Ceramah Master Cheng Yen: Mempraktikkan Cinta dan Welas Asih di Masyarakat


“Tulisan ‘berkah dan kebijaksanaan’ pada kemasan bubur harus menghadap ke atas. Ini adalah cara kita menunjukkan kesopanan dan rasa hormat kepada penerima bantuan.”

“Saya beri tahu, syal ini bisa dipakai seperti ini.”

“Sangat hangat, ini terbuat dari botol plastik.”

“Setiap mangkuk terisi penuh. Di dalamnya ada tahu yang kaya akan protein, juga ada bakso vegetaris dan jamur.”

“Silakan minum teh.

“Terima kasih, Kakak.”

“Ini adalah teh jahe. Minumlah sebentar lagi agar tidak terlalu panas.”

“Setelah minum ini, kamu tidak akan kedinginan lagi.”

“Selimutilah badanmu seperti ini. Sulit untuk melakukannya sendiri. Biarkan saya membantumu. Apakah sudah lebih hangat?”

Saya selalu mengatakan bahwa kita harus menunjukkan ketulusan dan kesopanan saat membantu orang-orang yang membutuhkan. Lihatlah, para relawan Tzu Chi membungkukkan badan dengan sopan, berjongkok untuk berbicara dengan mereka, dan menyelimuti mereka dengan selimut tebal. Ini sungguh terlihat penuh kehangatan. Ketika melihat hal ini, saya juga tidak bisa menahan diri untuk mengatakan bahwa saya sangat terharu dan berterima kasih kepada para relawan.

Para relawan Tzu Chi benar-benar telah menapaki Jalan Bodhisattva. Meski cuaca di luar sangat dingin, relawan kita tetap melangkah keluar untuk membantu kaum tunawisma yang menahan kedinginan sambil duduk di kolong jembatan atau terowongan bawah tanah. Bukankah para relawan kita adalah Bodhisattva dunia yang menjadi penyelamat dalam hidup mereka? Kehidupan penuh dengan penderitaan. Dengan menjangkau langsung orang-orang yang mengalami penderitaan, para relawan dapat lebih memahami bahwa mereka sungguh dipenuhi berkah.


“Kita semua memiliki tempat tinggal. Melihat mereka tinggal di tempat seperti ini, kami tentu akan merasa tidak tega. Sebenarnya, kami hanya memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada mereka. Namun, mereka sangat terharu,”
kata Chen Bao-zhen relawan Tzu Chi.

“Kami pergi ke kolong Jembatan Gaosha. Ketika berdiri, kepala orang-orang mungkin akan terantuk. Melihat ini, kami juga sangat tidak tega. Namun, salah satu dari mereka mengatakan bahwa mereka sudah terbiasa karena sering terantuk. Jadi, lingkungan hidup mereka sangat keras. Kami membantu mereka mengenakan topi dan memberi perhatian kepada mereka layaknya keluarga. Kami berharap dapat memberikan kehangatan kepada mereka di tengah musim dingin ini,” kata Chen Yu-zhu relawan Tzu Chi.

Jadi, dengan hati Bodhisattva, insan Tzu Chi menapaki Jalan Bodhisattva dengan melakukan praktik nyata. Mereka memperkuat welas asih agung yang merasa sepenanggungan dan cinta kasih agung yang tidak membeda-bedakan. Mereka berusaha untuk menenangkan hati dan membawa kehangatan bagi orang-orang yang sedang menderita. Inilah cara mereka mempraktikkan cinta kasih agung. Bagaimana mereka mempraktikkan welas asih agung?

Meski mereka sendiri juga mengalami kesulitan, tetapi dibandingkan dengan kaum tunawisma, mereka sangat beruntung. Jadi, mereka membuka pintu hati diri sendiri serta mulai terjun langsung untuk memperpanjang jalinan kasih sayang dan menciptakan berkah di dunia. Jadi, baik kaya maupun miskin, semuanya dapat bersumbangsih. Asalkan memiliki cinta kasih, orang yang kekurangan materi juga dapat memiliki batin yang kaya.

Saat melihat orang-orang yang menderita, para relawan yang kaya materi sekaligus kaya batin juga dapat merendahkan hati dan terjun langsung untuk membantu kaum tunawisma. Baik relawan yang mampu maupun kurang mampu, mereka semua kaya batin. Mereka bekerja sama untuk membantu orang-orang kurang mampu yang kekayaan batinnya belum terbangkitkan.


Orang-orang yang kekurangan ini tidak membangkitkan keberanian sehingga penderitaan di sekeliling mereka membuat mereka putus asa dan hanya bisa duduk tidak berdaya di sana sambil menderita kedinginan. Jadi, para relawan yang kaya secara materi dan batin menjangkau mereka, berjongkok untuk menyemangati mereka, membawa barang bantuan bagi mereka, dan membimbing mereka untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Kondisi iklim makin memburuk dan bencana alam terjadi di mana-mana. Apa penyebabnya? Karena karma buruk kolektif yang diciptakan oleh semua makhluk. Karma buruk kolektif dari semua makhluk menyebabkan ketidakselarasan empat unsur alam. Tak ada seorang pun yang bisa menghentikan bencana alam.

Dalam sehari terdapat 86.400 detik dan untuk mengurangi bencana, kita perlu membangkitkan niat baik setiap detiknya. Hanya niat baiklah yang dapat memperagung rumah batin kita. Jika kita tidak terjun ke masyarakat untuk berbuat kebajikan, seberapa besar pun rumah batin kita, isinya hanyalah sampah. Saya sering melihat relawan Tzu Chi membersihkan rumah-rumah keluarga kurang mampu. Mereka bukannya tidak memiliki tempat tinggal. Mereka justru memiliki rumah yang sangat besar, tetapi tidak bisa membersihkannya karena menderita penyakit fisik atau mental.


Para relawan Tzu Chi pun membantu mereka. Selain memberikan bantuan materi, kita juga membantu mereka untuk mandi, mencuci rambut, menggunting rambut, dan membersihkan sampah di dalam rumah supaya mereka dapat tinggal dengan nyaman di sana. Ini menjadi bukti bahwa dahulu mereka hidup berkecukupan. Namun, kehidupan pada dasarnya tidaklah kekal. Sekarang, mereka telah jatuh miskin dan sakit sehingga rumah yang begitu besar dipenuhi oleh banyak sampah.

Kita bisa melihat bagaimana para relawan kita membersihkan kamar kecil. Lihatlah, mereka bahkan membersihkannya dengan tangan supaya dapat menyikat bersih semua noda. Jika tidak memiliki hati Bodhisattva, bagaimana mungkin mereka bisa melakukannya? Mereka membantu orang-orang yang membutuhkan secara menyeluruh. Inilah yang disebut Bodhisattva dunia.

Berhubung memiliki hati Buddha, mereka tidak tega melihat makhluk hidup menderita. Mereka mengajarkan praktik Bodhisattva dengan memberi teladan nyata untuk menginspirasi orang-orang membangkitkan hakikat kebuddhaan dan menjadi Bodhisattva dunia. Semua orang adalah Bodhisattva. Bodhisattva sekalian, untuk meneladan Buddha, kita harus memulainya dari menapaki Jalan Bodhisattva. Di mana jalan ini? Ada di depan mata kita. 

Memupuk niat baik dan menjaga pikiran setiap detiknya
Menjalankan ikrar Bodhisattva dengan hati Buddha
Mempraktikkan cinta dan welas asih di masyarakat tanpa keakuan
Saling mendampingi dengan jalinan kasih sayang untuk mencapai Bodhi   

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 26 Januari 2023
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 28 Januari 2023
Bertuturlah dengan kata yang baik, berpikirlah dengan niat yang baik, lakukanlah perbuatan yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -