Ceramah Master Cheng Yen: Mempertahankan Ikrar dan Mempraktikkan Welas Asih
Selama ini, insan Tzu Chi telah menulis perjalanan sejarah Tzu Chi setiap hari. Sejarah yang akan kita kenang hari ini adalah sejarah pada tanggal 6 November 1983. Saat itu, Tzu Chi telah berdiri selama 17 tahun. Setelah merencanakan pembangunan rumah sakit selama bertahun-tahun, akhirnya jalinan jodoh ini pun matang. Pada hari itu, di pusat kegiatan Angkatan Udara di Jalan Renai, Taipei, kita menggelar kegiatan bazar. Saya sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi di seluruh Taiwan yang turut berpartisipasi dalam kegiatan itu. Hari ini pada tahun 1998 juga merupakan hari terbentuknya tim transplantasi hati di RS Tzu Chi Hualien. Inilah sejarah-sejarah Tzu Chi pada hari ini. Singkat kata, misi kesehatan Tzu Chi kaya akan sejarah.
Beberapa hari ini, fakultas kedokteran kita mengadakan kelas simulasi bedah ortopedi. Banyak dokter dari lebih dari 50 RS besar yang berkumpul di Universitas Tzu Chi di Hualien untuk mengikuti kelas simulasi bedah. Mereka semua adalah dokter bedah ortopedi. Kepala Kehormatan Rumah Sakit Chen Ing-ho yang sangat terkenal di bidang ortopedi mengundang banyak dokter bedah ortopedi untuk mengikuti kelas simulasi bedah ini. Ada pula beberapa asosiasi subspesialisasi ortopedi yang mengikuti kelas simulasi bedah. Para partisipan mempelajari banyak hal.
“Saya bisa merasakan setiap partisipan kembali menemukan tujuan awal mereka saat memutuskan untuk menjadi seorang dokter. Saya yakin setelah kembali bertugas, mereka akan semakin menghargai kehidupan,” kata Lee Shiuann-sheng, Wakil Kepala Chang Gung Memorial Hospital.
“Saya mendengar hal yang sangat penting di sini. Seorang anggota keluarga Silent Mentor berkata, ‘saya rela kalian menyayat tubuh suami saya sebanyak 30 kali agar kelak kalian tidak melakukan kesalahan saat mengoperasi pasien’. Harapan keluarga Silent Mentor ini harus kita wujudkan,” kata Tang Yee-wen, Kepala Departemen Ortopedi Rumah Sakit Umum Veteran, Taiwan. (Silent Mentors adalah orang yang mendonorkan tubuhnya untuk praktik kedokteran di Universitas Kedokteran Tzu Chi – red)
“Lewat kelas simulasi bedah dengan menggunakan tubuh Silent Mentor, kita dapat mengurangi cara penanganan pasien yang tidak tepat dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Ini sangat positif dan bermakna,” kata Chang Chih-hao, Ketua Asosiasi Ahli Bedah Tangan Taiwan. Berkat para Silent Mentor, keterampilan mereka semakin meningkat. Kita sungguh harus sangat bersyukur.
Mengulas tentang para Silent Mentor membuat saya merasa sangat kehilangan. Kali ini, ada seorang Silent Mentor yang berusia 82 tahun. Dia merupakan relawan daur ulang yang mendedikasikan diri di Taipei dan Yilan. Dia terkadang pergi ke Taipei, terkadang pergi ke Yilan. Dia mulai bergabung pada usia 61 tahun. Tahun ini, dia sudah berusia 82 tahun. Dia sepenuh hati mengemban misi Tzu Chi dan melakukan daur ulang. Tidak peduli menemui kesulitan apa pun, dia selalu menghadapinya dengan tekad yang teguh. Dia juga sangat bijaksana. Saat orang-orang menertawakannya dan menganggapnya bodoh, dia berkata, “Dapat menjalani hidup tanpa terganggu oleh masalah yang dihadapi, itulah kebijaksanaan yang sesungguhnya.” Dia memiliki hati yang lapang dan pikiran yang murni. Dia berkata, “Jangan membebani pikiran kita. Kita cukup menuruti kata-kata Master untuk melakukan hal yang benar.”
Dia menuruti perkataan saya untuk melakukan hal yang benar selama 20 tahun lebih. Meski sudah lanjut usia, dia tetap membangun ikrar agung. Dia berkata, “Saat masih bisa bernapas, kita harus bersumbangsih. Jika suatu hari nanti, saya sudah tidak bisa bernapas, saya ingin mendonorkan tubuh saya kepada fakultas kedokteran kita untuk kelas anatomi atau simulasi bedah. Saya ingin menjadi mentor. Saya berterima kasih kepada Master yang memberi saya kesempatan untuk mendonorkan tubuh pada akhir hayat saya sehingga saya dapat menjadi seorang mentor.” Pikirannya sangat terbuka.
Selain itu, juga ada Chiu-piao. Liu Chiu-piao merupakan murid saya yang baik. Dia telah bergabung di Tzu Chi selama 24 tahun. Begitu bergabung, dia dan suaminya selalu melatih diri bersama. Beberapa tahun yang lalu, dia didiagnosis menderita kanker stadium akhir. Namun, dia selalu sangat tegar. Setiap kali mendengar bahwa dia berada dalam kondisi kritis, saya selalu mengira saya akan kehilangan dia. Namun, dia selalu dengan cepat muncul di hadapan saya.
Saya berkata, “Bagaimana kondisimu sekarang?”
Dia berkata, “Master, saya baik-baik saja. Master masih sangat sibuk dan banyak hal yang harus dilakukan. Saya masih bisa membantu Master.”
Dia terus bersumbangsih tanpa henti meski tubuhnya sudah membengkak. Saya sangat tidak tega melihatnya. Setiap kali saya pergi ke Tainan, dia selalu menemui saya. Saat saya menanyakan kondisinya, dia berkata bahwa dia hanya tidak berselera. Saya selalu menyemangatinya bahwa dia harus makan agar bertenaga. Setiap kali Tzu Chi akan menyalurkan bantuan bencana internasional, dia selalu berkata,“Suami saya bisa ikut serta.”
Saya berkata, “Tidak boleh. Kesehatanmu tidak baik, dia tidak boleh pergi.”
Dia berkata, “Master, tidak apa-apa. Setiap orang memiliki jalan masing-masing. Saya tidak boleh menghalanginya menapaki Jalan Bodhisatwa.”
Suaminya juga berkata, “Tidak apa-apa. Dia terus meminta saya untuk ikut serta. Yang penting dia bahagia. Master, saya juga sangat ingin ikut serta. Izinkanlah saya pergi agar dia bahagia.” Pikiran sepasang suami istri ini sangat terbuka.
Kini Chiu-piao juga merupakan salah seorang Silent Mentor. Kemarin, usai pertemuan pagi relawan, keluarga Relawan Huang Tsuan-rung datang menemui saya. Dua hari yang lalu, dia telah meninggal dunia dengan damai di Rumah Sakit Tzu Chi Taichung. Jenazahnya dengan cepat diantarkan dari Taichung ke Universitas Tzu Chi di Hualien. Inilah kehidupan para relawan kita. Mereka mendedikasikan hidup mereka untuk bersumbangsih di tengah masyarakat. Kehidupan mereka sangat bermakna. Setelah meninggal dunia, mereka bahkan bersumbangsih sebagai Silent Mentor.
Kemarin, banyak dokter bedah ortopedi dari lebih dari 50 rumah sakit di Taiwan yang berkumpul bersama di Universitas Tzu Chi untuk mendalami misteri dari tubuh manusia lewat kelas simulasi bedah. Selain merasa kehilangan, saya juga sangat tersentuh. Saat masih sehat, murid-murid saya ini terus bersumbangsih bagi masyarakat. Setelah meninggal dunia, mereka juga bersumbangsih bagi dunia medis. Pahala mereka sungguh tak terhingga.
Bersusah payah membangun rumah sakit dan melindungi cinta kasih
Menghargai kehidupan dengan tekad yang teguh
Mendonorkan tubuh dengan pikiran yang murni
Mendonorkan tubuh demi kepentingan medis dan mempraktikkan welas asih
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, MarlinaDitayangkan tanggal 8 November 2015
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 6 November 2015