Ceramah Master Cheng Yen: Mempertahankan Cinta Kasih untuk Melakukan Daur Ulang dan Misi Amal
Sekarang kita sudah memasuki tahun Tzu Chi ke-53. Peringatan ulang tahun Tzu Chi ke-52 sungguh sangat menyentuh. Baik insan Tzu Chi di Taiwan maupun di seluruh dunia, semua mengadakan peringatan ulang tahun Tzu Chi ke-52. Kegiatan yang paling besar menitikberatkan pada pelestarian lingkungan.
Dibutuhkan uluran tangan dari banyak orang guna melindungi bumi dan sebisa mungkin melakukan daur ulang. Berhubung populasi manusia bertambah banyak, maka dibutuhkan sumber daya alam. Namun, sumber daya bumi ini terbatas, maka kita harus melestarikannya dan jangan terlalu memboroskannya. Jadi, kita harus menjaga kekayaan sumber daya alam di bumi agar bisa dinikmati dari generasi ke generasi.
Kita tidak boleh membiarkan sumber daya alam dihamburkan begitu saja dan melukai bumi. Sekarang setiap orang harus melakukan tindakan untuk melindungi bumi. Semua ini berpulang pada hati manusia. Arah hidup manusia harus benar.
Kita bisa melihat kegiatan insan Tzu Chi di luar negeri sungguh menyentuh. Selain misi amal, mereka juga aktif melakukan daur ulang. Tidak peduli di negara mana pun, mereka mengungkapkan ketulusan mereka dalam upacara pemandian rupang Buddha. Misalnya, Ekuador yang mayoritas warganya adalah umat Katolik. Tahun lalu, sesi pertama pemandian rupang Buddha Tzu Chi di dunia diadakan di sebuah gereja di Ekuador. Mereka telah menyusun meja yang megah untuk pemandian rupang Buddha. Semua orang saling menghormati.
Karena adanya bencana gempa bumi, sekelompok umat Buddha pergi ke Ekuador untuk memberikan bantuan. Saat insan Tzu Chi di seluruh dunia sedang mempersiapkan upacara pemandian rupang Buddha, uskup agung setempat juga berkata bahwa mereka akan saling menghormati dan menyediakan gereja untuk upacara pemandian rupang Buddha. Insan Tzu Chi pun menjalankan upacara pemandian rupang Buddha dengan harmonis di sana. Warga lokal yang beragama Katolik juga ikut melakukan pemandian rupang Buddha. Jika teringat hal ini, saya sangat tersentuh.
Kita juga melihat di Sri Lanka, saat upacara pemandian rupang Buddha, orang-orang berterima kasih kepada Tzu Chi. Kita bisa melihat warga Perumahan Cinta Kasih, guru, dan murid selalu berinisiatif untuk bersumbangsih dengan tulus. Terlebih lagi, seluruh warga Perumahan Cinta Kasih saling membantu dan saling mengasihi. Mereka bersatu dalam semangat Tzu Chi.
Mereka juga bisa menyalurkan barang bantuan dan membantu orang yang membutuhkan. Meski kehidupan mereka tidak begitu baik, tetapi mereka menjalankan misi amal dengan baik. Mereka merupakan Bodhisatwa dunia yang dapat menjalankan inti ajaran Buddha yang mungkin dihafal oleh banyak orang, tetapi sulit untuk dilakukan, yaitu kekosongan tiga aspek dana. Insan Tzu Chi bersumbangsih tanpa bersikap perhitungan dari segi waktu, tenaga, dan jumlah materi yang diberikan. Mereka bersumbangsih tanpa pamrih dan mengucapkan terima kasih.
Kita tidak memiliki kemelekatan atau terus mengingat orang yang pernah kita bantu. Kita juga tidak pernah menuntut mereka untuk mengingat bantuan kita. Waktu terus berlalu, anak-anak akan tumbuh dewasa dan orang paruh baya akan menua. Waktu tidak bisa ditahan dan akan terus berlalu. Namun, kita bisa melihat apa yang telah kita capai seiring waktu.
Gempa bumi di Wenchuan pada tahun 2008, sekarang sudah 10 tahun berlalu. Sepuluh tahun yang lalu, hati anak-anak juga sangat terguncang. Beruntung, insan Tzu Chi memberikan perhatian tepat waktu. Insan Tzu Chi merangkul, menyayangi, dan menghibur mereka bagaikan anak sendiri. Mereka pun terinspirasi menjadi relawan cilik. Kita bisa melihat saat itu relawan cilik memakai rompi relawan dewasa, sungguh menggemaskan. Sekarang mereka sudah lulus dan menjadi guru.
“Insan Tzu Chi yang telah mengajari saya untuk berbuat kebajikandan harus menghormati orang lain. Saya selamanya ingat bahwa para bibi dan paman memberi tahu saya bahwa saat memberikan makanan hangat kepada orang lain, kita harus menggunakan kedua tangan. Meski kita melakukan kebajikan, tetapi juga harus membuat orang lain merasa dihormati. Inilah kesan saya yang paling mendalam. Saya sangat berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah membantu saya sehingga saat saya berusia 16 tahun, saya bisa melihat dunia yang sangat indah. Saya sangat merindukan para bibi dan paman yang telah membantu saya saat itu,” kata Fan Caiyun salah seorang relawan cilik.
Rasa terima kasihnya bersifat abadi. Jadi, dia masih sangat merindukan para bibi dan paman yang telah memberinya perhatian dengan cinta kasih. Dia masih mengingatnya. Setelah mendengar perkataan seperti itu, kita akan merasa sangat senang dan juga tersentuh. Kita melakukannya tanpa pamrih, tetapi malah mendapatkan rasa sukacita yang luar biasa. Jadi, semua ini tercapai seiring waktu.
Mempertahankan cinta kasih untuk melakukan daur ulang dan misi amal
Saling menghormati antarumat beragama
Giat bersumbangsih tanpa kemelekatan
Sumbangsih sepuluh tahun telah membuahkan hasil
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Mei 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie
Ditayangkan tanggal 18 Mei 2018