Ceramah Master Cheng Yen: Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan Tekad yang Teguh
Setiap hari, kita menghadapi banyak hal yang merisaukan di dunia ini. Karena itulah, dunia ini disebut dunia yang penuh penderitaan. Hidup di dunia ini, kita harus sanggup menanggung penderitaan. Ada penderitaan karena bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan penderitaan karena lahir, tua, sakit, mati, dan berpisah dengan orang yang dikasihi.
Saya sungguh tidak rela kehilangan murid lama saya. Saya sungguh tidak rela kehilangan ayah Xue Ming-ren di wilayah tengah Taiwan yang hampir berusia 90 tahun. Dia merupakan anggota Tzu Cheng yang tidak pernah absen dari kegiatan Tzu Chi. Sepanjang hidupnya, dia sangat bersungguh hati dan menjalin banyak jodoh baik.
Selain itu, juga ada Relawan Chen Huang Jin-se yang sangat optimis. Dia juga sangat senior dan bijaksana. Dia meninggal dunia pada usia 90 tahun lebih. Dia menyumbangkan tubuhnya untuk menjadi Silent Mentor. Tubuhnya bukan disumbangkan oleh orang lain setelah dia meninggal dunia. Saat masih sadar, dia sudah kembali ke rumah sakit kita.
Pada akhirnya, setiap manusia akan mati. Kita harus menghadapi fase lahir, tua, sakit, dan mati dengan pikiran terbuka. Asalkan semua berjalan sesuai hukum alam, maka kita harus mendoakannya. Saya sungguh merasa tidak rela. Namun, meski merasa tidak rela, kita tetap harus merelakannya.
Selain merelakannya, kita juga harus mendoakannya agar dia bisa pergi dengan damai. Dengan berpandangan seperti ini, kita akan terbebas dari penderitaan serta merasa damai dan tenang. Inilah penderitaan akibat keinginan yang tidak tercapai dan berpisah dengan orang yang dikasihi. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti akan mengalaminya.
Kita juga melihat keaktifan insan Tzu Chi. Kini insan Tzu Chi sudah terdapat di tujuh negara di Afrika. Di Afrika Selatan, para relawan menggelar dua kali pelatihan dalam setahun untuk membina semangat spiritual dan kerja sama yang harmonis antarrelawan. Kita bisa melihat pelatihan spiritual kali ini dihadiri oleh relawan dari tiga negara, yakni Namibia, Swaziland, dan Afrika Selatan. Pelatihan ini dihadiri oleh banyak relawan. Kekuatan spiritual mereka sangat mantap.
“Saya berjanji pada Master Cheng Yen untuk terus menabur benih cinta kasih. Kami akan terus mengemban misi Tzu Chi dan akan melakukannya dengan semakin baik. Satu-satunya penyesalan saya adalah saya terlambat bergabung dengan Tzu Chi. Sekarang saya sudah lanjut usia. Namun, saya tetap akan mengenggam waktu untuk bersumbangsih,” kata Kakak Ming Liang, Relawan Tzu Chi Swaziland.
Tahun lalu, relawan dari Afrika yang seharusnya kembali ke Taiwan untuk dilantik ada belasan orang, tetapi hanya beberapa orang yang bisa kembali. Karena itu, saya meminta mereka membawa kartu komite dan Tzu Cheng ke sana agar relawan lain dapat dilantik di sana. Kita juga melihat upacara pelantikan di sana. Relawan Pan Ming-shui yang merupakan pemimpin sungguh sangat rendah hati.
Dia mendampingi seorang relawan muda yang direkomendasikannya untuk melantik relawan setempat. Dia berdiri di samping relawan muda itu dengan membawa angpau berkah dan kebijaksanaan agar relawan muda yang akan mewarisi tanggung jawabnya itu bisa memberikannya pada relawan setempat yang dilantik. Pan Ming-shui membimbingnya dengan kelapangan hati dan ketulusan terdalam.
Dia menyebarkan ajaran Jing Si dan mengukuhkan mazhab Tzu Chi dalam jiwa dan raga warga setempat. Entah apa yang harus saya katakana untuk memujinya. Perbuatannya sungguh membuat orang tersentuh. Selain mengikuti pelatihan spiritual, para relawan juga diajak untuk melakukan survei kasus dan berinteraksi dengan warga kurang mampu.
Mereka juga diajak mengunjungi saudara se-Dharma, Anna Mkhize. Dia sudah sangat senior. Meski baru bergabung dengan Tzu Chi pada usia 70-an tahun, dia telah menabur banyak benih cinta kasih. Kini dia telah berusia 90 tahun lebih dan tidak bisa keluar rumah. Karena itu, relawan yang lebih muda mengunjunginya. Dia sangat gembira.
Kekuatan cinta kasih terus diwariskan. Dengan memperhatikan saudara se-Dharma, para relawan paruh baya dan muda dapat memperteguh tekad mereka. Pewarisan ajaran Jing Si sungguh membuat orang tersentuh. Kekuatan cinta kasih diwariskan dengan baik di Afrika. Para relawan berkunjung dari rumah ke rumah untuk mencurahkan perhatian.
Mereka berjalan kaki sambil bernyanyi. Mereka bisa mengarang lagu sendiri. Mendengar lagu karangan mereka, saya sangat tersentuh. Mereka bernyanyi,“Saya ingin meninggalkan tiga alam yang bagaikan rumah yang terbakar.”Lihatlah, mereka mendengar Dharma hingga menyerap Dharma ke dalam hati. Mereka juga menyebarkan ajaran saya.
Lewat lagu, mereka menyebarkan kekuatan cinta kasih. Mereka juga bersyukur pada saya karena saya telah menarik mereka dari jurang yang dalam. Sesungguhnya, ini berkat relawan setempat yang menyebarluaskan Dharma. Mereka berkata bahwa sayalah yang menyelamatkan mereka, tetapi sesungguhnya, relawan setempatlah yang menyelamatkan mereka.
Saya hanya memberi mereka semangat dan filosofi Tzu Chi. Para relawan di Afrika merendahkan hati dan meneguhkan tekad pelatihan demi menyucikan hati manusia, bukan demi menumbuhkan keakuan. Jadi, baik Pan Ming-shui maupun Mei-juan, keduanya memiliki semangat yang teguh. Dengan mengemudikan mobil, Mei-juan melakukan kunjungan lintas negara di Afrika. Dia sama seperti Pan Ming-shui, melindungi pikiran benar orang-orang dan menunjukkan arah yang benar.
Melihatnya, saya sungguh sangat tersentuh. Singkat kata, semangat mereka patut kita teladani. Meski berada di tempat yang penuh penderitaan, relawan kita tetap bisa melakukan hal yang begitu indah dan penuh kehangatan. Setiap relawan di Afrika bisa bersumbangsih bagi orang yang menderita dan melapangkan hati diri sendiri. Inilah yang disebut menyucikan hati manusia. Tidak peduli perjalanan sesulit apa pun, baik mendaki gunung maupun menuruni lembah, mereka tetap bersedia menempuhnya. Jadi, mereka sungguh mengagumkan.
Menghadapi hidup dan mati dengan pikiran terbuka
Menyebarkan ajaran Jing Si dan mazhab Tzu Chi dengan tekad pelatihan yang teguh
Bersiteguh menapaki Jalan Bodhisatwa meski penuh kesulitan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 21 Maret 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 23 Maret 2107