Ceramah Master Cheng Yen: Mencabut Penderitaan dengan Welas Asih
“Pada saat ini, kita harus melakukan langkah pencegahan yang cukup dan memahami keadaan penerima bantuan, contohnya, apakah dia mendapat perintah karantina dari pemerintah. Jika semuanya sudah tidak bermasalah, saya rasa kita harus mencurahkan perhatian dan menyalurkan bantuan kepada mereka. Selanjutnya, kita harus menenangkan batin para penerima bantuan,” kata Qiu Zhi-hao Kepala Divisi Pengembangan Misi Amal Tzu Chi Singapura.
“Wabah COVID-19 ini membawa pengaruh sangat besar bagi saya. Saya juga sangat tertarik untuk mendengar berita sehingga saya tahu apa yang terjadi karena saya yang merawat Ibu. Tanpa bantuan dari masyarakat ini, saya tidak akan mampu menghadapi ini,” kata Janet penerima bantuan Tzu Chi.
Ajaran Buddha adalah kebenaran yang membuat kita menyatu dengan berbagai prinsip di alam semesta sehingga kita dapat terjun ke tengah masyarakat dan melakukan kebajikan. Hati kita bebas dari kemelekatan ketika kita melakukan kebajikan di tengah masyarakat. Selain itu, di dunia ini, kita menghadapi berbagai jenis noda batin. Saat terjun ke tengah masyarakat, kita akan menghadapi berbagai rintangan. Bagaimana cara kita melalui rintangan? Kita menggunakan ajaran Buddha.
Saat kita yang mempelajari Dharma menghadapi berbagai noda batin, bagaimana kita memantapkan tekad? Bagaimana kita melenyapkan noda batin sampai habis? Kita membutuhkan kebijaksanaan untuk menganalisisnya. Seperti yang kita ketahui, berbagai penderitaan bersumber dari akumulasi noda batin dan karma. Alhasil, kehidupan manusia penuh penderitaan. Buah karma pengondisi dan buah karma langsung membuat kita merasa menderita dan tidak berdaya. Ini semua berkaitan dengan karma kolektif.
Kini, di dunia yang luas ini, manusia yang lahir sama-sama dipengaruhi oleh karma kolektif. Jadi, kita sama-sama kekurangan dan menderita. Di dunia ini, di negara yang kekurangan, semua orang mengalami penderitaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Mereka lahir dalam kondisi serba kekurangan dan penuh penderitaan. Tidak hanya kekurangan, mereka juga kelaparan. Mereka tidak memiliki makanan.
Banyak orang di dunia yang hidup kekurangan, menderita, dan mengidap penyakit. Kebersihan lingkungan yang buruk menyebabkan adanya penyakit. Mereka hidup dengan penuh penderitaan. Apakah mereka dapat ditolong? Sangat sulit. Apakah tidak ada cara untuk menolong mereka? Ada. Hanya saja, ini membutuhkan kekuatan dari banyak orang. Dibutuhkan bantuan banyak orang yang tergerak untuk mengembangkan cinta kasih karena tidak rela melihat penderitaan orang lain.
Kehidupan seharusnya tidak mengenal jarak. Jauh atau dekat, semuanya sama. Cinta kasih kita harus menjangkau semua orang. Kita tahu ada penderitaan di dunia dan memiliki kekuatan untuk membantu. Apa yang mereka butuhkan ialah sebuah kekuatan dari kita. Orang yang memiliki kekuatan untuk membantu tidak tahu tentang mereka. Orang yang tahu tentang mereka tidak mampu menjangkau mereka. Ini disebut sebab dan kondisi.
Kita tahu bahwa di dunia ini ada orang yang menderita akibat karma mereka. Mengapa mereka begitu menderita? Mengapa mereka terkonsentrasi di daerah tersebut? Karma pengondisi dan karma kolektif mereka mengondisikan mereka untuk terlahir di sana.
Buddha datang ke dunia untuk memahami seluruh kebenaran. Buddha yang tercerahkan adalah ayah semua makhluk dari empat jenis kelahiran dan guru dari Tiga Alam. Pengetahuan-Nya mencakup seluruh alam semesta. Saat ada orang yang menderita, Beliau menganggapnya seperti anak-Nya yang menderita. Inilah yang harus kita teladani. Yang ingin diajarkan Buddha ialah praktik Bodhisattva atau praktik Enam Paramita. Kita sudah tahu tentang praktik Enam Paramita. Kita harus berdiri di posisi orang lain dan berempati. Saat ada orang yang menderita di tempat yang jauh, kita harus bersumbangsih. Bagi mereka yang berada di sekitar kita, kita harus mencurahkan perhatian.
Kita harus bersikap perhatian dan berempati. Dengan empati seperti ini, barulah semangat kita terbangkitkan. Dengan berempati, barulah kita dapat membangkitkan kebijaksanaan. Tanpa memiliki empati, kita hanya akan terkurung dalam keseharian yang sia-sia dan hanya menerima buah karma pengondisi dan buah karma langsung. Kita hanya lahir dan mati dari kehidupan ke kehidupan mengikuti sebab dan kondisi serta akumulasi kekuatan karma. Kebijaksanaan kita tidak akan bertumbuh dalam kehidupan ini karena kita tidak menyerap cukup nutrisi. Tidak cukup nutrisi bagi jiwa kebijaksanaan kita.
Saat seseorang tidak peduli dengan masalah orang lain, orang itu tidak akan dapat menyelami kebijaksanaan yang ada di tengah masyarakat. Noda batin menuntun menuju Bodhi. Saat orang lain memiliki noda batin, kita harus membangkitkan kebijaksanaan kita. Penderitaan sulit dijelaskan dengan kata-kata. Penderitaan itu seharusnya kita terima sebagai penyemangat. Inilah yang terus diajarkan Buddha kepada kita. Jika kita tidak menyadarinya, ini tidak ada gunanya. Karena itu, ini bukanlah sesuatu yang dapat dipahami oleh makhluk awam yang tidak ingin melatih diri. Jika kita tidak dapat memahami pikiran dan kehidupan orang lain, bagaimana kita memahami penderitaan di dunia?
Saat terjun ke tengah masyarakat, kita berusaha memahami orang-orang. Karena itu, noda batin menuntun menuju Bodhi. Ada banyak noda batin di tengah masyarakat. Dengan terjun ke tengah masyarakat, barulah kebijaksanaan kita dapat bertumbuh. Dengan memahami penderitaan melalui empati, barulah kita dapat mengalirkan nutrisi untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan kita.
Buah
karma mengakibatkan penderitaan mendalam
Berdiri
di posisi orang lain saat terjun ke tengah masyarakat
Memandang
semua makhluk sebagai anak sendiri
Menjalankan
praktik Bodhisattva dengan welas asih dan kebijaksanaan
Ceramah
Master Cheng Yen tanggal 01 Maret 2020
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah:
Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan
tanggal 03 Maret 2020