Ceramah Master Cheng Yen: Memperoleh Kedamaian dengan Rasa Syukur
Bencana akibat ulah manusia membuat banyak orang terpaksa meninggalkan kampung halaman dan kehilangan tempat tinggal. Kondisi mereka sungguh memilukan dan menderita. Dunia ini sungguh penuh dengan penderitaan. Untuk apa kita bertikai demi memiliki sesuatu? Segala sesuatu tidaklah kekal.
Cara terbaik untuk menikmati hidup ialah menggenggam waktu untuk bersumbangsih. Menolong sesama adalah akar kebahagiaan. Banyak orang yang bisa berkata demikian. Kita hendaklah membangkitkan niat baik dan segera bersumbangsih saat melihat penderitaan.
Saat menolong orang yang membutuhkan, kita akan merasa bahagia, dipenuhi sukacita, serta terbebas dari noda batin dan penyesalan. Dalam hidup ini, kita harus menggenggam waktu yang ada. Jika tidak melakukan apa-apa, kita mungkin akan terus memikirkan utang orang lain pada kita.
Saat kita diliputi noda batin seperti ini dan berusaha untuk menagih utang, bahkan menagihnya dua kali lipat, kita akan sangat menderita. Begitu pula dengan orang yang ditagih. Jika sudah terpojok, mereka mungkin akan melakukan perlawanan dengan prinsip "gigi ganti gigi". Demikianlah kondisi batin manusia yang dapat mendatangkan bencana. Ini dapat menciptakan bencana, bukan berkah.
Untuk menciptakan berkah, kita harus melapangkan hati. Masa lalu biarkanlah berlalu. Saat sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan, kita hendaklah bersabar tanpa merasa bahwa kita sedang bersabar. Kita harus bersyukur. Kita tidak merasa sedang bersabar, melainkan sangat bersyukur karena ada orang yang mengikis karma buruk kita. Utang karma harus dibayar.
Jadi, di tengah kondisi yang tidak sesuai keinginan, kita tidak hanya harus bersabar, melainkan juga bersyukur. Dengan demikian, kita akan merasa damai dan tenang. Pencapaian tertinggi dalam pelatihan diri ialah merasa damai dan tenang serta terbebas dari noda batin.
Saat berinteraksi dengan kondisi luar, kita hendaknya mempraktikkan kesabaran serta tidak tamak akan kekayaan, ketenaran, dan keuntungan karena semua itu ialah semu. Semua itu mendatangkan penderitaan. Kita hendaklah melatih diri hingga memperoleh kedamaian dan ketenangan serta bisa membayar utang karma dengan sukarela.
Insan Tzu Chi pasti ingat bahwa saya selalu berkata, "Jika membayar utang karma dengan sukarela, kita akan mendapat diskon. Jika tidak, kita harus membayarnya dua kali lipat."
Singkat kata, kita harus bersungguh-sungguh melatih hati dan pikiran kita. Jangan hanya mengatakan atau memikirkannya. Kita harus melakukan tindakan nyata.
Saya berharap Bodhisatwa sekalian dapat menginventarisasi kehidupan kalian. Kehidupan tidaklah kekal. Mari kita membangkitkan kekuatan untuk melenyapkan penderitaan semua makhluk. Inilah nilai kehidupan kita di dunia ini.
“Shanxi jarang dilanda banjir. Jadi, banjir kali ini membuat orang-orang sangat cemas. Rekan-rekan saya meluangkan waktu untuk membantu sebagai sukarelawan meski mereka harus bekerja pada sif malam. Ini sungguh mengharukan,” kata Liu Liansheng Sukarelawan Taigang Group.
“Relawan Tzu Chi dari 5 provinsi di Tiongkok Utara segera datang ke lokasi bencana untuk menyalurkan bantuan. Para petani setempat sudah tidak sabar menantikan barang bantuan. Saat membagikan bantuan pada mereka, saya bersyukur sambil meneteskan air mata,” kata Shang Dinggui Sukarelawan Taigang Group.
Saya terus berkata bahwa kita harus menginventarisasi kehidupan kita untuk mengetahui besarnya nilai kehidupan kita ataupun banyaknya perbuatan keliru yang telah kita lakukan dahulu. Kita hendaklah memperbaiki perbuatan keliru dan memperbanyak perbuatan benar untuk menciptakan berkah bagi dunia. Asalkan sesuatu itu benar, maka lakukan saja.
Buddha mengajari kita untuk menjalankan Enam Paramita dan puluhan ribu praktik di Jalan Bodhisatwa. Enam Paramita terdiri atas dana, disiplin moral, kesabaran, semangat, konsentrasi, dan kebijaksanaan.
Pada masa sekarang, Enam Paramita tidak sulit untuk dipraktikkan. Dengan populasi manusia yang besar, akses transportasi yang memadai, dan akses informasi yang mudah, kita bisa mengetahui banyak hal. Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman, asalkan memiliki tekad, tidaklah sulit untuk mempraktikkan ajaran Buddha.
Bodhisatwa sekalian, kita hendaklah memperhatikan hal-hal yang terjadi di seluruh dunia. Lihatlah bagaimana Tzu Chi menyatukan orang-orang dengan latar belakang agama yang berbeda-beda, baik Buddha, Kristen Katolik, Kristen Protestan, maupun agama lainnya.
Tanpa memandang perbedaan agama, semua relawan Tzu Chi bersatu hati dan menghimpun kekuatan untuk menolong orang yang membutuhkan. Ada pula organisasi keagamaan lain yang dapat mengerahkan tenaga di lokasi bencana, tetapi membutuhkan dukungan barang bantuan.
Kita yang hidup di wilayah yang tenteram dan penuh berkah mengerahkan kekuatan kita untuk mengirimkan barang bantuan agar mereka dapat membagikannya kepada orang yang membutuhkan. Demikianlah semua orang menghimpun kekuatan untuk bersumbangsih.
Singkat kata, saat ada orang yang membutuhkan, Bodhisatwa dunia akan bermunculan. Bukankah dalam Sutra Bunga Teratai juga terdapat penggalan yang mengulas tentang Bodhisatwa yang bermunculan dari dalam tanah?
Sungguh, di negara mana pun bencana terjadi, relawan Tzu Chi setempat ataupun relawan Tzu Chi dari negara lain akan bergerak untuk menyalurkan bantuan. Bukankah para relawan kita bagaikan Bodhisatwa yang bermunculan dari dalam tanah dan datang dari segala penjuru?
Bodhisatwa sekalian, pelajarilah Sutra Bunga Teratai dan lakukan perbandingan. Buddha mengajari kita untuk melenyapkan penderitaan semua makhluk. Pada masa sekarang, semua kondisi pendukung sangat lengkap, baik akses transportasi, akses informasi, tenaga manusia, maupun materi. Jadi, kita bisa segera menolong orang-orang yang menderita. Ini bisa dilakukan oleh insan Tzu Chi.
Setiap orang hendaklah menginventarisasi kehidupan diri sendiri dan bertekad untuk menjadi Bodhisatwa dunia. Jadi, kita harus mendoakan diri sendiri. Intinya, kita harus menginventarisasi kehidupan kita. Jika pernah melakukan perbuatan keliru, kita hendaklah segera memperbaikinya.
Bukankah kita setiap hari berharap dapat melenyapkan semua rintangan karma, menapaki Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan, dan bertobat atas ketamakan, kebencian, kebodohan, dan sebagainya di masa lalu? Ini bukan untuk sekadar diucapkan, melainkan untuk melatih hati dan pikiran kita agar kita dapat membina ketulusan.
Untuk meredam bencana, kita harus membina ketulusan. Dengan menjaga keselarasan iklim dan mewujudkan keharmonisan antarmanusia, barulah dunia bisa terbebas dari bencana.
Melapangkan hati untuk meredam konflik
Memperoleh kedamaian dengan bersabar tanpa merasa bersabar
Memperbaiki tabiat buruk di masa lalu dan mempraktikkan Enam Paramita
Bodhisatwa bermunculan untuk mewujudkan ketenteraman dunia
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 Oktober 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 29 Oktober 2021