Ceramah Master Cheng Yen: Mempertahankan Ikrar dan Membantu Kampung Halaman Buddha
Saya selalu berpikir bahwa seumur hidup ini, saya tidak akan bisa pergi ke kampung halaman Buddha. Namun, saya beruntung karena ada sekelompok Bodhisatwa yang membangun tekad dan ikrar untuk menjalankan yang sulit dijalankan. Mereka berhimpun bersama dan pergi ke kampung halaman Buddha. Dengan melepaskan status diri, mereka bekerja dengan keras dan mengatasi segala kesulitan yang ada di sana.
Sungguh, kita tidak dapat membayangkan penderitaan masyarakat di sana. Saya sering berpikir bahwa Buddha dapat menyaksikan penderitaan karena lingkungan di sana yang memang penuh penderitaan. Setelah menyaksikan penderitaan, Buddha terus memikirkan cara untuk meringankan dan melepaskan penderitaan orang-orang di sana.
Bodhisatwa sekalian, jarak waktu kita saat ini dengan Buddha telah lebih dari 2 ribu tahun. Saat ini, sebagian besar kondisi kehidupan di dunia telah meningkat. Banyak insan Tzu Chi yang menikmati kehidupan yang nyaman dan mudah. Kita dapat membayangkan perbedaan yang sangat besar. Hal ini bagaikan makhluk surgawi yang turun ke dunia dan melihat tempat yang penuh penderitaan. Ya, kita telah melihat kampung halaman Buddha.
Masyarakat di sana cenderung menerima nasib begitu saja karena tidak memiliki keinginan dan tuntutan apa pun. Lihatlah lingkungan mereka, mereka mengganggap langit sebagai atap dan tanah sebagai tempat mereka tinggal. Jadi, mereka akan duduk di tanah tanpa memedulikan sinar matahari yang terik dan hujan yang disertai angin kencang. Sesungguhnya, apa yang mereka gunakan untuk melindungi diri mereka dari cuaca yang ada?
Saudara sekalian, selama kalian berada di sana, hendaknya kalian mengamati dengan jelas bagaimana lingkungan kehidupan di sana. Saya percaya bahwa kalian semua melatih diri di Jalan Bodhisatwa. Jalan Bodhisatwa memerlukan kesabaran, kerja keras, ketekunan, dan semangat. Inilah Jalan Bodhisatwa, tempat kita untuk mempraktikkan Enam Paramita. Melihat orang-orang di kampung halaman Buddha, saya selalu berpikir untuk berterima kasih pada mereka karena telah memberikan pelajaran hidup kepada kita.
Insan Tzu Chi sekalian, bersyukur adalah prinsip kebenaran yang agung. Hendaknya setiap kali mengucapkan terima kasih, kalian dapat mengucapkannya dengan penuh rasa hormat dan rasa menghargai. Rasa syukur adalah Dharma yang sejati. Untuk menyucikan hati manusia dan mewujudkan dunia yang harmonis, kita membutuhkan hati yang penuh syukur. Ketika kita melafalkan nama Buddha, kita bukan memohon perlindungan, melainkan memohon bimbingan Buddha supaya kita memiliki kesempatan menerima ajaran-Nya di tengah kehidupan yang penuh kesesatan.
Saudara sekalian, saya berharap dengan adanya proyek harapan di sana, kita dapat membimbing mereka ke arah hidup yang benar sehingga mereka dapat memiliki harapan dan turut membangun ikrar. Inilah ikrar insan Tzu Chi. Saya juga sering mengatakan tentang orang yang tadinya selalu mengangkat telapak tangan ke atas dan menunggu orang-orang memberikan bantuan.
Ketika bertemu dengan Tzu Chi, mereka tersentuh oleh cinta kasih dan ketulusan insan Tzu Chi. Berkat hal itu, mereka membalikkan telapak tangan, mengenakan rompi relawan, dan bersumbangsih bersama dengan para Bodhisatwa. Dalam waktu yang singkat, Bodhisatwa dapat menginspirasi mereka dengan keteladanan yang nyata.
Saat ini, mereka telah berjalan bersama para Bodhisatwa lainnya. Saya menyebut mereka sebagai Bodhisatwa yang baru terinspirasi. Setelah membangkitkan cinta kasih, mereka belajar untuk membantu orang lain. Membimbing semua makhluk dan membantu mereka yang menderita adalah tanggung jawab Bodhisatwa di dunia. Kita dapat belajar bersumbangsih dengan kekuatan kita.
Bersumbangsih tidak hanya dapat dilakukan dengan uang, melainkan juga dengan tindakan membantu orang lain. Inilah yang disebut bersumbangsih dengan cinta kasih. Cara berdana sangatlah banyak. Kita hanya perlu mengubah hati yang penuh nafsu keinginan menjadi penuh cinta kasih. Ketika cinta kasih kita berlebih, kita dapat bersumbangsih tanpa henti. Inilah prinsip kebenaran yang sangat sederhana.
Penduduk setempat pun telah belajar untuk memberi sedikit demi sedikit. Dengan begitu, mereka memiliki kekuatan untuk merespons semangat celengan bambu. Inilah cinta kasih. Mereka melakukannya dengan tulus dan sukacita. Senyum yang mereka tunjukkan sangat tulus. Segenggam beras ataupun sekeping koin dari mereka menciptakan pahala yang sangat besar.
Di dalam Sutra, ada sebuah kisah tentang nenek miskin yang mendanakan sepotong kain dari pakaiannya yang compang-camping kepada Buddha. Lihatlah, kisah 2 ribu tahun yang lalu masih diwariskan hingga saat ini. Bukankah pahala nenek miskin itu sangatlah besar? Kisah nenek itu memberikan pelajaran kepada generasi-generasi berikutnya. Bukankah ini adalah pahala?
Bodhisatwa sekalian, saya sangat berterima kasih kepada semuanya karena kalian mampu menjalankan praktik nyata dan menapaki Jalan Bodhisatwa di kampung halaman Buddha. Ini adalah sesuatu yang langka dan memerlukan ratusan, ribuan, bahkan puluhan ribu kalpa untuk dijumpai. Bukankah ini juga yang dikatakan dalam Gatha Pembuka Sutra? "Dharma yang dalam dan menakjubkan tiada tara, sulit untuk dijumpai meski dalam miliaran kalpa." Di manakah Dharma? Dharma digunakan untuk membawa manfaat bagi semua makhluk.
Kita perlu memahami metode yang benar dan perlu mencari Dharma. Saat ini, Dharma ada di hadapan kita. Jalan Bodhisatwa juga sudah terbuka lebar. Saudara sekalian, hendaknya kalian di sana membentangkan jalan yang lurus dan membuatnya menjadi jalan yang abadi.
Mempraktikkan Enam Paramita dengan sabar, tekun, dan penuh semangat
Mempertahankan ikrar dan membantu kampung halaman Buddha
Menciptakan karma baik dan menginspirasi orang lain dengan tutur kata penuh cinta kasih
Mewariskan ajaran benar dan membawa manfaat bagi semua makhluk
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 12 Maret 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet
Ditayangkan Tanggal 14 Maret 2024