Ceramah Master Cheng Yen: Mempraktikkan Jalan Bodhisatwa di Tengah Masyarakat

“Hai, Bodhisatwa. Lihatlah Bodhisatwa lansia ini. Dia dahulu membawa barang daur ulang dengan pikulan. Kini dia mengenakan pelindung punggung,” kata Wu Xu Xue-ying. Wu Xu Xue-ying, secara berkala naik gunung untuk mengunjungi relawan daur ulang lansia.

“Tulang saya sakit,” tutur Nenek Qiu Jin-xiu, yang juga relawan Tzu Chi.

“Kesehatan tubuh harus dijaga. Kamu adalah permata kami. Dia berkata kepada anak-anaknya bahwa jika memiliki sesuap nasi, kita harus ingat berbagi dengan orang lain, harus menolong orang lain. Tekadnya sangat luhur,” terang Wu Xu Xue-ying.

“Dengan membantu orang-orang yang kesulitan, saya menjadi bahagia. Saya suka melakukan ini. Dahulu kehidupan saya sangat sulit. Untuk menolong orang, saya rasa melakukan daur ulang adalah cara yang baik,” kata Nenek Qiu Jin-xiu.

“Dahulu saya sering tidak punya beras untuk makan. Insan Tzu Chi menjuluki saya "Nenek Pikulan", katanya.

“Memikul pikulan sangat melelahkan, bukan?”

“Saat itu saya tidak merasa lelah. Sebanyak apa pun yang orang berikan, saya akan memikulnya. Saya tidak takut terlihat buruk. Saya hanya takut tidak kuat memikul saja. Selama masih kuat, saya akan terus memikul. Saya berusia 83 tahun dan tetap melakukan ini meski memakai pelindung. Saya ingin terus melakukannya hingga tak bisa melakukannya lagi,” tambahnya.  

“Sekarang saya sudah tidak bisa melakukannya. Kadang saya masih melakukan hal yang ringan. Cucu saya melakukan yang lebih berat. Dia terus berkata, "Nek, tak perlu lakukan lagi." Saya bilang saya berusaha untuk tetap beraktivitas. Selama masih bisa, saya akan terus melakukannya. Saya tidak memikirkan hal lain,” tegas Nenek Qiu Jin-xiu.

 

Para Bodhisatwa dunia, kita beruntung mendengar ajaran Buddha, terlebih mendengar ajaran praktik Bodhisatwa yang benar. Bukan hanya mendengar, selama puluhan tahun ini, semua orang tetap teguh mempraktikkan Jalan Bodhisatwa setiap hari. Seinci demi seinci jalan ini kita bentangkan dengan sepenuh hati. Setiap saat, kita juga terus memperpanjang jalan ini.

Kini kita harus lebih menghargai waktu yang terus berlalu. Orang yang tekun dan bersemangat setiap hari mengikuti kebaktian pagi dan malam. Dalam liturgi kebaktian malam, ada syair berbunyi, "Dengan berlalunya hari ini, usia pun berkurang." Setiap hari saya bertemu dengan orang, hal, dan segala sesuatu. Saat tiba waktunya untuk masuk kamar tidur, saya sering bergumam, "Wah, satu hari lagi sudah berlalu, usia kehidupan berkurang sehari lagi."

Setiap hari saya mengingatkan diri sendiri bahwa waktu terus berkurang hari demi hari. Intinya, setiap hari kita harus memahami dengan jelas sumber kehidupan kita. Belakangan ini saya sering membahas tentang berbakti. Ya, tubuh kita berasal dari orang tua.

Tubuh ini berasal dari daging dan darah orang tua. Tubuh ini khusus diberikan kepada kita. Meski kita memiliki banyak saudara, diri kita tetap hanya satu. Jadi, kita harus menghargai tubuh dan kehidupan yang telah diberikan kepada kita.

Setiap hari kita harus membuatnya menjadi kehidupan yang bermanfaat dan layak dikenang. Selain itu, kini kita juga mendengar Dharma. Dharma mengubah kehidupan awam menjadi jiwa kebijaksanaan. Kehidupan ini akan berlalu seiring waktu. Apa yang sesungguhnya kita tinggalkan?

Sebelum memasuki ajaran Buddha dan memberi manfaat bagi masyarakat, hari-hari kita mungkin berlalu begitu saja. Kita merasa orang lain tak ada kaitannya dengan kita. Namun, kini kita telah menerima Dharma. Segala yang kita lakukan setiap hari membuat kehidupan bermakna dan terkait dengan banyak orang karena kita telah bersumbangsih.


Jika Anda tidak bergabung dengan Tzu Chi, kehidupan Anda hanya sebatas diri sendiri dan keluarga kecil Anda. Saat kehidupan kita terbatas pada keluarga kecil, selamanya kita terbelenggu oleh kerisauan. Kita mengkhawatirkan anak, mengkhawatirkan cucu; mengkhawatirkan putra yang belum menikah, mengkhawatirkan putri belum mendapat pasangan. Setelah mereka menikah, timbul banyak kerisauan yang lain lagi.

Batin kita dipenuhi kerisauan. Apa pun yang kita lakukan, tidak bisa memuaskan hasrat batin kita. Kita penuh kerisauan. Saat menjalankan Tzu Chi, kita memperluas hubungan kekeluargaan kita. Kini semua orang di sekitar Anda, termasuk keluarga mereka, memiliki kaitan dengan Anda. Inilah keluarga se-Dharma.

Saya ingin mendorong semua orang agar ingat untuk memperhatikan saudara se-Dharma. Kita harus tekun dan bersemangat dalam mengembangkan kekuatan cinta kasih. Antarsaudara se-Dharma harus saling bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong. Yang berusia lanjut, berusahalah untuk berkegiatan dan memanfaatkan waktu. Jika mereka tidak datang berkegiatan, yang lain harus lebih memberi perhatian.

Hari ini kita memberi perhatian bagi orang lain, kelak giliran kita yang diperhatikan oleh orang lain. Banyak orang berada di sekeliling kita. Semuanya bagai anak cucu dan sanak saudara kita, karena kita adalah keluarga besar. Dengan demikian, kehidupan kita benar-benar bernilai dan tidak pernah kesepian karena didampingi oleh banyak Bodhisatwa. Jadi, kita harus menghargainya.

Saya sering membahas rasa hormat dan cinta kasih. Kita harus saling menghormati dan mengasihi. Inilah nilai kehidupan kita saat bergabung di dalam Tzu Chi. Kita juga memiliki banyak orang yang mendampingi.

Kita menjalankan Tzu Chi sejak muda. Saat kita tua, relawan muda mendampingi kita untuk terus menjalankan Tzu Chi tanpa berhenti. Asalkan kita dapat menjaga hubungan antarsaudara se-Dharma dengan erat dan meneruskan siklus kebajikan ini, jalinan kita dengan Jalan Bodhisatwa tak akan putus.


Ingatan dan kebiasaan kita di Jalan Bodhisatwa akan terbawa ke kehidupan mendatang. Jalinan jodoh kita akan terus berlanjut. Selamanya kita tidak akan berpisah. Inilah jalinan jodoh saudara se-Dharma yang didasari cinta kasih berkesadaran. Orang yang penuh cinta kasih berkesadaran disebut Bodhisatwa. Cinta kasih Bodhisatwa selalu abadi.

Bodhisatwa sekalian, jangan berhenti atau berdiam di rumah saja. Selama masih bisa bergerak, kita harus berkegiatan. Hargailah kehidupan kita sendiri. Manfaatkan tubuh kita untuk membalas budi orang tua, membalas budi semua makhluk, dan menjalin jodoh dengan saudara se-Dharma. Jalinan kasih ini harus diteruskan. Dengan demikian, kita tidak takut kesepian.

Saya sendiri juga sangat bersyukur. Seumur hidup ini, saya sungguh penuh berkah karena dapat bertemu begitu banyak murid. Semua ini terwujud berkat jalinan jodoh baik yang dipupuk dari berbagai kehidupan lampau. Singkat kata, waktu terus berlalu. Setiap hari saya selalu memberi pesan. Setiap hari kita harus memiliki ingatan yang jelas atas apa yang telah kita lakukan selama hidup ini.

Segala yang kita lakukan hari ini, kita sadari dengan jelas. Saya tidak perlu membuat surat wasiat karena setiap hari saya sudah memberi pesan. Setiap hari, para murid saya selalu memahami arah pemikiran saya dan mengerti untuk meneruskan silsilah Dharma Jing Si dan mazhab Tzu Chi. Kita telah membuka pintu mazhab Tzu Chi.

Mazhab Tzu Chi telah berdiri. Silsilah Dharma Jing Si telah diwujudkan. Silsilah Dharma Jing Si dan mazhab Tzu Chi ini sangatlah jelas. Mazhab Tzu Chi ialah berjalan di Jalan Bodhisatwa. Bagaimana dengan silsilah Dharma Jing Si? Ia berarti mempraktikkan ajaran Buddha di masyarakat. Inilah arah pemikirannya. Jadi, harap semua memahaminya dengan jelas.

Tekun dan bersemangat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan
Menjalin jodoh baik dengan memperhatikan saudara se-Dharma
Mempraktikkan Jalan Bodhisatwa di tengah masyarakat
Menegakkan silsilah Dharma Jing Si dan mazhab Tzu Chi

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 28 Agustus 2020     
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 30 Agustus 2020
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -