oleh Taiwan. Setelah membacanya di United Daily News, saya menanyakan keberadaan orang tersebut dan mengetahui bahwa dia berada di Turki. Lalu, kami memberikan nomor telepon insan Tzu Chi di Turki kepadanya.

Dia adalah Bapak Hu Guang-zhong. Dia benar-benar menghubungi Relawan A Gui dan relawan lainnya. Dia benar-benar menghubungi Relawan A Gui dan relawan lainnya. Berkat jalinan jodoh yang sudah matang, relawan kita dapat menginspirasi relawan baru di Turki. Kali ini, insan Tzu Chi Taiwan kembali bekerja sama dengan insan Tzu Chi di Turki untuk menolong para pengungsi dari Suriah. Di sana, ada seorang perempuan yang berkata bahwa pada tahun 1999, dia juga merupakan penerima bantuan Tzu Chi.

“Kami selalu berdoa bagi mereka. Saya dan keluarga saya selalu ingat akan senyuman dan kebahagiaan orang Taiwan. Kami mengingatnya setiap waktu,” kata Fatima Kaya Guru bahasa Inggris di SMP Menahel.

Setelah belasan tahun, dia kembali bertemu dengan insan Tzu Chi. Jalinan jodoh sungguh tidak terbayangkan. Singkat kata, kehidupan manusia sangatlah singkat. Hidup, tua, sakit, dan mati merupakan hukum alam yang tidak bisa dihindari. Pada akhirnya, setiap orang akan meninggal dunia. Namun, dalam kehidupan kita, apakah kita memiliki sebutir benih kebajikan yang indah? Kita harus sungguh-sungguh menanam benih kebajikan di dalam hati kita dan berbuat baik secara nyata.

 

Hidup dan mati merupakan hukum alam dan tidak perlu ditakuti

Membangun ikrar agung untuk menjadi relawan Tzu Chi pada kehidupan berikutnya

Mendonorkan tubuh demi kepentingan medis dengan penuh keseimbangan batin

Menyebarkan benih kebajikan yang indah ke berbagai tempat

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 31 Oktober 2015

Keindahan sifat manusia terletak pada ketulusan hatinya; kemuliaan sifat manusia terletak pada kejujurannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -