Ceramah Master Cheng Yen: Menciptakan Tanah Suci di Dunia dengan Menghimpun Berkah dan Kebajikan

“Saya adalah Lin Hu-wan, anggota komite dengan nomor komite 1130. Karena mengalami kecelakaan lalu lintas, saya kehilangan semua ingatan saya. Setelah lebih dari 3 tahun menjalani pemulihan di pusat penitipan siang hari, saya memutuskan untuk kembali melakukan daur ulang di Kompleks Tzu Chi Sanxia. Perlahan-lahan, ingatan saya pulih,” kata Lin Hu-wan relawan Tzu Chi.

“Pada masa pemulihan, saya sering pulang pergi antara Tucheng dan Sanxia. Saat naik bus, saya selalu membawa celengan bambu. Berhubung Master berkata bahwa kita harus terjun ke tengah masyarakat, maka saya selalu membawa celengan bamboo agar orang-orang berkesempatan untuk berbuat baik dengan berdonasi sesuai kerelaan masing-masing,” pungkasnya.

Akibat kecelakaan lalu lintas, dia hilang ingatan selama beberapa waktu. Pada masa pemulihannya, dia juga tidak melupakan Tzu Chi. Dia berbagi tentang Tzu Chi dengan orang yang ditemuinya dan selalu mengajak orang berbuat baik. Dia tetap sangat tekun dan bersemangat. Saya sungguh sangat terhibur.

 

Kita bisa melihat bahwa pemulihannya berjalan baik. Meski demikian, dia telah lanjut usia. Dia telah mengenal saya dan menjalankan Tzu Chi selama 33 tahun. Tiga puluh tiga tahun yang lalu, saya dan dia jauh lebih muda dari sekarang. Pada usia yang lebih muda, gerakan seseorang lebih gesit. Saya juga merasakan perbedaan kondisi tubuh saya antara tahun ini dan tahun lalu.

Dalam Pemberkahan Akhir Tahun tahun lalu, meski kondisi kesehatan saya tidak baik, tetapi saya masih bisa naik turun tangga dan berjalan dengan mantap. Namun, kini itu terasa sulit bagi saya. Seiring berlalunya waktu, fungsi tubuh kita juga menurun. Karena itulah, kita harus menggenggam waktu.

Seiring berlalunya waktu, usia kehidupan kita pun terus berkurang. Bagaikan ikan yang kekurangan air, apa kebahagiaan yang diperoleh? Bodhisatwa Samantabhadra mengingatkan kita bahwa seiring berlalunya satu hari, usia kehidupan kita juga berkurang satu hari, bagaikan ikan di akuarium yang bocor dan airnya terus berkurang. Bayangkanlah, jika akuarium itu kering, bagaimana ikan di dalamnya bertahan hidup? Alam menyediakan udara yang segar dan lingkungan yang indah bagi kita. Kita hendaklah menghargainya.


Tadi, sebelum turun, saya bertemu dengan pastor, biarawati, dan Relawan Hu yang merupakan seorang muslim. Meski menganut agama yang berbeda-beda, kami berkumpul di satu ruangan yang sama, menghirup udara yang sama, dan memiliki cinta kasih yang sama. Betapa menyenangkannya suasana seperti itu. Bagaikan manusia yang memiliki nama yang berbeda-beda, meski memiliki nama yang berbeda, semua agama mengajarkan cinta kasih yang sama.

Kita bisa melihat di berbagai negara, insan Tzu Chi terus bersumbangsih dengan cinta kasih. Jejak cinta kasih insan Tzu Chi terus berlanjut. Selama lebih dari 50 tahun, setiap insan Tzu Chi terus bersumbangsih dengan cinta kasih universal tanpa pamrih, bahkan senantiasa bersyukur. Penerima bantuan kita juga bersyukur. Kita membungkukkan badan lebih dalam dari penerima bantuan kita dan mengucap syukur kepada mereka.

Saya sering berkata bahwa orang yang dapat menolong sesama adalah orang yang bahagia. Jadi, kita merasa bahagia karena berkesempatan untuk bersumbangsih. Karena itulah, kita hendaknya tulus bersyukur kepada penerima bantuan kita. Inilah Bodhisatwa dunia yang sesungguhnya.

Relawan kita berinisiatif memberikan bantuan tanpa diminta. Dalam Sutra Makna Tanpa Batas dikatakan bahwa kita harus menjadi guru tak diundang. Bodhisatwa tidak perlu menunggu hingga ada orang yang meminta bantuan. Kita semua berinisiatif untuk bersumbangsih tanpa diminta. Inilah yang disebut guru tak diundang dan Bodhisatwa dunia. Jadi, Bodhisatwa bukan sekadar rupang untuk disembah orang-orang.


Jika kita tidak menciptakan berkah, memohon kepada Bodhisatwa pun percuma. Jadi, berkah diciptakan oleh diri sendiri. Tanpa bersumbangsih, kita tidak akan memperoleh pencapaian. Jadi, kita harus terjun ke tengah masyarakat untuk bersumbangsih bagi orang yang menderita dengan kesungguhan hati dan cinta kasih.

Bodhisatwa datang ke dunia ini untuk menjangkau makhluk yang menderita. Jika ingin disebut sebagai Bodhisatwa, kita harus bersumbangsih bagi orang-orang yang menderita. Setelah menetapkan arah yang benar ini, kita menapakinya tanpa menyimpang sedikit pun.

Singkat kata, kita harus lebih banyak menjalin jodoh baik. Dengan adanya jalinan jodoh baik, kelak Bodhisatwa dunia akan berkumpul dan membuat tempat tinggal mereka menjadi tempat yang dipenuhi berkah. Ini bisa terwujud asalkan semua orang memiliki ikrar yang sama. Mungkin pada suatu waktu di masa mendatang, orang-orang baik akan berkumpul sehingga tercipta Tanah Suci di dunia ini.

Buddha mengatakan bahwa asalkan ada cinta kasih di dalam hati, bukanlah hal yang mustahil bagi Bodhisatwa dunia untuk menciptakan Tanah Suci di dunia.

Bersumbangsih tanpa pamrih, bahkan mengucap syukur
Meninggalkan jejak cinta kasih di seluruh dunia
Dengan berani mengemban misi untuk menghimpun berkah dan kebajikan secara luas
Menciptakan Tanah Suci di dunia bukanlah hal yang mustahil

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 03 Desember 2020       
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 05 Desember 2020
Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -