Ceramah Master Cheng Yen: Mempraktikkan Jalan Kebenaran di Dunia dengan Pikiran yang Jernih


Berkat himpunan tetes-tetes cinta kasih dari semua orang, kita dapat menyalurkan bantuan internasional. Untuk itu, kita harus menghargai setiap koin. Saya selalu mengingatkan kalian semua untuk tidak meremehkan uang kecil. Harap kalian dapat menyisihkan uang-uang kecil ini guna membantu orang-orang yang membutuhkan.

Waktu terus berlalu. Bunyi gemerincing terdengar dari dalam celengan bambu. Kita mungkin tidak bisa mendengarnya setiap hari, tetapi dengan kita terus mempraktikkan cinta kasih, bunyi gemerincing koin akan terus terdengar.

Ketika berada dalam suasana yang sangat hening, kita dapat mendengar suara napas alam. Pada subuh yang sangat hening, langit masih gelap. Meski langit masih gelap tetapi perlahan-lahan menjadi terang. Inilah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita. Subuh yang hening dengan suara napas alam adalah waktu dan kondisi yang kita lalui setiap harinya. Dalam satu hari, pada saat inilah kita merasa paling damai dan tenang.

Saat kalian melantunkan Sutra Makna Tanpa Batas, terdapat sebuah penggalan yang berbunyi, "Hatinya hening dan jernih, tekadnya luas dan luhur." Beberapa kata ini mendeskripsikan bagaimana hati manusia yang tulus dan jernih dapat menyatu dengan bumi dan alam semesta. Pada saat itu, hati kita bagai seluas alam semesta. Jadi, saya sering mengatakan bahwa kita harus melapangkan hati hingga dapat merangkul seluruh alam semesta.

Sesungguhnya, semua orang dapat mencapai kondisi seperti ini dan hati kita dapat merangkul seluruh alam semesta. Alam semesta adalah makrokosmos. Benda-benda langit juga merupakan bagian dari alam semesta. Hati kita dapat merangkul seluruh alam semesta karena hati kita lebih luas dari alam semesta. Demikianlah kita memiliki hati yang begitu lapang. Inilah kondisi kebuddhaan.


Buddha memahami segala sesuatu di alam semesta dan tiada hal yang tidak diketahui-Nya. Kehidupan, materi, dan pikiran disebut sebagai tiga fenomena. Tubuh kita akan mengalami lahir, tua, sakit, dan mati. Apakah kematian adalah akhir dari segalanya? Bukan. Kehidupan berikutnya akan dimulai ketika kita terlahir kembali. Jadi, setelah melalui fase lahir, sakit, tua, dan mati, kita akan kembali pada fase lahir dan mengulangi siklus ini.

Sesungguhnya, yang paling penting ialah waktu di antara kelahiran dan kematian. Ini adalah jangka waktu kehidupan kita. Kita dapat menciptakan banyak nilai semasa hidup. Semasa hidup, tubuh kita tidak bersih. Jika pikiran kita selalu diselimuti kegelapan batin, kita akan menciptakan karma buruk melalui tindakan kita. Karena itu, kita hendaknya mengamati bahwa tubuh ini tidaklah bersih dan perasaan membawa derita.

Ada orang yang hidup menderita setiap harinya. Mereka selalu merasa tidak puas dan tidak bahagia. Manusia merasa tidak puas serta terus memikirkan apa yang belum didapat dan apakah proses untuk mendapatkannya bisa berjalan lancar. Semua ini adalah noda batin kita. Apakah ini semua dapat dilihat dengan mata kita?


Belakangan ini, saya sering bertanya kepada orang-orang yang mengunjungi saya, "Kamu siapa?" Ketika mereka memberi tahu nama mereka, saya menjawab, "Kamu sudah lama tidak pulang. Saya sampai tidak mengenalimu." Itu karena penampilan manusia mengalami perubahan.

Lebih dari 50 tahun yang lalu, Griya Jing Si kita selesai dibangun. Dari yang awalnya hanya sebuah ruang kecil, sekarang sudah menjadi ruang yang besar. Bukankah ini mencerminkan bahwa segalanya mengalami perubahan? Intinya, manusia dan lingkungan sama-sama berubah. Waktu berlalu dengan cepat. Beberapa puluh tahun kemudian, ruang ini akan lapuk dan sekelilingnya juga mungkin menjadi berbeda. Jadi, segala sesuatu di dunia terus berubah tanpa ada bentuk yang tetap. Inilah yang diajarkan Buddha kepada kita.

Segala sesuatu terus mengalami perubahan. Dari bayi hingga tua, manakah penampilan wajah kita yang sesungguhnya? Penampilan wajah selalu berubah dan tidak pernah tetap. Ambil sebatang pohon sebagai contoh. Kapan pohon ini muncul? Bagaimanapun bentuknya, pohon tumbuh dari benih. Jika benihnya dibelah, kita tidak dapat melihat pohon di dalamnya. Lalu, apa yang ada di dalamnya? Inilah yang sekarang kita sebut sebagai gen. Benih mengandung gen. Bagaimana dengan manusia? Kita juga tersusun atas gen.

Dengan prinsip yang sama, manusia tumbuh dari embrio, sedangkan pohon, rumput, dan sayuran tumbuh dari benih. Jadi, jenis tanaman yang berbeda memiliki benih yang berbeda. Kita semua seharusnya memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki sumber dan membutuhkan waktu untuk berkembang hingga menjadi seperti sekarang ini.


Bodhisatwa sekalian, saya benar-benar berharap kalian dapat menganggap perkataan saya sebagai benih. Ketika kalian memahami apa yang saya ajarkan, itu akan menjadi sebutir benih. Setiap ajaran yang saya babarkan dapat menjadi benih pengetahuan di ladang batin kalian. Inilah yang disebut prinsip kebenaran. Saya sedang membabarkan prinsip kebenaran dan bukan sekadar berkata-kata kosong. Semua perkataan saya mengandung kebenaran. Karena itu, kalian harus mendengarkannya dengan sungguh-sungguh.

Di masa lalu, saya sering membahas tentang apa yang sedang terjadi di seluruh dunia. Sekarang, saya masih berbicara tentang dunia, tetapi tidak membahas peristiwa di dunia, melainkan benih atau sumber dari segala sesuatu di dunia. Manusia dibutuhkan untuk membabarkan dan mewariskan prinsip kebenaran. Jadi, harap Bodhisatwa sekalian senantiasa bersungguh hati. 

Himpunan tetes-tetes cinta kasih dapat menciptakan kekuatan yang besar
Mengembangkan pikiran yang damai dan jernih
Menghargai kebajikan di tengah dunia yang terus berubah
Mempraktikkan jalan kebenaran di dunia dan memahami sumbernya

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 14 Februari 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet
Ditayangkan Tanggal 16 Februari 2024
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -