Ceramah Master Cheng Yen: Mendalami Dharma dan Mengamati Kondisi di Dunia
“Sebelum
menderita penyakit, saya
sangat menikmati hari-hari saya. Saat mendapati bahwa ginjal saya bermasalah, saya tidak dapat menerima kenyataan ini. Saya menyalahkan Tuhan mengapa membiarkan
saya sakit. Saya paling malang. Karena saya
adalah anak sulung, maka dia
selalu menyerang saya dahulu,” kata seorang pasien.
“Dia sering bertengkar dengan ayahnya. Suami saya selalu bertengkar dengan anak saya. Mereka selalu beradu mulut dan penuh kemarahan. Ayahnya sangat bertemperamen buruk, begitu juga dengan
anak saya,” kata seorang istri pasien tersebut.
Kita dapat melihat seorang pasien gagal ginjal di Malaysia. Dahulu dia sangat bertemperamen buruk sehingga membuat hubungannya dengan anaknya menjadi sangat kacau. Sang ayah kemudian menjalani pengobatan di pusat cuci darah Tzu Chi.
Saat
menjalani pengobatan, dia
menonton Da Ai TV sehingga hatinya menjadi tenang. Dia
menyerap semua perkataan saya ke dalam hati dan perlahan-lahan mengubah
tabiatnya. Dia juga meminta maaf kepada anaknya.
“Saya
menonton Da Ai TV dan mendengar ceramah Master. Master berceramah tentang
kebijaksanaan, sikap penuh pengertian, serta bagaimana menyebarkan cinta kasih.
Saya mendapati bahwa ajaran Master hampir sama dengan ajaran di dalam Alkitab,”
kata pasien itu.
Kini suasananya
sudah jauh lebih baik karena dia sudah bisa mengendalikan temperamennya. Nada
bicaranya juga sudah berubah. Sekarang hubungan ayah dan anak ini sudah sangat
baik. Orang masa sekarang sangat mudah berjalan menyimpang. Karena itu, kita
sangat membutuhkan Dharma di dunia ini.
Setelah
mendengar dan menyerap Dharma ke dalam hati, kita harus mempertimbangkan dengan
cermat apa yang pantas dilakukan dan apa yang tidak pantas dilakukan. Setelah
mempertimbangkannya dengan cermat, kita menentukan arah dan melakukannya secara
nyata. Melakukan tindakan nyata untuk memberi manfaat bagi umat manusia disebut
“kebijaksanaan pengamatan”.
Selain
bersumbangsih tanpa memiliki pamrih, kita juga harus selalu berterima kasih. Kita
berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu mewujudkan tekad kita. Pekerjaan
membantu orang lain tidak dapat dilakukan oleh satu orang, dua orang, atau
segelintir orang saja. Kita harus berterima kasih kepada semua orang yang
bersedia bersumbangsih di seluruh dunia ini.
Kita harus
dipenuhi rasa terima kasih. Ini disebut kebijaksanaan kesetaraan. Semua makhluk
adalah setara. Saat melihat penderitaan orang lain, kita merasa tidak tega. Dengan
membangkitkan kesadaran dan menyadari berkah, kita akan hidup lebih hemat.
Kemarin, saya bertemu dengan sepasang suami istri muda yang merupakan staf Da Ai TV. Saya berkata kepada mereka,“Kalian terlahir untuk mendokumentasikan sejarah Tzu Chi”. Mereka memiliki misi dan tekad yang sama. Mereka sudah pergi ke beberapa negara untuk mendokumentasikan sejarah Tzu Chi. Kali ini mereka melakukan perjalanan selama lebih dari 40 hari.
Setelah pulang
ke Taiwan, mereka segera datang untuk memberi laporan kepada saya. Mereka berkunjung
ke 5 negara di Afrika yang terdapat jejak langkah relawan Tzu Chi. Mereka
melihat seorang relawan berusia 87 tahun. Pagi-pagi sekali, saat suhu di bawah
9 derajat Celsius, relawan itu sudah keluar rumah dengan mengenakan selimut di
bahunya demi menghadiri kelas bedah buku.
Dia tidak
pernah absen dalam setiap kegiatan bedah buku. Untuk tiba di kantor Tzu Chi
setempat, dia harus berjalan kaki selama 4 jam. Dia berangkat dari subuh dan
baru tiba di saat matahari sudah terbit. Dia terus melangkah maju. Terkadang
dia harus melewati jalan yang menanjak, terkadang dia harus melewati jalan yang
menurun, terkadang dia harus melewatijembatan penyeberangan.
Berhubung staf
kita mengikuti di belakang untuk merekamnya, orang-orang di jalan pun merasa
sangat penasaran. Dia pun berkata kepada mereka, “Ikutlah bersama saya. Nanti
kalian akan tahu.”
Dia
berbagi tentang Tzu Chi kepada semua orang yang ditemuinya. Begitu relawan
lansia ini tiba di kantor Tzu Chi, relawan setempat yang lebih muda akan membantunya
membuka kaus kaki. Melihat kakinya yang sudah lecet dan melepuh, relawan itu mengoleskan
minyak pada kakinya. Lihat, inilah perhatian antarsaudara se-Dharma.
Setelah
semua relawan tiba, mereka segera memulai kelas bedah buku. Mereka menonton
video singkat ceramah saya yang sudah diterjemahkan. Sepanjang hari, mereka
berulang kali menonton video singkat itu dan mencatat setiap ajaran saya.
Karena itulah, Dharma dapat sangat meresap ke dalam hati mereka dan
dipraktikkan dalam keseharian.
Kita juga
melihat Mozambik. Seorang pengusaha dari Taiwan mendonasikan sebidang lahan
besar kepada Tzu Chi. Relawan setempat pun menggunakan lahan itu untuk bercocok
tanam. Lihatlah, relawan yang bekerja di setiap sudut lahan bernyanyi dengan
gembira. Pada saat pembagian bantuan, mereka juga berulang kali menyanyikan
lagu itu.
“Berapa harganya cinta kasih? Berapa yang
harus dibayar untuk mempelajari ajaran Master? Berapa harganya? Tidak perlu
bayar. Asalkan Anda membangkitkan cinta kasih Berapa harganya? Tidak perlu
bayar Berapa harganya? Tidak perlu bayar. Asalkan Anda membangkitkan cinta
kasih”.
Mereka
berulang kali menyanyikan lagu ini. Setelah menerima kupon bantuan, mereka akan
berbicara di depan foto saya, “Saya sudah menerima kupon bantuan. Saya sudah
dapat menerima bantuan beras dari Master. Terima kasih. Bantuan beras dari
Master. Terima kasih.”
Melihat
rasa syukur mereka, bagaimana mungkin saya tidak tersentuh? Di tempat yang
sangat jauh dari saya, ada sekelompok orang yang sangat mendedikasikan diri.
Denise adalah relawan Tzu Chi pertama di Mozambik. Benih-benih relawan yang
terinspirasi olehnya kini telah bertumbuh menjadi pohon besar. Jumlah relawan
di sana juga terus bertambah.
Bodhisatwa
sekalian, kita harus memandang ke seluruh dunia. Kita harus membangkitkan
kebijaksanaan dan melakukan tindakan nyata. Daripada terobsesi pada ponsel
genggam, lebih baik kita lebih banyak memahami tentang hal-hal yang terjadi di
dunia. Kita dapat melihat banyak pemandangan yang menggugah hati di Afrika.
Saat kita
duduk di tempat yang demikian agung, relawan Tzu Chi di Mozambik duduk di atas
tanah yang penuh pasir. Meski demikian, mereka tetap sangat gembira. Bodhisatwa
sekalian, kita sungguh harus menyadari berkah, menghargai berkah, dan kembali
menciptakan berkah. Mereka juga menyisihkan koin ke dalam celengan bambu. Mereka
bersumbangsih dan ikut berdonasi. Melihat hal tersebut, saya sungguh tersentuh.
Singkat
kata, kisah yang menyentuh hati sangat banyak. Saya berharap semua orang dapat
meneladani mereka. Kita sungguh harus mendoakan dan mengasihi mereka.
Program Da Ai TV membersihkan
noda batin manusia
Hubungan ayah dan anak kembali
akrab setelah tersadarkan.
Ajaran kebaikan tidak ternilai harganya
Tekun dan bersemangat melatih
diri
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 Agustus 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina