Ceramah Master Cheng Yen: Memperhatikan Semua Orang di Dunia
Lebih dari sebulan lalu, Changsha, Hunan dilanda bencana banjir. Selama lebih dari 20 hari ini, sekelompok relawan Tzu Chi sangat bersungguh hati menyalurkan bantuan di sana tanpa berhenti. Para relawan itu sibuk dengan bisnis dan keluarga mereka masing-masing. Akan tetapi, demi membantu korban bencana, mereka mengesampingkan minat dan cinta kasih individu mereka demi mencurahkan cinta kasih universal.
Dalam rapat lewat konferensi video kemarin, mereka memberi tahu saya bahwa masih ada banyak hal yang harus dilakukan, meliputi bantuan dana pendidikan, bantuan untuk orang sakit, bantuan pembangunan rumah, dan lain-lain. Mereka merekam kisah di balik bencana itu dan pemandangan pascabencana. Melihat banyak penderitaan di dunia, ketidakkekalan hidup, dan rentannya bumi ini, mereka dapat turut merasakan dan bersedia ikut bersumbangsih.
Melihat rentannya bumi ini dan kondisi iklim yang ekstrem, kita sungguh harus bertobat atas karma buruk kolektif kita. Kini kondisi alam dan kondisi iklim sudah tidak seimbang. Setiap orang harus segera berintrospeksi dan bertobat. Bertobat berarti sadar terhadap perilaku sendiri. Mungkin dahulu kita hidup boros.
Akumulasi aktivitas dari banyak orang menyebabkan kondisi iklim dan alam menjadi tidak seimbang. Hasil dari akumulasi ini disebut karma buruk kolektif semua makhluk. Ia berasal dari karma buruk setiap orang. Mungkin ada orang yang berkata, “Saya tidak melakukan apa-apa.” Sesungguhnya, saat menikmati hidup, berarti kita sudah turut menciptakan kerusakan bagi bumi dan mendatangkan pencemaran. Karena itu, di Griya Jing Si, kita lebih rela berkeringat daripada memasang penyejuk ruangan.
Saya berharap setiap orang dapat bertahan. Berkeringat juga baik untuk kesehatan. Jika terbiasa menggunakan penyejuk ruangan, meski cuaca sangat panas, mungkin kelenjar keringat kita tak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ini juga tidak baik bagi kesehatan kita. Kita harus bersyukur atas kenyamanan hidup yang dimiliki sekaligus berusaha mengendalikan diri untuk tidak terlalu terbuai olehnya. Kita harus menjaga kesehatan tubuh sendiri.
Kemarin di Taitung digelar dua sesi pementasan adaptasi Sutra Bakti Seorang Anak yang sangat bermakna. Para guru dan murid dari sekolah yang dibantu pembangunannya oleh Tzu Chi juga turut berpartisipasi. Relawan Tzu Chi dari Taipei dan Kaohsiung juga datang membantu. Pementasan itu dipenuhi keharmonisan dan sangat menarik.
Setiap orang juga berdoa dengan tulus. Kisah yang menyentuh hati sangat banyak. Dua hari lalu, RS Tzu Chi Hualien merayakan ulang tahun mereka. Kita dapat melihat dr. Li. “Saya bermarga Li. Saya biasanya tidak terlalu suka berbicara. Karena itu, saya terkesan sangat pendiam. Saya tidak pintar berbicara. Setelah berbicara beberapa kata, saya langsung berhenti”.
5 tahun lalu, saat pemeriksaan kesehatan, dr. Li Sen-jia didiagnosis menderita kanker adenocarcinoma. Namun, selama 5 tahun ini, dia tidak menganggap dirinya sebagai penderita kanker. Dia juga tidak suka minta izin cuti kerja karena kondisi tubuhnya. Dia tetap datang bekerja setiap hari.
Pada awal tahun ini, kankernya bermetastasis ke otaknya. Saat dirawat inap di RS Tzu Chi Hualien, dia masih terus memikirkan pekerjaannya. Setelah keluar dari rumah sakit, dia tetap melakukan pekerjaannya. Dia bertanggung jawab untuk melakukan kunjungan kasih ke wilayah terpencil. Dia tetap bersikeras untuk melakukan kunjungan kasih dan pengobatan keliling. Ada orang berkata padanya untuk beristirahat.
Dia menjawab, “Tidak bisa. Jika saya beristirahat, maka tidak ada orang yang melakukan pengobatan keliling. Jika tidak ada orang yang pergi, maka kepala rumah sakit akan pergi. Jika kepala rumah sakit pergi, maka unit gawat darurat akan kekurangan tenaga.”
Karena itu, dia bersikeras untuk pergi. Kita dapat melihat belakangan ini dia kesulitan untuk berjalan. Meski demikian, dia tetap pergi untuk melakukan pengobatan keliling. Dari awal hingga akhir, dia tidak melupakan tekad awalnya. Dia sungguh merupakan teladan bagi kita.
5 tahun lalu, dia didiagnosis menderita kanker adenocarcinoma yang kemudian bermetastasis ke otaknya. Dua hari lalu, saat bertemu dengannya, dia selalu merespons saya dengan senyuman. Dia merupakan relawan Tzu Chi yang senior. Dia dan istrinya bernomorkan anggota komite 1.000-an. Mereka sangat senior. Dia adalah orang yang pendiam.
Dahulu, setiap Tahun Baru Imlek, dia selalu pulang ke Griya Jing Si. Dia dan dr. Hong dari Kaohsiung selalu pulang ke Griya Jing Si untuk melakukan baksos kesehatan. Karena jalinan jodoh inilah, saat dalam perjalanan pulang, mereka melintasi Yuli dan bertemu dengan dr. Chang.
Kemudian, dr. Chang berkata padanya, “Saya sangat kekurangan dokter ahli bedah”. dr. Li adalah dokter ahli bedah. Meski sudah pensiun dan berusia lebih dari 70 tahun, dia tetap bersedia bersumbangsih.
“Mereka tidak merendahkan pria tua yang lamban seperti saya. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk membantu di sini,” kata dr. Li.
8 tahun lalu, dia mulai bersumbangsih di Yuli untuk memperhatikan pasien yang tinggal di wilayah terpencil. Dia telah melakukan pengobatan keliling sebanyak lebih dari 1.000 kali baik di wilayah pegunungan maupun di desa terpencil. Terkadang, pada pagi hari, dia kembali ke RS Tzu Chi Hualien untuk menjalani terapi target. Setelah itu, dia segera kembali untuk melakukan pengobatan keliling tanpa beristirahat.
“Saya sudah selesai menjalani terapi. Setelah makan siang, kami akan pergi ke Rueisuei untuk mengunjungi pasien. Dia memiliki tiga harapan. Pertama, dia ingin mendonorkan tubuhnya, kedua, dia ingin bertemu lagi dengan saya, dan ketiga, dia ingin melakukan pengobatan keliling yang terakhir kali,” kata dr. Zhang yu-lin Kepala RS Tzu Chi Yuli.
“dr. Li, apa kabar? Saya panggil Anda Papa Li saja. Saya sangat berterima kasih pada Anda. Terima kasih, dr Li. Sungguh. Anda pembimbing saya di kehidupan ini,” kata Shi Rong-lai seorang Pasien.
Begitu masuk ke rumah bersama dengan perawat, hal pertama yang beliau tanyakan kepada saya, “Shi Rong-lai, kamu minum alkohol tidak?” Saat saya menjawab “tidak,” beliau sangat gembira, lalu tersenyum. “Papa Li, sekarang saya tidak meminum alkohol lagi.” “Baik,” kata dr. Li Sen-jia.
Tahun ini dia sudah berusia 80 tahun. Saya sangat tersentuh dan berterima kasih padanya. Kita juga melihat RS Tzu Chi Dalin memperingati ulang tahunnya dengan mengadakan berbagai kegiatan. Sekelompok seniman juga ikut memperingatinya. RS Tzu Chi Hualien memperingati ulang tahun yang ke-31 dan RS Tzu Chi Dalin memperingati ulang tahun yang ke-18.
Usia 18 tahun adalah masa remaja yang ceria, usia 31 tahun adalah masa pendewasaan. Singkat kata, dengan kesungguhan hati dan keterampilan medis, setiap orang sangat bersemangat menyelamatkan kehidupan, menjaga kesehatan, dan melindungi cinta kasih pasien. Setiap orang mengemban misi dengan sepenuh hati. Inilah hati Buddha dan tekad Guru. Terima kasih.
Memperhatikan hal-hal yang terjadi di dunia dan menyebarkan cinta kasih universal
Mengesampingkan kenikmatan hidup dan menghimpun karma baik kolektif
Seorang dokter tetap melayani pasien meski menderita penyakit
Memperteguh tekad untuk menyelamatkan kehidupan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 14 Agustus 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 16 Agustus 2017