Ceramah Master Cheng Yen: Menciptakan Lingkaran Cinta Kasih

“Saat terjadi gempa bumi, saya merasa kehilangan segalanya. Rumah saya telah roboh. Kebetulan, ada orang yang berkata bahwa Tzu Chi akan mendirikan rumah rakitan sementara. Jadi, saya memutuskan untuk mendaftar,” kisah Wu Jian-long, relawan Tzu Chi.

“Dalam proses pembangunan, saya mendengar bahwa insan Tzu Chi bekerja siang dan malam untuk mendirikan rumah rakitan sementara. Saya berpikir, “Benarkah?” “Apakah insan Tzu Chi adalah robot?” Suatu malam, sekitar pukul 11, saya naik sepeda motor ke sana dan melhat bahwa lampu masih menyala dan para relawan masih bekerja. Sekitar pukul 6 pagi, saat matahari baru terbit, semua orang sudah sibuk bekerja. Tidak mengherankan, dalam waktu kurang dari dua bulan, para korban bencana sudah memiliki tempat tinggal. Kami sungguh sangat beruntung. Saat pindah, kami melihat bahwa semua kebutuhan tersedia, seperti panci, mangkuk, gayung, baskom, dan gas. Saya merasa bahwa insan Tzu Chi sangat perhatian. Pada saat itu, saya memutuskan untuk sungguh-sungguh menjalankan Tzu Chi. Setelah gempa 21 September 1999, saya turut membantu saat terjadi bencana, seperti banjir.  Dengan kendaraan roda empat saya, saya membawa relawan lain untuk memberikan bantuan bencana. Saya melakukannya dengan gembira,” lanjut Wu Jian-long bercerita.


Tahun terjadinya gempa 21 September 1999 merupakan sejarah penting. Kita harus menjadi saksi sejarah bagi zaman sekarang. Saya juga mendengar beberapa relawan yang berbagi tentang rumah rakitan sementara dan pengalaman mereka tinggal di sana. Saya mengira bahwa orang-orang yang pernah tinggal di sana telah melupakannya. Tidak disangka, sebagian dari mereka telah bergabung dengan Tzu Chi, bahkan telah dilantik menjadi Tzu Cheng dan komite.

Mereka telah menjadi relawan berseragam biru putih yang muncul untuk bersumbangsih di tempat yang membutuhkan. Inilah lingkaran cinta kasih. Kita terus membentangkan Jalan Bodhisatwa. Setelah membuka jalan, kita juga harus meratakannya. Kita juga membentangkan jalan yang rata di rumah rakitan sementara Tzu Chi.


Lihatlah, karena tidak tega mencemari bumi, kita menggunakan konblok. Saya berkata bahwa itu adalah konblok cinta kasih. Agar bumi bisa bernapas dan terjaga kebersihannya, kita tidak membangun jalan beraspal. Lahan itu adalah lahan pinjaman. Lahan yang dipinjam dalam kondisi bersih juga harus dikembalikan dalam kondisi bersih. Selain itu, bumi juga bisa bernapas.

Saat akan mengambil satu langkah, kita juga memikirkan langkah-langkah berikutnya. Kita bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus. Konsep ini juga diterapkan dalam penyaluran bantuan Topan Morakot. Banyak insan Tzu Chi yang bergerak dan melakukan banyak hal.


Saat itu, pagi-pagi sekali, insan Tzu Chi dari berbagai lapisan masyarakat naik kereta kecepatan tinggi dengan membawa bekal dan alat pembersih sendiri. Di mana pun bencana terjadi, orang-orang yang selamat akan segera bergerak untuk memberi bantuan. Kita menggunakan waktu 88 hari untuk merampungkan pembangunan Perumahan Cinta Kasih di Shanlin bagi lebih dari 700 keluarga sehingga mereka bisa pindah sebelum Tahun Baru Imlek. Banyak orang yang bekerja siang dan malam selama 88 hari. Ini merupakan rumah permanen yang sangat kukuh. Banyak orang yang bergerak, bahkan tentara pun datang untuk membantu menyusun konblok sepanjang malam. Semua ini dilakukan dalam 88 hari.

Saat warga pindah ke sana, kita memberikan hadiah berupa 88 jenis barang kebutuhan sehari-hari. Jadi, pembangunan Perumahan Cinta Kasih bagi korban Topan Morakot rampung dalam 88 hari dan kita memberikan hadiah berupa 88 jenis barang kebutuhan sehari-hari. Singkat kata, inilah insan Tzu Chi yang merupakan Bodhisatwa dunia yang sesungguhnya. Di mana ada orang meminta bantuan, kita akan pergi ke sana dan memandang semua orang dengan pandangan cinta kasih.

Setelah tiba di lokasi bencana, rasa tidak tega mereka semakin besar sehingga kekuatan yang dikerahkan juga semakin besar.


Sesungguhnya, dalam hidup saya, saya tidak memiliki apa-apa, kecuali keteguhan untuk berbuat baik. Jika sesuatu itu harus dilakukan, siapa pun tak bisa memengaruhi saya. Beruntung, saya sangat dipenuhi berkah karena ada begitu banyak insan Tzu Chi. Kita memiliki jalinan jodoh sejak lahir. Berkat adanya jalinan jodoh ini, kalian bisa merespons seruan saya. Saat saya mengeluarkan imbauan, banyak orang yang meresponsnya. Kita terus menghimpun kekuatan cinta kasih sekelompok demi sekelompok orang.

Bodhisatwa sekalian, kita sungguh perlu mengenang masa lalu. Ada hal yang harus kita ingat selamanya, ada pula hal yang bisa kita lupakan pada saat itu juga. Kita harus bisa membedakan benar dan salah. Kita hendaknya selamanya mengingat hal yang bermanfaat bagi dunia. Sebaliknya, hal yang tidak bermanfaat atau belum terbukti hendaknya langsung kita lupakan. Dengan demikian, kita dapat membina pikiran kita ke arah yang baik. Demikianlah Bodhisatwa menghapus kegelapan batin.


Sungguh, kita harus bertutur kata baik dan membangkitkan pikiran baik. Melihat bencana-bencana yang terjadi, kita hendaknya tersadarkan. Kita harus menggenggam kesempatan saat kita masih bisa berbagi pengalaman secara langsung. Ini merupakan kesaksian yang paling nyata yang bisa kita wariskan pada generasi penerus kita.

Gempa bumi bersifat periodik. Gempa 21 September telah berlalu 20 tahun. Kita tidak tahu kapan gempa bumi akan kembali terjadi. Kita harus membimbing kaum muda agar mereka tahu bahwa kekuatan alam sangat besar. Bagaimana cara melakukan persiapan? Kita menjalankan “Proyek Harapan”. Meski kini kita hidup tenteram, tetapi ada beberapa gedung sekolah yang sudah tua dan mengalami kerusakan, bahkan ada yang besi betonnya sudah terlihat. Kita sangat khawatir jika kembali terjadi gempa bumi saat anak-anak ada di dalam gedung, akibatnya sungguh tak terbayangkan.


Kita telah membangun kembali beberapa gedung sekolah di Pingtung dan Taitung. Kini pembangunan kembali gedung sekolah di Miaoli sedang dijalankan. Secara keseluruhan, kita menjalankan “Proyek Harapan” untuk 26 gedung sekolah.

Sumber daya yang diperoleh dari masyarakat harus digunakan untuk membawa manfaat bagi masyarakat. Selain itu, kita juga harus mengajak orang-orang bersumbangsih. Jika ada sesuatu yang perlu dilakukan, kita harus mengajak orang-orang untuk melakukannya bersama. Ini berarti kita yakin bahwa diri sendiri tidak memiliki pamrih dan setiap orang memiliki cinta kasih. 

Inilah yang kita lakukan dari dahulu hingga kini. Saya berharap kelak, kebajikan dan cinta kasih seperti ini dapat terus diwariskan. Karena itu, kita harus merekrut lebih banyak Bodhisatwa dunia. Setelah bencana besar terjadi, kita harus segera tersadarkan dan senantiasa waspada. 

Membentangkan Jalan Bodhisatwa dengan cinta kasih

Bersiteguh melakukan kebajikan dan mengajak orang-orang melakukannya

Tersadarkan setelah melihat bencana dan berbagi pengalaman dengan orang lain

Menjalankan “Proyek Harapan” untuk mengurangi dampak bencana

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Maret 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 24 Maret 2019

Editor: Metta Wulandari

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -