Ceramah Master Cheng Yen: Mendengar dan Mempraktikkan Dharma untuk Memperbaiki Kehidupan

“Selama beberapa hari berinteraksi dengan Kakak Xiao Qing-shun dari Malaysia, saya melihatnya belajar dari Kakak Pan dengan rendah hati. Sesungguhnya, penyaluran bantuan di negara-negara Afrika tidak bisa langsung dilakukan begitu saja. Kita harus meminta persetujuan dari dewan komunitas setempat dan menjalani berbagai prosedur,” kata Zhou Xian-bin relawan Tzu Chi Afrika Selatan.

“Selain menjangkau komunitas, kita juga menemui pejabat pemerintah. Kita berbagi dengan mereka tentang filosofi Tzu Chi dan bagaimana kita membuka hati orang-orang untuk berbuat baik bersama kita. Jadi, mereka dapat memahami perbedaan antara Tzu Chi dan organisasi amal lainnya,” kata Xiao Qing-shun Pengusaha Malaysia.

Relawan Xiao yang kita lihat ini memiliki jalinan jodoh untuk berbisnis di Afrika. Berhubung berjodoh dengan Tzu Chi, dia pun membawa benih cinta kasih ke sana. Melihat orang-orang yang menderita, dia merasa tidak tega. Berhubung dapat turut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain, dia pun mengerahkan kekuatan cinta kasih untuk menolong orang-orang yang menderita.

 

Dia pergi ke Afrika untuk berbisnis dan menyaksikan penderitaan di sana. Karena itu, dia menjangkau wilayah terpencil bersama sekelompok relawan lokal untuk menolong orang-orang yang membutuhkan. Jadi, beberapa relawan dari Afrika Selatan, seperti Relawan Pan, Relawan Xiao, Relawan Zhou, dan Ai-bao, pergi ke Zambia untuk menyurvei kondisi warga kurang mampu dan memberi pendampingan.

Relawan kita juga menginspirasi warga setempat yang pernah menerima bantuan sebelumnya. Kita mendampingi mereka, membimbing mereka, serta mewariskan semangat dan filosofi Tzu Chi pada mereka. Karena itulah, kita memiliki relawan lokal di sana. Setelah menerima cinta kasih dari Tzu Chi, mereka bertekad untuk menolong dan mengasihi warga setempat.

Para relawan lokal menguasai bahasa setempat sehingga dapat sepenuhnya memahami penderitaan warga. Setelah menerima pendampingan penuh cinta kasih dari insan Tzu Chi, mereka menyadari bahwa mereka juga bisa bersumbangsih bagi saudara sebangsa mereka. Mereka melakukannya dengan semangat misi. Mereka bagaikan jembatan penghubung. Menginspirasi relawan local bagai membangun jembatan penghubung. Yang terpenting, yang membangun jembatan ini adalah sekelompok Bodhisatwa dari Taiwan.


Pan Ming-shui sudah lama berada di Afrika. Dia selalu memiliki banyak cara dan bisa berempati pada orang lain. Dia juga terus menginspirasi relawan baru. Jadi, para relawan kita bersumbangsih di tengah masyarakat dengan welas asih dan kebijaksanaan.

Para relawan dari Taiwan ini sudah 20 tahun lebih menjalankan Tzu Chi di Afrika dan telah menginspirasi banyak relawan lokal. Benih-benih yang ditabur relawan kita telah bertumbuh menjadi pohon-pohon besar. Setiap batang pohon pun mulai berbunga dan berbuah. Kini para relawan lokal bisa menolong warga setempat. Jadi, mereka sudah bisa memberikan bantuan kepada warga kurang mampu.

Mereka juga bersedia menjangkau wilayah pegunungan tanpa takut menempuh medan yang sulit. Mereka melangkah maju bersama. Meski perjalanan penuh rintangan dan lumpur yang tebal, mereka tetap bersedia menempuhnya. Mereka selalu berkata, "Kini kami akan menciptakan berkah bagi dunia dan memupuk berkah bagi diri sendiri." Mereka telah memahami kebenaran. Mereka telah memahami hukum sebab akibat. Karena itu, kini mereka bisa menerima kondisi mereka di kehidupan sekarang. Jadi, mereka menjadi optimistis dan dapat membuka pintu hati.


Meski kekurangan, mereka bersedia mengerahkan kekuatan untuk turut bersumbangsih. Mereka sangat kekurangan, tetapi memiliki jalinan jodoh dengan Tzu Chi. Mereka menggenggam jalinan jodoh ini untuk turut bersumbangsih dan menciptakan berkah bagi masyarakat. Ini karena mereka telah memahami kebenaran. Mereka tidak menyerah pada penderitaan di kehidupan sekarang dan tetap berusaha untuk bersumbangsih.

Mereka menerima kondisi mereka dengan gembira dan optimistis. Demikianlah mereka memperbaiki kehidupan. Jika tidak, apa lagi yang bisa mereka lakukan?

Terlahir di dunia ini dengan kondisi seperti itu, bagaimana mereka memperbaiki kehidupan jika mereka tidak mengubah pola pikir? Kita juga melihat orang-orang yang mengalami keterbatasan fisik. Mereka bukan terlahir dengan kondisi seperti ini. Namun, seiring pertumbuhan mereka, fisik mereka mengalami kelainan. Demikianlah kondisi sebagian warga di sana. Mengapa bisa demikian? Karena kekurangan.

Di sana, mereka tidak punya makanan lain, kecuali singkong. Namun, jika tidak diolah dengan benar, singkong mengandung racun. Tapioka yang kini kita gunakan sebagai pengental masakan juga berasal dari singkong. Tentu saja, itu sudah diolah dengan benar sehingga bisa digunakan dengan tenang.


Namun, jika singkong tidak diolah dengan benar atau dimakan mentah, racun yang terakumulasi di dalam tubuh dalam jangka Panjang akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Contohnya warga di Zambia yang mengalami kelainan bentuk fisik. Singkat kata, setiap orang tak luput dari hukum sebab akibat.

Di sana terdapat banyak orang yang kurang beruntung. Mereka hidup kekurangan dan menderita. Di balik karma buruk kolektif semua makhluk, terdapat kebenaran yang sangat mendalam.

Buddha datang ke dunia ini dan membabarkan banyak prinsip kebenaran. Jadi, Bodhisatwa sekalian, mari kita lebih bersungguh hati, lebih berdedikasi, serta lebih banyak mendengar, menyelami, dan mempraktikkan Dharma.

Bertekad untuk menabur benih kebajikan setelah mendengar Dharma
Pohon bodhi bertumbuh membentuk hutan
Menghimpun kekuatan untuk menolong warga kurang mampu
Menerima kondisi dengan optimistis untuk memperbaiki kehidupan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Maret 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 25 Maret 2021
Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -