Ceramah Master Cheng Yen: Memperkaya Batin meski Hidup Kekurangan
Setiap hari saya berkata bahwa kita harus melenyapkan kekhawatiran. Akan tetapi, sesungguhnya, saya merasa khawatir setiap hari. Saya sangat khawatir jika orang-orang di dunia tidak membangkitkan cinta kasih dan tidak menyucikan hati, maka kekeruhan di Dunia Saha ini akan semakin lama semakin tebal.
Saat empat unsur semakin tidak selaras, maka bencana akan semakin kerap terjadi. Ini semua terjadi akibat perubahan kondisi iklim yang ekstrem. Perubahan kondisi iklim bukan terjadi tanpa sebab. Sejak 180 tahun lalu, manusia mulai menggunakan bahan bakar fosil sehingga menciptakan pemanasan global yang kian hari kian parah. Suhu bumi terus meningkat akibat aktivitas manusia. Karena itu, kita sering mengulas tentang karma buruk kolektif.
Setiap orang hendaknya segera membangkitkan kesadaran dan mengambil tindakan. Kita jangan hanya sekadar tahu tanpa sungguh-sungguh membangkitkan kesadaran. Setiap orang hendaknya memiliki pandangan yang sama bahwa pemanasan global terjadi bukan karena orang lain, tetapi juga karena kita. Bukan hanya orang lain yang harus berubah, tetapi kita juga harus berubah untuk mengurangi pencemaran. Kita harus mengambil tindakan yang sama. Dengan demikian, maka akan membawa kebaikan bagi dunia. Kita harus menghimpun kekuatan cinta kasih dan melakukan tindakan nyata.
Kita dapat melihat relawan Tzu Chi di Afrika. Setelah mendalami Dharma, mereka mempraktikkannya lewat tindakan dengan cara melakukan kunjungan lintas negara. Kali ini, relawan Tzu Chi di Durban kembali melakukan kunjungan ke Swaziland. Pada hari pertama, mereka berkunjung ke rumah Pastor Gcinumuzi Mbingo. Pastor ini sudah mengenal Tzu Chi sejak tahun 2013. Tahun lalu, dia juga sudah dilantik di Taiwan. Akan tetapi, dia dan seluruh keluarganya terjangkit penyakit tuberkulosis.
Kondisi istrinya sudah mulai pulih. Dia sendiri juga sudah mulai membaik, tetapi masih kekurangan gizi. Relawan Tzu Chi dari Durban pergi mengunjunginya. Melihat relawan Tzu Chi datang dari tempat yang jauh untuk mengunjunginya, pastor itu berkata bahwa dia merasa penyakitnya bagai sembuh setengah. Dia kembali merasa bertenaga.
Pada keesokan hari, relawan kita mulai berkunjung dari rumah ke rumah untuk membagikan bantuan beras dari Taiwan. Saat relawan kita sudah berangkat dan sudah selesai mengurus administrasi, Pastor Gcinumuzi menyusul dengan mengendarai mobilnya sendiri. Melihat kedatangannya, relawan kita segera pergi memapahnya. Mereka bertanya, “Mengapa kamu datang kemari?” Dia menjawab, “Kemarin, saat melihat kalian datang ke rumah saya, saya menjadi sangat bertenaga. Selain itu, saya sebagai relawan Tzu Chi, saat kalian sedang membantu warga di Swaziland, mana boleh saya tidak hadir?”
Lihatlah relawan Tzu Chi sangat memperhatikan dan menjaganya. Mereka terus memberi nasihat, “Kamu beristirahatlah dahulu. Tunggu setelah sembuh total, baru kita bersama-sama giat melakukan kegiatan Tzu Chi.”
Untuk menuju Swaziland dari Durban, relawan kita harus menempuh perjalanan sejauh lebih dari 600 kilometer dalam sekali pergi. Selama beberapa hari di Swaziland, mereka melakukan perjalanan sejauh lebih dari 100 kilometer untuk mencurahkan perhatian di beberapa desa. Di sana, mereka berbagi semangat Tzu Chi dengan warga setempat. Di Swaziland, mereka berbagi nilai dan semangat Tzu Chi. Tidak sedikit warga yang cinta kasihnya terbangkitkan.
Di saat yang bersamaan, mereka juga mengunjungi warga kurang mampu sekaligus membagikan bantuan beras untuk mereka. Mereka mengantarkan beras ke rumah penerima bantuan. Tak peduli sejauh apa pun, mereka berjalan kaki untuk menjangkaunya. Berkat usaha keras mereka dalam memberi bimbingan, beberapa warga lokal terinspirasi untuk menjadi benih Tzu Chi.
Cinta kasih ada di mana-mana. Cinta kasih mereka telah menginsprasi seorang warga lokal yang menyediakan sebidang lahan bagi mereka untuk menanam sayur-sayuran. Dengan adanya lahan itu, relawan lokal setempat sangat bekerja keras dan bersemangat untuk menanam sayur. Asalkan kita giat, maka bumi akan menopang kebutuhan kita. Sayur hasil tanaman mereka sangat bagus dan organik. Mereka lalu memasak sayur-sayur itu untuk dihidangkan kepada anak yatim piatu dan lansia yang hidup sebatang kara.
Di negara yang berkembang, relawan Tzu Chi bersumbangsih dengan penuh kesungguhan hati. Mereka juga menyemangati warga untuk saling mengasihi, terlebih lagi terhadap saudara se-Dharma. Kita harus mengasihi semua orang, terlebih lagi orang yang memiliki kesatuan tekad dengan kita. Relawan yang mengenakan seragam abu-abu adalah benih lokal, sedangkan relawan yang mengenakan seragam biru adalah relawan dari Durban. Tiga orang ini adalah anggota Tzu Ching. Para relawan dari Durban ini harus menempuh perjalanan pulang pergi sejauh lebih dari 1.000 kilometer.
Lihatlah, saat akan kembali ke Durban, mereka begitu gembira. Mereka juga tidak mengeluh lelah. Di hari saat akan kembali, mereka sangat gembira. Mereka bersumbangsih dengan sukarela dan menerima dengan sukacita. Mereka berinisiatif untuk membantu sesama. Sesungguhnya, kehidupan mereka juga tidak terlalu baik, tetapi hati mereka penuh dengan cinta kasih.
Mereka bagaikan mutiara hitam yang bersinar terang. Setiap kali membahas mereka, saya selalu dapat melupakan kekhawatiran. Singkat kata, inilah cinta kasih. Di tengah kondisi serba sulit, mereka membangkitkan cinta kasih. Jadi, asalkan ada cinta kasih, maka dunia ini akan ada harapan. Untuk meringankan penderitaan warga setempat, dibutuhkan banyak benih relawan lokal. Inilah yang harus kita usahakan.
Pemanasan global mengancam kehidupan manusia
Semua orang hendaknya berusaha bersama-sama untuk mengurangi pencemaran
Meringankan penderitaan dan membangkitkan akar kebajikan
Relawan Tzu Chi Durban membabarkan Dharma ke Swaziland
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 24 September 2016
Sumber: Lentera Kehidupan- DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 26 September 2016