Ceramah Master Cheng Yen: Memutar Roda Dharma dengan Kerendahan Hati dan Rasa Syukur
Waktu berlalu dengan cepat. Hari itu, melihat para Bodhisatwa di Taitung, muncul banyak kenangan dalam benak saya. Setiap kali pergi ke Taitung, saya teringat akan sekitar 50–60 tahun lalu, saya meninggalkan rumah seorang diri. Saat itu, saya pergi ke Luye (taman rusa), Taitung. Luye terasa familiar bagi saya karena tempat pertama Buddha membabarkan Dharma setelah mencapai pencerahan adalah Taman Rusa Rsipatana.
Setiap kali berada di Taitung, saya selalu teringat akan diri sendiri yang meninggalkan keduniawian waktu muda. Hingga kini, sudah hampir 60 tahun berlalu. Sungguh, saat itu, saya mulai menjalankan Tzu Chi dalam kondisi serba sulit. Saat itu, saya secara langsung menjangkau pegunungan dan pedesaan untuk mengunjungi keluarga kurang mampu dan mencari tahu penderitaan orang-orang, termasuk kaum lansia yang hidup sebatang kara.
Penderitaan orang-orang membuat hati saya tergugah. Melihat mereka begitu menderita, bagaimana saya bisa sampai hati? Jadi, saya bertekad dan berikrar untuk mendirikan Tzu Chi meski menghadapi berbagai kesulitan. Menghadapi kondisi sesulit apa pun, saya berusaha untuk mengatasinya.
Sejak kita mengimbau orang-orang untuk menyisihkan 50 sen setiap hari hingga kini, kisah yang menyentuh sangatlah banyak. Karena itu, saya selalu memiliki satu harapan. Harapan ini ialah dapat mencatat sejarah Tzu Chi di Taiwan. Apa saja yang telah Tzu Chi lakukan di Taiwan? Tzu Chi sudah menyucikan hati berapa orang? Jadi, untuk memperbaiki kehidupan seseorang, kita harus memperbaiki pola pikirnya.
Saya pernah berjalan keluar dari gubuk jerami yang atapnya sangat rendah. Saya telah melihat kemiskinan di Taiwan dahulu. Demikianlah kita menjadi saksi zaman itu. Jangan melupakan tahun itu dan orang itu. Saya juga pernah berjalan melewati sebuah gubuk jerami dan mencium aroma yang sangat kuat. Saat masuk ke dalamnya, saya melihat seorang perempuan dengan tumor di wajahnya. Karena itu, wajahnya bernanah dan berdarah. Itu sekitar 40 hingga 50 tahun yang lalu.
Rumah pertama yang Tzu Chi bangun adalah rumah untuk Paman A-pao. Saya sendiri yang melakukan peletakan batu pertama. Kita mendirikan sebuah rumah kecil dari batako untuknya. Lihatlah, kini di mana pun, upacara peletakan batu pertama kita selalu sangat ramai dan dikelilingi banyak orang. Dahulu, saya hanya sendirian serta harus mengatasi berbagai kesulitan dan rintangan. Namun, semua itu telah berlalu.
Kini, saya selalu bersyukur kepada semua orang. Rasa syukur saya tidak habis untuk diungkapkan. Kini, saya hanya bisa berkata pada kalian bahwa kita semua telah menjadi tokoh utama dalam sejarah kehidupan kita. Kita yang memiliki jalinan jodoh untuk berkumpul bersama di Tzu Chi hendaknya menulis sejarah bagi Tzu Chi. Kehidupan kita sangat bernilai. Ini adalah kisah tentang kita semua.
Bodhisatwa sekalian, kalian dapat berbagi tentang kisah-kisah ini. Tetes-tetes cinta kasih insan Tzu Chi bagaikan api dari sebuah lentera yang dapat menyalakan lentera-lentera lain. Kita menyalakan lentera demi lentera dan menyatukan hati. Dengan kesatuan hati, kita menyalakan lentera yang tak terhingga hingga dunia ini menjadi cemerlang.
Bodhisatwa sekalian, saya pernah berkata pada kalian bahwa dalam menjalankan Tzu Chi, kita tidak memiliki penyesalan, benar tidak? (Benar) Ya, kita harus yakin pada apa yang kita lakukan, tetapi tidak boleh sombong. Kita harus rendah hati dan beranjali. Hati kita dan hati semua makhluk bersatu di hati Buddha. Kita harus bertobat terhadap langit dan bersyukur terhadap bumi.
Kita harus sungguh-sungguh memahami Dharma yang Buddha babarkan. Dengan mengubah pola pikir, kita dapat memutar roda Dharma dan membawa perubahan bagi dunia ini. Saya berharap semua orang dapat memandang ke seluruh dunia dengan hati Buddha. Dunia ini penuh dengan bencana yang tidak dapat dihentikan dengan tenaga manusia.
Untuk melindungi diri dari bencana, kita harus menggunakan cinta kasih yang tulus. Saya berharap Bodhisatwa sekalian dapat menghargai dan lebih banyak menciptakan berkah. Melihat banyaknya penderitaan di dunia ini, kita hendaknya menghargai dan menciptakan berkah. Mari kita menggenggam jalinan jodoh untuk mengembangkan nilai kehidupan tanpa menyia-nyiakan sedetik pun.
“Murid-murid Jing Si Kaohsiung berikrar dengan tulus. Master yang terhormat dan terkasih, kami bersyukur kepada Master yang telah menciptakan dunia Tzu Chi serta mengajari kami bahwa berkah adalah kebahagiaan yang diperoleh ketika bersumbangsih dan kebijaksanaan adalah kedamaian batin yang diperoleh dari sikap penuh pengertian. Kami pasti akan bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong. Kami akan bersungguh hati mendengar Dharma, menyerapnya ke dalam hati, dan mempraktikkannya. Kami akan tekun melatih diri setiap hari dan mengemban tanggung jawab dengan berani. Di sini, kami semua bertekad dan berikrar untuk mewariskan silsilah Dharma Jing Si dan menyebarluaskan mazhab Tzu Chi. Seperti yang Master katakan, "lakukan sekarang" adalah yang paling mantap. Apa yang ingin Master lakukan, kami pasti akan melakukannya. Berjuang demi ajaran Buddha dan semua makhluk, inilah janji kami dari kehidupan ke kehidupan.”
Bodhisatwa sekalian, benar, kita telah menjalin jodoh dari kehidupan ke kehidupan. Di kehidupan ini, kita memiliki jalinan jodoh untuk berkumpul Bersama dan memiliki misi yang sama, yaitu menapaki Jalan Bodhisatwa. Bodhisatwa sekalian, lakukan saja hal yang benar. Setelah menetapkan arah, lakukan saja, mengerti? (Mengerti) Terima kasih. Saya mendoakan kalian semua. Semoga kalian tekun melatih diri setiap hari dan terus menapaki Jalan Bodhisatwa. Semoga di tahun baru ini, segala hal berjalan sesuai keinginan. Terima kasih.
Menolong
orang yang menderita tanpa takut menghadapi kesulitan
Menyalakan
lentera demi lentera dan menyatukan hati
Tidak
memiliki penyesalan dalam hidup ini karena menjalankan Tzu Chi
Memutar
roda Dharma dengan kerendahan hati dan rasa syukur
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 12 Januari 2021