Ceramah Master Cheng Yen: Memperluas Riak Cinta Kasih

Kita melihat alam saat ini sungguh tidak tenteram. Iklim tidak bersahabat, bencana semakin banyak dan silih berganti. Kota Ormoc di Filipina dilanda banjir parah akibat topan. Selama seminggu lebih, relawan Tzu Chi bergantian menggerakkan warga setempat. Di antara para relawan, terdapat warga Tacloban yang pernah dilanda Topan Haiyan dan dibantu oleh Tzu Chi. Ada pula warga Marikina yang beberapa tahun lalu juga pernah mengalami bencana banjir. Melihat kondisi mereka saat ini, saya teringat bencana Topan Ketsana waktu itu.

“Saat itu kami juga tidak berdaya dan membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Kami datang secara sukarela. Kami meninggalkan keluarga kami sejenak karena warga di sini sangat membutuhkan kami. Saat bencana Topan Haiyan, kami juga dibantu. Jadi, kini giliran kami yang membantu orang lain,” kata Arlene Visca, relawan asal Marikina.

“Melihat relawan dari Marikina dan Tacloban datang membantu kami, kami sangat terharu. Meski tertimpa bencana, tetapi beruntung, keluarga kami semua selamat,” ujar Narisa Gelarzo, relawan asal Marikina.

Saat suatu bencana terjadi, cinta kasih insan Tzu Chi bukan hanya ada pada masa-masa tanggap darurat. Ketulusan ini tetap ada lewat pendampingan jangka panjang. Jadi, insan Tzu Chi bukan hanya memperpanjang jalinan kasih sayang, tetapi juga memperluas cinta kasih. Bukan hanya insan Tzu Chi yang menjalankan, tetapi juga orang-orang yang pernah dibantu. Mereka kini mulai mengembangkan cinta kasih.

doc tzu chi indonesia

Setiap orang memiliki hakikat yang murni seperti para Buddha dan Bodhisatwa. Setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan dan bisa menjadi Bodhisatwa. Bodhisatwa memulai pelatihan diri dari tataran makhluk awam seperti kita. Mereka mulai dari membangkitkan cinta kasih. Kita melihat para relawan terus bekerja sama dan bergandengan tangan untuk mendampingi dan membantu para warga dengan penuh cinta kasih. Kita juga sering melihat para relawan di Taiwan yang memberikan cinta kasih dan welas asih kepada orang-orang yang tidak dikenal. Kekuatan cinta kasih ini sangat besar.

Kita juga melihat para anggota TIMA yang menjadi penolong bagi kehidupan orang lain. Sakit adalah penderitaan terbesar dalam hidup. Orang yang berada sekalipun akan menderita saat sakit. Mereka akan berkata, "Saya tidak butuh uang, saya tak butuh apa-apa, saya hanya ingin sehat." Saat menderita penyakit, manusia rela mengorbankan apa pun demi mendapatkan kembali kesehatannya. Dari sini kita tahu bahwa penyakit amat menyiksa, terlebih lagi jika diderita oleh warga kurang mampu.

Di antara mereka ada yang tinggal di pedalaman, ada pula yang tak dapat pergi berobat karena kesulitan transportasi. Para relawan Tzu Chi dan anggota TIMA selalu berusaha mendampingi mereka dalam jangka panjang. Di sini banyak orang memiliki penyakit kronis. Jadi, untuk pergi berobat dan menebus resep, sangatlah tidak leluasa bagi mereka. Beruntung, para anggota TIMA kita mengunjungi daerah ini setiap bulan.

Selain membantu untuk mengobati para pasien, kami juga memberi perhatian bagi mereka. Pelayanan kesehatan di Nanzhuang, Miaoli sudah memasuki tahun kelima belas. Desa itu terletak di pegunungan dan sulit dijangkau. Namun, pemandangan di sana sangat indah. Para anggota TIMA mengunjungi desa itu setiap bulan sehingga menjalin keakraban dengan warga. Mereka menganggap setiap keluarga bagai keluarga sendiri. Para lansia mereka anggap sebagai orang tua sendiri.

doc tzu chi indonesia

Di lingkungan desa itu, ada juga orang yang gemar minum minuman keras. “Kamu minum minuman keras, kan? Jalan hati-hati. Jangan sampai saat kerabatmu datang, kamu sudah tinggal foto di dinding. Kamu mengerti maksud saya? (Em) Apa? (Em) Em. Jangan sampai saat Hari Pasta'ay tiba, kamu sudah tidak sempat berdoa bagi leluhur,” kata  Leo Colminas, warga Perumahan Cinta Kasih.

“Kepala desa di sini memberi tahu saya bahwa dalam satu tahun, kira-kira ada lebih dari 30 warga yang meninggal. Semuanya berusia paruh baya. Ini karena mereka gemar minum minuman keras,” ujar Jaime Go, relawan Tzu Chi.

Kita juga melihat sepasang ibu dan anak. Sang anak tidak leluasa bergerak, tetapi setiap hari gemar mabuk-mabukan. Hidupnya harus bergantung pada ibunya yang berusia 95 tahun. Sang ibu ini begitu pasrah pada nasibnya. Dia memikul beban rumah tangga dan harus menyiapkan makanan. Ibu ini sungguh menderita. Dia hanya berharap relawan Tzu Chi datang. Sulit bagi relawan untuk membimbing anaknya ini. Mereka sangat memperhatikan ibu ini. Jadi, sang ibu sangat menanti kedatangan para relawan dan anggota TIMA. Inilah yang dinantikannya setiap bulan.

Warga di sana menderita berbagai penyakit. Yang penting lukanya dirawat, jangan sampai terinfeksi. Luka ini mudah untuk sembuh.

“Ini bukan masalah besar asalkan Anda merawatnya dengan baik,” ungkap dr. Ji Bang-jie, Dokter TIMA.

Kita melihat seorang pasien penderita asam urat. Dengan kondisi kaki seperti itu, bagaimana dia berjalan? Dia tentu sangat menderita. Selain itu, ada pula lansia berusia 100 tahun lebih yang dijuluki sebagai Putri Saisiyat. Insan Tzu Chi terus memperhatikan dan merawatnya. Anak dari cicit beliau merupakan mahasiswa keperawatan Tzu Chi. Dia adalah anak dari cicitnya. Kita bisa melihat Putri Saisiyat ini sangat akrab dengan dokter. Beberapa tahun lalu, beliau berkata kepada dokter.

doc tzu chi indonesia

“Beliau bertanya kepada saya, ‘Dokter, maukah kamu menjadi anak saya?" Biasanya, saya tidak akan berkata ya. Namun, saat dia menanyakan hal ini, saya menjawab, "Baiklah." Beliau lalu mencium tangan saya,” dr. Zhang Dong-xiang, Dokter TIMA berkisah.

Permintaan sang Putri Saisiyat agar dokter itu menjadi putranya, ditanggapi serius oleh sang dokter. Dia benar-benar menganggap beliau sebagai ibunya. Jalinan kasih antara ibu dan anak ini amat dalam hingga beliau meninggal. Saat beliau berulang tahun setiap tahunnya, dokter kita ini selalu mengunjunginya untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Ibu ini hidup hingga usia 107 tahun. Jadi, berhubung sama-sama hidup di dunia ini, untuk apa mementingkan hubungan darah? Bukankah mereka dekat bagai keluarga? Dengan cinta kasih dan welas asih yang tak mementingkan hubungan darah, para Bodhisatwa TIMA kita menjadi penolong bagi banyak warga di pedalaman.

Mereka sudah menjalankannya selama 15 tahun. Tahun ini, mereka akan tetap mengunjungi daerah itu secara rutin setiap bulan. Kekuatan cinta kasih amatlah berharga, penuh kehangatan, juga sangat indah. Mencari kebenaran, kebajikan, dan keindahan, inilah arah kehidupan kita. Saya sungguh bersyukur.

Mendampingi warga dengan kasih sayang dan membangkitkan niat baik
Bersyukur dengan tulus dan memperluas cinta kasih
Mendaki bukit dan gunung demi memberi pelayanan kesehatan
Jalinan kasih sayang antara dokter dan pasien penuh kehangatan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Desember 2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 31 Desember 2017
Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -