Ceramah Master Cheng Yen: Menapaki Jalan Tzu Chi Tanpa Penyesalan

“Yang paling saya kagumi ialah sumbangsih tanpa pamrihnya. Meski sudah sangat lelah, beliau tetap bersiteguh bersumbangsih. Beliau adalah ibu saya, Jiang Gan,” kata Xie Zhen-wei.

“Setelah bergabung dengan Tzu Chi, saya memperhatikan anak-anak penerima bantuan Tzu Chi. Berhubung ada ruang yang luas di rumah, saya pun memanfaatkannya untuk menolong anak-anak yang membutuhkan bimbingan belajar. Saya berharap anak-anak ini dapat memperbaiki kondisi keluarga mereka. Saya telah membuka kelas bimbel selama 12 tahun dan telah membimbing 133 anak. Sukarelawan muda yang datang membantu juga sudah lebih dari 400 orang. Saya berharap anak-anak memiliki masa depan yang cerah dan para sukarelawan muda yang memiliki jalinan jodoh untuk membantu dalam kelas bimbel dapat mengetahui apa yang Tzu Chi lakukan dan apa filosofi Master,” tutur Kakak Jiang Gan.

“Saya ingin berkata kepada Master bahwa saya tidak bisa mengajar. Saat kekurangan tenaga pengajar, saya pergi ke berbagai tempat untuk mencari bantuan. Dalam kelas bimbel, setiap kali melihat para sukarelawan muda datang setelah pulang kerja, saya sangat bersyukur dan tersentuh. Saya tidak memiliki alasan untuk mengeluh lelah. Master, saya sangat bersyukur atas kesempatan yang Master berikan pada kami untuk menciptakan berkah. Tiada penyesalan dalam kehidupan saya. Hidup saya sangat tenang dan bermakna. Saya juga bersyukur kepada Kakak Jing Hui beserta tim konsumsinya yang selama 12 tahun ini menyiapkan makanan yang lezat bagi para sukarelawan muda sehingga mereka bisa membimbing anak-anak dengan tenang. Kelas bimbel bisa bertahan hingga kini, saya bersyukur kepada banyak orang. Saya berterima kasih atas bantuan kalian. Beruntung ada kalian. Terima kasih, Master. Lebih beruntung lagi ada Master. Terima kasih,” tambahnya.

 

Bodhisatwa sekalian, menapaki Jalan Tzu Chi tidaklah mudah. Saya memulainya dari kondisi serba sulit tanpa mengukur kemampuan diri sendiri. Arah tujuan saya ialah berjuang demi ajaran Buddha dan semua makhluk. Saat semua makhluk menderita, Bodhisatwa harus membuka pintu serta membuka dan membentangkan jalan. Membuka jalan ini tidak mudah, meratakannya jauh lebih sulit. Untuk melapangkan jalan ini, dibutuhkan lebih banyak orang untuk memikul tanggung jawab atas semua makhluk.

Kondisi Tzu Chi sekarang sudah berbeda dengan saat baru didirikan 54 tahun lalu. “Di dalam panci memasak gunung dan sungai; di dalam sebutir beras terkandung matahari dan bulan.” Di dalam setiap butir beras terkandung cinta kasih yang berlimpah dan kita telah mengirimkan beras yang tak terhingga bagi orang yang membutuhkan.  Saat membuka panci, mereka bisa melihat nasi yang harum, berbeda dengan masa-masa awal kita yang hanya bisa memasak bubur dengan banyak air dan sedikit beras.

Jadi, kita hendaknya mengenang sejarah dan jangan melupakan tahun itu. Kehidupan saya sangat bermakna dan saya sangat terhibur karena tiada penyesalan dalam hidup saya. Dalam kehidupan ini, saya tidak pernah menyesal. Saya harus memberi tahu kalian hal ini.

Saya juga pernah berkata pada kalian bahwa kalian tidak akan menyesal menjalankan Tzu Chi. Pernahkah kalian mendengarnya? (Pernah) Baik. Apakah kalian merasa demikian? (Ya) Bagus. Kini, yang terpenting ialah ini. (Untaian tali pengikat bacang) Untaian tali pengikat bacang ini melambangkan semangat ajaran Jing Si, yaitu giat mempraktikkan Jalan Kebenaran.

 

Selama 50 tahun lebih ini, kita tidak pernah bermalas-malasan. Pada awal pembangunan Empat Misi Tzu Chi, para relawan menggalang dana amal bersama saya. Kini misi amal kita telah menjangkau 100 negara dan wilayah. Ingatlah bahwa misi amal kita masih terus dijalankan. Di setiap wilayah, kita harus bersungguh-sungguh menyatukan berbagai tim fungsional agar dapat bekerja sama. Jadi, semua orang tidak terlepas dari struktur untaian tali pengikat bacang ini. Demikianlah kita meneruskan misi amal.

Banyak hal yang harus kita lakukan. Kita tidak menyesal menjalankan Tzu Chi. Segala perbuatan kita mengandung Dharma. Bagaimana kita menyerap Dharma ke dalam hati? Saat mendengar Dharma, bisakah kita menyerapnya ke dalam hati dengan kedua telinga kita?

Dharma masuk lewat satu telinga dan keluar lewat telinga lainnya. Demikianlah makhluk awam, Dharma yang didengar bisa hilang. Biasanya, saat membabarkan Dharma, saya akan bertanya, “Apakah kalian paham?” Orang-orang akan menjawab, “Paham.” Kemudian, saya akan berkata,“Kalian hanya paham sebagian.” Berhubung tidak sungguh-sungguh menyerap Dharma yang didengar, mereka hanya paham sebagian. Jika sudah sepenuhnya paham, kita akan memahami segala kebenaran dan mempraktikkannya dalam keseharian. Inilah yang disebut bersungguh-sungguh mendengar Dharma. Saya berharap kalian bisa bersungguh-sungguh mendengar Dharma.

Di Taoyuan, sekelompok Bodhisatwa lansia turut membawakan isyarat tangan yang sangat rapi dan kompak dengan para partisipan di atas panggung. Saat turun ke bawah, saya berkata, “Sudah berapa lama kalian berlatih?” Mereka berkata, “Master, kami tidak berlatih, tetapi mempelajarinya dalam kegiatan bedah buku. Kami terus mengikuti ceramah Master. Setiap hari, kami mendengar Dharma dan belajar satu gerakan.”

Mereka mendengar Dharma dan mempelajari satu gerakan setiap hari. Dengan mendengar Dharma dan mengingat gerakan yang dipelajari setiap hari, mudah bagi mereka untuk membina kekompakan. Demikianlah mereka mengingat Dharma yang dipelajari. Semoga kalian bisa mengingat Dharma yang dipelajari serta membina keyakinan, ikrar, dan praktik.

 

“Kami, para murid Jing Si, berikrar dengan tulus di hadapan Master untuk bersumbangsih dengan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin; meneguhkan tekad pelatihan; sepenuh hati melindungi Dharma dan menyebarkan kebajikan; tekun meneladani semangat Bodhisatwa Sadaparibhuta. Master yang terhormat dan terkasih, Masterlah sumber jiwa kebijaksanaan para murid Jing Si di seluruh dunia. Kami membutuhkan Master. Semoga Master dapat terus membabarkan Dharma. Semoga Master selalu sehat dan senantiasa memutar roda Dharma.”

Saya sangat tersentuh. Sejak duduk, saya sangat tersentuh. Saya melihat Bodhisatwa sekalian terjun ke tengah masyarakat untuk menolong orang yang menderita. Setiap kisah yang dibagikan adalah pengalaman pribadi kalian yang turut bersumbangsih. Inilah nilai kehidupan kalian. Saudara sekalian, dalam kehidupan ini, kalian pasti sama seperti saya, tidak memiliki penyesalan, benar tidak? (Benar).

Kalian bersumbangsih dengan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Jadi, kalian telah membangun Empat Ikrar Agung, yaitu menyelamatkan semua makhluk yang tidak terbatas. Melenyapkan noda batin yang tiada akhir, mempelajari pintu Dharma yang tidak terhingga, dan mencapai kebuddhaan yang tertinggi.

Benar, kalian melafalkannya dengan baik. Kalian harus mengingatnya di dalam hati, bukan hanya melafalkannya. Kalian juga harus meneguhkan tekad pelatihan kalian. Setelah kalian melihat, mendengar, dan merasakan Dharma, Dharma akan selamanya ada di dalam hati kalian dan kita akan bersama selamanya dari kehidupan ke kehidupan. Bisakah kalian melakukannya? (Bisa) Saya, Buddha, dan Dharma hendaknya ada di dalam hati dan tindakan kalian. Terima kasih. Semoga di tahun yang baru, segala sesuatu berjalan sesuai keinginan.

Membuka dan membentangkan jalan demi melenyapkan penderitaan
Langkah misi amal tidak pernah berhenti
Menyatukan para insan Tzu Chi membentuk struktur untaian tali pengikat bacang
Memahami segala kebenaran serta membina keyakinan, ikrar, dan praktik

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 November 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 25 November 2019

Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -