Ceramah Master Cheng Yen: Menabur Benih Berkah demi Melenyapkan Kemiskinan dan Penderitaan
“Hari pertama datang ke sini, kami melihat seorang ayah, ibu, dan putrinya pulang mengendarai sepeda. Hasil mengemis ibu dan putrinya hari itu adalah beras dan beberapa butir kentang,” kata Goh Lam Kia relawan Tzu Chi.
Sesungguhnya, bagaimana kehidupan di dunia? Di Nepal, kita dapat melihat sekelompok insan Tzu Chi terjun ke Lumbini, tanah kelahiran Buddha, dan melihat banyak keluarga kurang mampu.
“Ketika masuk, saya melihat seorang anak merangkak di tanah dan mencari botol susunya dengan mulut. Saya berpikir, ‘Bagaimana bisa hal seperti ini masih terjadi di masyarakat kita?’ Jadi, saya segera menggendongnya dan memberinya botol itu,” kata Dr. Tang Keat Beng Wakil ketua Tzu Chi Malaysia.
Ketika melihat insan Tzu Chi melangkahi ambang pintu rumah itu, saya tahu bahwa bantuan akan datang kepada anak ini, termasuk keluarganya. Inilah jalinan jodoh dalam hidup.
“Tahun ini, Ibu Sharada berusia sekitar 35 atau 40 tahun. Suaminya menderita gangguan mental ringan sehingga hanya bisa bekerja di desa untuk membantu para petani bercocok tanam. Jika mereka kehabisan makanan, mertuanya akan pergi mengemis di perkotaan. Relawan kita menghampirinya dan menyentuh wajahnya. Beliau segera memegang tangan relawan dan menyentuh gelang tasbih yang dipakai oleh relawan. Relawan berkata kepada Ibu Sharada itu bahwa terdapat foto Master pada gelang itu. Ketika Ibu Sharada mendengar hal itu, beliau menarik tangan relawan ke dahinya untuk memberi hormat kepada Master,” kata Dr. Tang Keat Beng Wakil ketua Tzu Chi Malaysia.
Keluarga ini memiliki jalinan jodoh dengan Tzu Chi. Sejak relawan Tzu Chi memasuki rumah mereka, keluarga ini telah menerima perawatan dan putrinya telah menerima pendidikan. Inilah jalinan jodoh. Selain menerima bantuan dari Tzu Chi, mereka juga diajak oleh relawan untuk turut membantu orang lain. Bagaimana cara orang yang kurang mampu membantu sesama?
Relawan membagikan cerita mengenai celengan beras Myanmar kepada mereka. Mereka juga dapat meneladan warga Myanmar yang menyisihkan segenggam beras untuk membantu orang lain. Inilah yang dia pelajari saat ini.
“Segenggam nasi tidak akan membebani saya. Dengan menyisihkan segenggam beras setiap hari, kita dapat membantu orang lain yang seperti kita,” kata Ibu Sharada.
“Membantu orang lain bukan hanya dapat dilakukan oleh orang kaya. Kita membantu mereka tidak hanya dengan bantuan materi, tetapi juga membawa semangat Tzu Chi. Ketika beliau menyumbangkan sekantong beras, saya sungguh terharu,” kata Foo See Pock relawan Tzu Chi Singapura.
Saat kita membangkitkan niat untuk membantu orang lain dan mewujudkannya ke dalam tindakan, itulah yang disebut hati dan tindakan yang baik. Orang-orang zaman dahulu berkata, "Orang yang baik akan melakukan hal baik." Hendaklah kita menghimpun pikiran dan tindakan bajik.
Kita dapat melihat bahwa saat ini terdapat insan Tzu Chi di Nepal. Saya memiliki ikrar dan murid-murid saya telah mempraktikkannya secara nyata. Selain membantu keluarga kurang mampu, relawan Tzu Chi juga terjun ke sekolah dan berinteraksi dengan kepala sekolah dan guru serta membimbing para siswa mengenai kerapian dan cara hidup.
Cuaca di sana sangat dingin sehingga kami memberikan pakaian hangat dan mengajari mereka cara memakai baju, sepatu, dan kaus kaki yang rapi. Begitu pula dengan seragam mereka. Selain itu, relawan juga berbagi cara mengajar siswa kepada guru. Kita mengajari mereka cara berjalan dalam barisan dengan tertib, mengenakan seragam dengan rapi, dan mengajari mereka untuk menghormati guru.
Lihatlah, mereka sungguh rapi dan tertib. Inilah buah dari usaha kita. Untuk mendapatkan hasil, semua harus dimulai dari suatu sebab, Sebab ini haruslah sebab yang baik. Ini juga membutuhkan pengondisi, yaitu ruang, dan waktu.
Jalinan jodoh kita dengan Nepal telah berjalan lama. Tiga puluh tahun yang lalu, Tzu Chi telah membangun perumahan di sana. Tujuh tahun yang lalu, ketika Nepal dilanda gempa bumi, insan Tzu Chi pergi membawa bantuan bagi korban bencana. Relawan Tzu Chi kembali mengunjungi perumahan yang telah dibangun. Ketika relawan pergi ke sana, sekelompok anak yang melihat mereka telah tiba segera berkumpul dan bertanya dengan penasaran, "Dari mana asal kalian?" Relawan menjawab, "Kami berasal dari Taiwan." Anak-anak itu memandang relawan dengan sangat penasaran dan berkata, "Bagaimana mungkin Taiwan? Tempat ini disebut Perumahan Taiwan."
Relawan kita melihat sekeliling dan menemukan bahwa tugu yang kita bangun masih ada. Konon katanya, tugu tersebut telah rusak sebelumnya, tetapi karena tugu itu berharga bagi penduduk di sana, mereka membangun kembali tugu tersebut. Ketika relawan berkunjung ke perumahan itu, semuanya masih sangat rapi. Hari demi hari telah berlalu, sumbangsih kita telah meninggalkan jejak di sana. Inilah jejak Tzu Chi, yaitu rumah-rumah yang telah dibangun di sana. Ini adalah kisah nyata.
Tiga puluh tahun yang lalu, kita telah membangun Perumahan Tzu Chi di sana. Meski butuh waktu yang panjang, saya tetap harus membicarakan ini karena ini adalah sejarah Tzu Chi. Hendaklah kalian mendengarkan apa yang saya ceritakan karena kalian belum terlibat di kala itu. Saat itu, saya terlibat dan membuat keputusan atas misi bantuan tersebut. Oleh karena itu, saya tahu dengan jelas sejarah ini. Intinya, kita harus menjaga sejarah Tzu Chi.
Bodhisatwa sekalian, saya harap semuanya dapat mencatat sejarah Tzu Chi. Yang paling baik ialah terdapat nama kita sendiri dalam sejarah tersebut. Walaupun kita bersumbangsih tanpa pamrih, tetapi ini semua demi mengabadikan jejak Bodhisatwa di dunia. Ini seperti kita melantunkan nama "Bodhisatwa Avalokitesvara".
Bab Pintu Universal dari Sutra Teratai mengatakan bahwa ketika seseorang mengalami penderitaan dan menyebut nama Bodhisatwa Avalokitesvara, Bodhisatwa akan muncul. Ya, bahkan dengan negara yang jauh, kita memiliki jalinan jodoh ini. Saat Tzu Chi menerima laporan, kita akan segera menghimpun jalinan jodoh dan mencari orang-orang yang baik untuk melakukan perbuatan baik di sana. Inilah manfaat dari menyebut nama Bodhisatwa.
Kita harus percaya dengan ajaran Buddha yang mengatakan bahwa orang yang mempraktikkan Dharma bagaikan Bodhisatwa. Ini prinsip yang sama. Bodhisatwa sekalian, kita harus senantiasa sepenuh hati dalam menapaki Jalan Bodhisatwa. Hendaklah semuanya sepenuh hati dalam segala hal.
Jalinan jodoh welas asih sungguh tak terbayangkan
Menabur benih berkah demi melenyapkan kemiskinan dan penderitaan
Menjadi tempat bersandar bagi mereka yang membutuhkan
Bodhisatwa muncul untuk menerangi dunia
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 09 Januari 2023
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 11 Januari 2023