Ceramah Master Cheng Yen: Mempraktikkan Kebajikan untuk Menciptakan Berkah dan Menuju Pencerahan
Dalam Sutra Teratai, Buddha memberi tahu kita bahwa dunia ini bagaikan rumah yang tengah terbakar. Rumah yang tengah terbakar ini penuh dengan penderitaan. Kita mengenal tiga kelompok alam. Alam manusia termasuk alam nafsu. Di alam nafsu ini, kita hidup dengan hati yang dipenuhi nafsu keinginan sehingga menciptakan karma buruk dan membangkitkan kegelapan batin. Itulah sebabnya kita disebut sebagai makhluk awam.
Saat ini, kita beruntung dapat bertemu dengan ajaran Buddha. Tidak hanya beruntung, kita juga dipenuhi berkah. Bergabung dalam Tzu Chi, kita dikelilingi oleh saudara se-Dharma yang menyemangati satu sama lain untuk menciptakan berkah bagi masyarakat. Dengan berpegang pada Dharma, kita menapaki jalan bersama sebagai mitra Bodhi. Dalam perjalanan menuju pencerahan, kita memiliki saudara se-Dharma yang selalu mendampingi.
Bodhi adalah pencerahan. Mitra kita adalah para saudara se-Dharma yang saling menyemangati untuk berjalan di jalan ini. Ketika melangkah di jalan ini, kita melihat banyak orang yang menderita. Ajaran yang kita dapat, membantu kita untuk becermin pada diri sendiri. Saat melihat kesulitan orang lain, kita becermin pada diri sendiri dan memahami bahwa begitulah kehidupan.

Hidup di dunia ini, kita secara perlahan dipengaruhi oleh lingkungan sekitar kita. Kehidupan kita di dunia ini ditentukan oleh karma baik dan buruk yang kita bawa dari kehidupan lampau. Jika tidak bertemu ajaran Buddha, kita akan terjebak dalam noda dan kegelapan batin sehingga terus menciptakan karma buruk. Namun, setelah bertemu ajaran Buddha, kita tahu bahwa dunia ini penuh dengan penderitaan yang harus dihadapi dengan kesabaran. Ketika muncul keinginan yang kuat terhadap sesuatu, cukup menahan diri sejenak, maka keinginan itu akan berlalu.
Aksara Tionghoa "tamak" hampir sama dengan "miskin", hanya berbeda satu titik di atas. Lihatlah, di dalam aksara "miskin", terdapat aksara "pisau". Dalam hidup ini, kita harus tahu batas, menyadari berkah, dan harus tahu berpuas diri. Meski hidup dalam kekurangan, kita harus tahu batas dan tahu berpuas diri. Dahulu, meski hidup dalam kekurangan, kita tetap menjalankan ajaran. Kita harus bersungguh-sungguh menapaki jalan ini. Jadi, hendaknya kita bersungguh hati.
Hal yang paling menakutkan ialah kemiskinan batin. Jika batin miskin, kita akan dipenuhi dengan ketamakan. Lihatlah aksara "tamak". Saat ini, jika tidak tahu batas, kita akan tersesat. Tanpa adanya batasan yang jelas dalam pikiran, sebersit pikiran yang keliru akan menimbulkan kesalahan besar. Inilah dampak dari ketamakan. Jadi, aksara "tamak" dan "miskin" mengandung kebenaran yang sangat mendalam.

Hari ini, banyak anak muda yang hadir. Dalam perjalanan kali ini, saya berharap anak-anak muda lebih bersungguh hati. Prinsip kebenaran yang mendalam harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan tulus dan sungguh-sungguh. Inilah yang disebut ketulusan dan kesungguhan dalam menjalani hidup. Meski kondisi kehidupan kita kurang baik, dengan tahu berpuas diri, kita akan merasa bahagia.
Dibandingkan dengan orang lain, kita memiliki kekayaan batin karena terbebas dari noda batin dan kemelekatan. Tanpa adanya ketamakan, kita akan tahu batas. Hendaknya kita bersyukur atas kesehatan kita dan ketenteraman keluarga kita. Jika selalu ingat untuk bersyukur, berarti kita memiliki kekayaan batin. Orang yang mengenal rasa puas baru bisa bersyukur. Sebaliknya, orang yang tidak mengenal rasa puas tidak akan pernah bersyukur. Setelah memiliki satu, mereka akan menginginkan dua, bahkan sepuluh.
Sepuluh terdiri atas angka satu yang diikuti satu nol di belakangnya. Setelah memiliki sepuluh, mereka akan menginginkan dua puluh, bahkan seratus. Setelah itu, yang diinginkan hanyalah menambah nol di belakang. Seiring bertambahnya nol, seratus akan menjadi seribu, lalu sepuluh ribu, seratus ribu, dan seterusnya. Apakah merasa akan merasa cukup? Tidak. Mereka masih menginginkan satu triliun. Apakah triliun saja sudah cukup? Belum.

Pelafalan "triliun" dalam bahasa Mandarin terdengar seperti "kabur" dalam dialek Taiwan. Kabur dari apa? Satu kehidupan sudah berakhir, tetapi masih ada utang yang belum dibayar. Dalam hidup ini, jika kita terus-menerus dikuasai oleh ketamakan, kita akan mengakumulasi banyak karma buruk dan banyak berutang pada orang lain. Ketika kehidupan ini berakhir, apakah kita benar-benar bisa kabur dari utang kita? Di kehidupan berikutnya, kita mungkin harus membayar dua kali lipat.
Ketika manusia hidup dalam ketamakan, maka karma buruk akan terus terakumulasi. Karma buruk semua makhluk terus terhimpun. Hal yang paling dikhawatirkan ialah dampaknya terhadap empat unsur alam, yaitu tanah, air, api, dan angin, yang dapat menimbulkan kerusakan besar. Saya sangat khawatir dengan masa depan karena ketidakselarasan unsur angin, tanah, dan air telah menimbulkan bencana yang makin besar. Bagaimana cara meredamnya? Kita harus mengakumulasi karma baik.
Karma baik ini harus dimulai dari hati manusia. Bagaimana cara kita mengakumulasi karma baik? Jika hati miskin, ketamakan tidak akan ada habisnya. Hendaknya kita bersungguh hati dan tidak tamak. Bagaimana cara melenyapkan ketamakan? Dengan ajaran Buddha.
Perumpamaan rumah yang terbakar adalah peringatan bagi dunia
Bersama-sama menapaki jalan menuju pencerahan dan memupuk jalinan jodoh berkah
Hati yang tulus dan penuh syukur akan membawa kebahagiaan
Membangkitkan kekayaan batin dengan tahu berpuas diri dan mempraktikkan kebajikan
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 02 April 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 04 April 2025