Ceramah Master Cheng Yen: Memperluas Cinta Kasih dengan semangat Welas Asih
Kita melihat kebakaran sungguh menakutkan. Kebakaran yang terjadi di Paradise, California tahun lalu juga sangat mengkhawatirkan. Daerah cakupannya sangat luas. Api terus merambat dalam waktu yang lama. Saat itu, kebetulan saya baru akan berangkat untuk melakukan perjalanan keliling Taiwan. Sebelum berangkat, saya melihat berita tentang hutan yang sudah terbakar. Dalam perjalanan ke daerah utara Taiwan, selama beberapa hari saya terus memperhatikan perkembangan di California, apakah kebakaran hutannya sudah padam.
Selama beberapa hari di Taipei, saya terus mengikuti beritanya. Hati saya pun sangat khawatir. Saat melanjutkan perjalanan ke selatan dan tiba di Taichung, saya pun masih mengikuti beritanya setiap hari. Sepanjang perjalanan menuju ke selatan hingga kembali ke Taipei, saya mendengar kebakaran itu semakin meluas. Permukiman warga juga terkena dampak. Saya mendengar dan melihat di tengah kebakaran itu, banyak orang tak sempat mengevakuasi diri. Ada orang yang ingin menyelamatkan diri dengan mengendarai mobil, tetapi terkepung oleh kobaran api. Kecepatan rambatan api lebih cepat daripada kecepatan mobil. Kobaran api tiba-tiba mengepung dari arah depan, belakang, kiri, dan kanan. Kobaran api seperti itu sungguh menakutkan.
Api terus berkobar selama hampir sebulan. Relawan Tzu Chi saat itu memberi perhatian ke daerah-daerah yang bisa dijangkau. Mereka segera membagikan selimut karena saat itu musim dingin juga hampir tiba. Cuaca juga sangat dingin. Relawan Tzu Chi segera membagikan selimut dan dana solidaritas. Namun, api masih terus berkobar sehingga relawan tidak bisa menjangkau lebih banyak tempat karena pemerintah setempat melarang orang-orang untuk mendekat ke daerah itu. Setelah api benar-benar padam, barulah relawan Tzu Chi akhirnya kembali memberi perhatian ke posko-posko penampungan. Ada warga yang tinggal di sana bersama kerabat-kerabat mereka. Kehadiran relawan Tzu Chi membawa senyuman bagi mereka.
Selama lebih dari dua bulan, para warga terus diliputi ketakutan. Mereka berhasil menyelamatkan diri, tetapi harta benda mereka tak terselamatkan. Mereka tak membawa apa-apa. Hasil jerih payah mereka selama puluhan tahun habis dilalap api. Dengan rasa empati dan welas asih, relawan Tzu Chi merangkul dan menghibur mereka agar mereka dapat merasakan bahwa masih ada orang yang peduli dan menganggap mereka sebagai keluarga.
Relawan Tzu Chi terus memberi perhatian dan bersumbangsih tanpa henti. Para relawan juga menjaga hubungan dengan warga agar mereka perlahan-lahan memahami semangat ajaran Jing Si di Tzu Chi dilandasi oleh kelapangan hati, toleransi, cinta kasih, dan welas asih yang menganggap seluruh dunia adalah satu keluarga. Para warga menerimanya dengan senang hati.
Pada peringatan Waisak di bulan Mei, sebagian warga yang telah pindah tetap datang untuk menghadiri upacara pemandian Rupang Buddha kita. Banyak yang datang denga membawa celengan bambu mereka.
“Ada yang memberi tahu saya bahwa masih banyak warga yang harus bekerja. Kami memperkirakan sekitar 40 orang akan hadir. Kenyataannya, yang hadir berjumlah 88 orang,” kata Minjhing Hsieh, Ketua California Utara, Amerika.
“Meski masa-masa ini amat sulit bagi kami dan kami masih harus berjuang dalam hal finansial, tetapi kami tetap merasa penting untuk menyisihkan (uang) koin ke dalam celengan bambu dan membawanya kemari hari ini untuk membantu orang lain,” kata Monique, salah satu warga.
Sebagian orang membawa celengan bambu karena mereka ingat di saat mereka dilanda kesulitan dan merasa tak berdaya, ada orang-orang yang memperhatikan mereka lebih dari keluarga. Mereka memahami bahwa semangat Tzu Chi didasari oleh cinta kasih yang tulus. Karena itu, banyak warga membawa kembali celengan bambu yang sudah terisi. Inilah yang kita sebut pemulangan celengan bambu. Melihat bagaimana mereka melewati kesulitan di tahun lalu dan bagaimana kisah-kisah penuh kehangatan masih berlanjut hingga kini, saya pun sangat bersyukur dan terharu.
Para relawan tidak mengenal warga dan tidak pernah memiliki hubungan apa pun dengan mereka sebelumnya, tetapi tetap memperhatikan mereka. Inilah rasa empati dan welas asih agung. Banyak hal yang membuat kita tak sampai hati. Jadi, saya berterima kasih kepada insan Tzu Chi. Semua hendaknya tekun dan bersemangat. Jika setiap orang dapat mengembangkan cinta kasihnya tanpa membeda-bedakan agama dan terus menyebarkan semangat ini, dunia pasti akan damai dan penuh cinta kasih. Ini bukan tidak mungkin, asalkan kita dapat bersatu hati dan melapangkan hati seluas jagat raya. Dharma harus diwariskan.
Kita juga melihat para relawan mengikuti pelatihan bersama. Kita bersyukur atas kemajuan teknologi yang memungkinkan insan Tzu Chi untuk bersama-sama berlatih meski berada di tempat yang berbeda-beda, bahkan di luar negeri. Lebih dari 20 ribu orang berlatih bersama. Jika setiap orang dapat menginspirasi satu orang, bukankah kekuatan kita akan menjadi empat atau lima puluh ribu orang? Jika empat atau lima puluh ribu orang ini masing-masing menginspirasi lagi satu orang, bukankah kita akan memiliki lebih dari seratus ribu orang? Singkat kata, kita harus memanfaatkan waktu yang ada. Gema suara doa dari banyak orang yang penuh ketulusan ini menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa.
Setiap orang berdoa dengan sepenuh hati. Kemajuan teknologi mendekatkan orang-orang di berbagai tempat sehingga dapat berdoa bersama dengan suara yang harmonis dan menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa. Saya berharap hati semua orang semakin tersucikan.