Ceramah Master Cheng Yen: Memuji Para Relawan yang Memiliki Semangat Bodhisatwa
Mendengar cerita tentang bagaimana relawan di Afrika mempraktikkan Dharma, saya merasa sangat bersyukur dan memuji mereka. Saya sangat menghormati mereka dari lubuk hati saya dan sangat tersentuh. Para Bodhisatwa di Afrika berada sangat jauh dari saya. Meski menjalani kehidupan yang sulit, tetapi mereka memiliki semangat yang sama dengan saya. Lihatlah ketekunan dan tekad mereka.
“Saat tim relawan internasional dibentuk pada tahun 2012, Nenek Mini Ngcobo merupakan salah satu fungsionaris lintas negara. Hingga kini kami telah menempuh perjalanan lintas negara hampir 180.000 km dan sebanyak 120 kali. Dalam 180.000 km ini, selalu ada jejak Nenek Mini Ngcobo. Kita bisa melihat bahwa tubuhnya tidak terlalu leluasa untuk bergerak. Namun, dia malah merupakan pelindung di dalam tim kami. Ketika kami datang ke komunitas yang asing, banyak orang yang melihat barang-barang yang kami bawa dan memperhatikan apa yang ingin kami lakukan. Nenek Mini Ngcobo akan menjaga dan melindungi kami semua,” cerita Yuan Ya-qi, relawan Tzu Chi.
“Relawan lainnya adalah Kakak Eunice Mchunu. Tempat tinggalnya berjarak 50 km dari tempat berkumpul kami. Namun, dalam pelatihan fungsionaris dan anggota komite, persentase kehadirannya paling tinggi. Dia berkata, "Meski sekarang saya menderita penyakit, tetapi saya berikrar bahwa saya akan menjalankan Tzu Chi hingga napas terakhir." Saat Nenek tersiksa oleh penyakit, dia bermimpi bahwa ada iblis yang datang mencarinya. Nenek bertanya pada si iblis, "Maukah Anda menjadi insan Tzu Chi? Saya adalah murid Jing Si dari Master. Anda ikut saya menjalankan Tzu Chi, bagaimana?" Iblis itu menjawab, "Baik, saya bisa menjalankan Tzu Chi bersamamu, tetapi biarkan saya membunuhmu terlebih dahulu." Nenek merasa sangat senang dan berkata, "Baik. Dengan membunuh saya sekarang, Anda bisa menjadi insan Tzu Chi.",” lanjut Yuan Ya-qi.
“Nenek juga menasihati si iblis, "Anda harus ingat, setelah Anda menjadi insan Tzu Chi, Anda harus menaati sepuluh sila Tzu Chi."
Sila pertama adalah tidak membunuh. Selain tidak boleh melukai orang, Anda juga harus bervegetaris." Ketika mendengar tentang mimpinya ini, kami sangat terkejut. Saat berada dalam kondisi begitu lemah dan mungkin kesadarannya juga lemah, di dalam mimpi, dia masih bisa berpikiran jernih. Ada lagi, relawan fungsionaris lokal dari eSwatini yang meninggal dunia pada bulan April. Para fungsionaris masih terus merindukan Kakak Rose Magagula. Mereka berkata, "Kami masih ingat lagu favorit yang pernah dia nyanyikan." Arti dari lirik lagunya adalah saya bersedia berguru kepada Master. Lirik lagu itu terus diulang, "Saya bersedia berguru kepada Master." Sebenarnya, para nenek yang muncul di dalam hidup saya, setiap kali bertemu dengan saya akan menarik tangan saya dan berkata, ‘Meski usia saya sudah lanjut, tetapi tekad saya tidak akan mundur. Saya akan menjalankan Tzu Chi hingga napas terakhir atau hingga tidak bisa melakukannya. Selain itu, saya akan segera kembali lagi’,”pungkasnya.
Saya sungguh merasa kehilangan atas kepergian ketiga murid saya itu. Ketika mereka kembali lagi, mereka akan mengikuti saya dengan ketat. Dalam waktu 6 tahun, insan Tzu Chi Afrika Selatan telah menempuh perjalanan seratus ribu kilometer lebih. Mereka bukan tinggal naik mobil saja, tetapi juga harus menghemat uang sendiri untuk mengisi bensin.
Afrika sangat besar, untuk berkomunikasi dengan relawan dari negara lain, mereka harus berkumpul di satu tempat guna mengadakan konferensi video. Mereka harus mengumpulkan uang, baru bisa membeli kuota internet untuk mendapat informasi terbaru tentang Tzu Chi. Saya melihat bagaimana mereka mencatat semua donasi secara mendetail. Contohnya, satu dolar, dua dolar, dan satu batang wortel. Mereka mencatatnya dengan teliti. Baik wortel maupun kubis, jika ada yang menyumbangnya, mereka pun akan mencatatnya.
Donasi yang terkumpul digunakan untuk menghidupi lebih dari 3.000 anak yatim piatu. Ada pula lebih dari 1.000 orang yang menderita kekurangan dan sakit. Bodhisatwa sekalian, lihatlah, bagaimana bisa kita tidak tersentuh? Selain itu, di Lesotho yang merupakan negara tertinggal juga ada 3.000 lebih relawan.
Dengan usaha sendiri, mereka mengumpulkan donasi tanaman untuk membantu 1.000 lebih penerima bantuan. Dengan sumber daya yang terbatas, bagaimana mereka menghidupi begitu banyak orang? Mendengar tentang ini, saya merasa sangat tidak tega. Mereka tak meminta bantuan dari Taiwan. Mereka sangat dekat dengan hati saya serta mengikuti semangat dan ajaran saya dengan erat. Seorang relawan bahkan menyumbangkan makanan dari tong yang hampir kosong untuk diberikan kepada penerima bantuan yang menderita keterbatasan fisik.
“Saya hanya bisa memberi sedikit tepung, saya merasa sangat tidak enak hati pada mereka. Berhubung yang saya miliki tidak banyak, maka saya hanya bisa memberi satu kantong kecil saja. Saya juga hanya bisa memberi sedikit detergen kepada penerima bantuan. Jika membawa detergen, kami juga akan membantu penerima bantuan mencuci pakaian,” kata Mamota, relawan Tzu Chi.
“Penghasilan Anda sudah tidak cukup, mengapa Anda masih datang ke Tzu Chi untuk menjadi relawan?”
“Meski saya kurang mampu, tetapi di desa kami masih ada orang yang lebih kekurangan dari saya. Jika saya bisa membantu orang yang lebih kekurangan, Tuhan akan memberkati saya. Tidak peduli mendapat balasan baik atau tidak, saya tetap bersedia membantu orang-orang yang lebih membutuhkan,” imbuh Mamota.
Lihatlah, mereka berjalan selangkah demi selangkah sambil bernyanyi. Mereka sangat tulus dan pikiran mereka tidak kacau. Mereka berjalan dengan langkah yang rapi sambil bernyanyi. Setiap orang membawa sedikit makanan di tangan untuk membantu orang yang membutuhkan.
Bodhisatwa sekalian, bagaimana bisa saya tidak tersentuh? Inilah Bodhisatwa dunia. Mereka menjalani kehidupan yang sulit, tetapi mereka tidak mengeluh. Di dalam hati mereka ada Dharma. Mereka merasa bahagia. Lihatlah, sekelompok relawan yang berseragam biru putih ini membantu orang lain di daerah yang jauh dan penuh kesulitan. Coba kalian bayangkan.
Bodhisatwa sekalian, Bodhisatwa dunia tidak harus berada di tempat yang megah dan indah. Dunia ini membutuhkan orang-orang yang memiliki hati Bodhisatwa. Di setiap sudut dibutuhkan Bodhisatwa untuk membimbing orang-orang ke arah yang benar. Semua orang memiliki kemampuan untuk mendedikasikan kekuatan mereka. Jika kita semua bekerja sama dengan satu hati, barulah kita bisa menghimpun kekuatan cinta kasih.
Menempuh perjalanan jauh untuk menghadiri pelantikan
Menolong sesama dengan usaha sendiri
Merelakan yang sulit direlakan
Kaya akan cinta kasih meski hidup kekurangan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 Juni 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie