Ceramah Master Cheng Yen: Meneladani Hati Buddha dan Mewarisi Tekad Guru
Tahun ini, Tzu Chi telah berdiri 50 tahun. Teringat akan hal ini, saya secara alami terkenang akan 50 tahun yang lalu, bagaimana niat yang saya bangkitkan mengawali Jalan Tzu Chi ini. Saat itu, setiap langkah Badan Amal Ke Nan Tzu Chi sangatlah sulit. Memperoleh kepercayaan orang-orang tidaklah mudah. Saya yang hidup kekurangan dan harus melakukan pekerjaan sambilan untuk mendapatkan biaya hidup tiba-tiba bertekad untuk memberikan bantuan. Orang-orang tidak percaya juga merupakan hal yang wajar.
Namun, saat orang-orang tidak percaya, akan muncul banyak kritikan. Kita harus mampu menghadapi semua itu dan bersabar. Seperti inilah saya memulai langkah pertama. Untuk berdana, saya harus bersabar. Meski demikian, saya senantiasa bersyukur. Berkat adanya kritikan orang-orang, barulah saya bisa meneguhkan tekad dan mengingatkan diri sendiri untuk menjalankan misi dengan baik.
Kritikan orang-orang terus mengingatkan saya untuk menjalankan misi dengan baik dan berhati-hati sehingga kita bisa membentangkan jalan dengan cinta kasih selama 50 tahun ini. Saat mengenang masa lalu, saya selalu sangat bersyukur ada sekelompok orang yang membangkitkan tekad untuk terus mendampingi dan mendukung saya di sekeliling saya. Yang di depan membimbing saya, yang di samping melindungi saya, dan yang di belakang membuat saya tidak perlu merasa khawatir. Sepanjang jalan, mereka terus mendukung dan mendampingi saya.
Tanpa disadari, Tzu Chi telah berdiri 50 tahun dan menjangkau lebih dari 90 negara dan wilayah. Di berbagai wilayah yang dilanda bencana dan penderitaan, insan Tzu Chi telah meninggalkan jejak langkah di sana. Mengapa kita bisa menjangkau begitu banyak wilayah yang begitu jauh? Karena kita memiliki banyak relawan. Setiap tahun, relawan kita terus bertambah.
Di seluruh dunia, kita terus menabur benih cinta kasih yang akan bertunas dan bertumbuh menjadi pohon besar. Karena itulah, relawan kita semakin bertambah sehingga langkah kita semakin mantap dan jangkauan kita semakin luas. Inilah jalan cinta kasih. Pada awal tahun 2016, tema yang saya berikan adalah jalan cinta kasih universal membentang luas ke seluruh dunia; jalinan kasih sayang terus bertahan untuk selamanya.
Pada tahun 2017 mendatang, tema kita adalah dengan cinta kasih, kita bisa berkumpul bersama untuk bersumbangsih; dengan kebijaksanaan, kita bisa melihat dunia di dalam sebutir benih. Dalam menciptakan berkah, kita harus ingat bahwa sebutir beras mengandung usaha banyak orang.
Sejak bulan pertama berdirinya Tzu Chi, kita membagikan bantuan berupa beras karena itulah yang paling dibutuhkan oleh orang kurang mampu. Saya juga memiliki sebuah tekad yang teguh, yakni memanfaatkan setiap sen donasi yang terkumpul untuk membantu orang yang membutuhkan. Saat orang-orang datang untuk mengambil beras, bhiksuni di Griya Jing Si bertanggung jawab untuk menyiapkan makan siang. Orang-orang merasa heran karena kita sendiri kekurangan makanan dan harus melakukan pekerjaan sambilan, dari mana kita memperoleh beras untuk dimasak?
Kita meminjam beras dan minyak dari Vihara Pu Ming untuk memasak bubur. Berhubung orang yang datang terus bertambah, kita terus menambahkan air ke dalam panci. Karena itu, saat tutup panci dibuka, yang terlihat hanyalah air dengan sedikit beras sehingga kita bisa melihat bayangan langit biru dan awan putih. Inilah yang terjadi pada masa-masa awal. Saat itu, sebutir beras pun sangat berharga karena tidak mudah untuk mendapatkan beras.
Hingga kini, bhiksuni di Griya Jing Si tetap bertanggung jawab untuk memastikan setiap sen donasi yang terkumpul dimanfaatkan untuk membantu orang-orang yang dilanda bencana dan penderitaan. Dalam Empat Misi Tzu Chi, tidak ada sepeser pun donasi masyarakat yang tidak digunakan pada tempatnya. Dalam menciptakan berkah, kita harus ingat bahwa butir demi butir padi dapat memenuhi lumbung. Setiap butir beras mengandung sejarah dan usaha banyak orang. Kita harus menghargai sumber daya. Jangan menyia-nyiakan sebutir beras pun.
Dengan membina kebijaksanaan, kita bisa melihat dunia dari hal kecil. Kini kita juga harus membina kebijaksanaan. Saya juga mendengar bahwa ada yang memperbaiki kehidupannya setelah mendengar Dharma. Ini membuktikan bahwa dengan membina kebijaksanaan, kita bisa melihat dunia dari hal kecil. Dharma sangatlah dalam. Prinsip kebenaran tidak berwujud dan tidak berbentuk. Kita tidak bisa melihat dan menyentuhnya, tetapi bisa memahaminya dengan kesungguhan hati.
Setelah memahaminya, kita bisa mengembangkan potensi yang sangat besar. Dengan begitu, kita bisa mengubah pikiran jahat menjadi pikiran baik dan meninggalkan jalan yang salah menuju jalan kebenaran. Inilah tindakan yang benar. Hari ini, kalian telah menjalani pelantikan. Yang disematkan di depan dada kalian adalah pita bertuliskan “hati Buddha dan tekad Guru”. Benar, mulai hari ini, kalian akan sungguh-sungguh menapaki Jalan Bodhisatwa. Jalan Bodhisatwa yang lapang dan lurus hanya ada satu. Kita harus terus melangkah maju di jalan yang lapang ini dengan tekun dan bersemangat.
Kita harus meneladani hati Buddha yang penuh cinta kasih dan welas asih agung. Kita harus menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri. Lima puluh tahun yang lalu, saya membangkitkan tekad untuk membawa manfaat bagi semua makhluk. “Demi ajaran Buddha, demi semua makhluk”, inilah tekad saya. Buddha yang penuh cinta kasih dan welas asih agung bertujuan untuk menyelamatkan semua makhluk. Karena itu, kalian harus meneladani hati Buddha yang penuh cinta kasih dan welas asih dan mewarisi tekad saya. Inilah yang disebut “hati Buddha dan tekad Guru”. Saya berharap setelah pelantikan hari ini, kalian bisa semakin tekun melatih diri dan memperteguh tekad pelatihan.
Bersabar dan mengemban tanggung jawab berat dengan tekad pelatihan yang teguh
Meninggalkan jejak cinta kasih untuk menolong semua makhluk
Berkumpul bersama untuk bersumbangsih dengan cinta kasih
Melihat dunia di dalam sebutir benih dengan kebijaksanaan
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 10 November 2016