Ceramah Master Cheng Yen: Meneladani Kebijaksanaan Buddha
“Master pernah berkata bahwa seiring berlalunya waktu, kehidupan kita juga semakin berkurang. Bagi saya, bisa bersumbangsih satu hari berarti memperoleh keuntungan satu hari,” Wang Li-zhen, relawan Tzu Chi.
Ia kemudian melanjutkan kisahnya, “Saya merupakan penderita kanker. Waktu saya terbatas. Kehidupan saya benar-benar terbatas. Saya tahu saat ketidakkekalan datang, saya tidak akan sanggup melawannya. Karena itu, saya menjadi relawan rumah sakit.”
“Saya masih ingat saat pertama kali menjadi relawan, rambut saya masih sangat pendek, sependek ini. Saya sangat suka menjadi relawan karena dapat bersumbangsih dan bergerak dengan leluasa. Dibandingkan dengan sebelumnya di mana saya hanya berbaring di tempat tidur dan merasa lelah dan lemah, saya rasa ini merupakan hal yang bermakna.”
“Saya harus menggenggam setiap waktu untuk melakukan hal yang lebih bermakna dalam hidup saya. Jadi, saat saya dibutuhkan dan saya mampu bersumbangsih, saya pasti akan melakukannya dengan sepenuh hati. Saya selalu menyemangati diri sendiri dengan menganggap setiap hari sebagai hari terakhir. Jadi, jika hari ini saya tidak melakukannya, saya mungkin tidak memiliki kesempatan lagi,” pungkas Wang Li-zhen.
“Jalanilah setiap hari bagaikan hari terakhir.” Jika kita bisa memiliki pandangan seperti ini, kita pasti akan lebih bersungguh hati menghargai kehidupan. Terlahir di dunia ini, kita harus memiliki tujuan. Kita harus membangun ikrar agung terhadap kehidupan kita sendiri.
“Ketulusan jalinan kasih sayang antarsesama membawa kebaikan bagi dunia.” Tahun lalu, saya meminta murid-murid saya untuk mempraktikkan hal ini serta memberikan pendidikan moral secara nyata untuk menciptakan masyarakat yang penuh berkah. Saya berharap setiap murid saya dapat menjadi teladan.
Pendidikan juga bisa diperoleh dari interaksi antarsesama bukan hanya di sekolah. Saat saya datang ke sini pagi ini, di luar aula, saya melihat buku catatan para relawan saat mendengar Dharma. Sebagian relawan sudah membuat catatan sebanyak tiga hingga lima buku. Ada pula relawan yang mencatatnya dengan menggambar. Mereka menyerap Dharma ke dalam hati, lalu menuangkannya lewat gambar. Sangat kreatif.
Saat saya mengulas Sutra Bunga Teratai, murid-murid saya bisa mendengarnya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan memperoleh pencapaian darinya. Jadi, kita memberikan pendidikan moral secara nyata. Kalian sungguh-sungguh mempelajari Dharma. Jika kita bisa menyerap Dharma ke dalam hati, pasti pikiran kita akan semakin harmonis dan baik. Kita juga tidak akan begitu perhitungan dan akan semakin giat menapaki Jalan Bodhisatwa dan mempraktikkan Dharma dalam keseharian. Jadi, kalian harus sungguh-sungguh menyerap Dharma ke dalam hati.
Saya membabarkan Dharma dengan sepenuh hati. Kalian juga harus bersungguh hati mendengarnya. Setelah diucapkan, perkataan saya akan hilang jejak. Jadi, setelah mendengarnya, kalian harus menyerapnya ke dalam hati.
Seorang anak laki-laki bernama Yang Kai-cheng berkata bahwa kini ada ilmuwan yang mendapati bahwa di bumi ini terdapat 8,7 juta spesies makhluk hidup. Manusia hanyalah salah satu dari 8,7 juta spesies itu. Karena itulah, Buddha berkata bahwa sulit untuk terlahir sebagai manusia, tetapi kini kita sudah terlahir; sulit untuk mendengar ajaran Buddha, tetapi kini kita sudah mendengarnya.
Bodhisatwa sekalian, kita harus memanfaatkan tubuh kita untuk sungguh-sungguh mempelajari ajaran Buddha. Kita harus sungguh-sungguh menggenggam jalinan jodoh yang kita miliki. Kita harus memahami Jalan Kebenaran, membangun ikrar agung untuk membimbing semua makhluk, dan bersikap penuh pengertian untuk memasuki lautan kebijaksanaan Buddha. Kita harus bersikap penuh pengertian.
Di dunia ini, berhubung kita sudah bertekad untuk menjadi anggota komite dan Tzu Cheng serta menapaki Jalan Bodhisatwa, kita harus melatih diri hingga bisa bersikap penuh pengertian terhadap sesama manusia. Jika kita tidak bisa bersikap penuh pengertian dan mempermasalahkan segala hal, kita tidak akan sependapat dengan siapa pun dan tidak akan menyukai siapa pun. Jika kita tidak sependapat dan tidak menyukai setiap orang, bagaimana kita bisa membimbing semua makhluk? Jadi, kita harus bisa bersikap penuh pengertian. Dengan bersikap penuh pengertian, barulah kita bisa menyerap Dharma ke dalam hati dan benar-benar memperoleh kebijaksanaan di tengah orang-orang yang diliputi noda dan kegelapan batin.
Dari posisi orang yang mengamati, noda dan kegelapan batin orang-orang dapat membuat kita semakin memahami yang benar dan salah serta menumbuhkan kebijaksanaan kita. Jadi, bersikap penuh pengertian baru bisa memasuki lautan kebijaksanaan Buddha.
Kita hendaknya berpuas diri. Bisa terlahir sebagai manusia yang merupakan salah satu dari 8,7 juta spesies di bumi ini, bagaimana bisa kita tidak berpuas diri? Jadi, kita harus menapaki Jalan Bodhisatwa, bersikap penuh pengertian, dan berpuas diri karena dapat terlahir sebagai manusia.
Kita harus memanfaatkan tubuh kita untuk membimbing diri sendiri sekaligus orang lain. Jika kita bisa bersyukur, maka hati kita akan tenang dan damai. Bisa terlahir sebagai manusia yang merupakan salah satu dari 8,7 juta spesies di bumi ini, bukankah kita harus sangat berpuas diri? Kita harus menyerap Dharma ke dalam hati. Jika tidak mendengar Dharma, kita selamanya tidak akan memahami kebenaran. Kita hanya bisa menciptakan berkah duniawi, tetapi tidak bisa membina kebijaksanaan nonduniawi. Karena itu, kita harus menggenggam kesempatan untuk mendengar Dharma.
Para relawan luar negeri yang kembali ke Taiwan dari berbagai negara berbagi dengan saya tentang pencapaian mereka setelah mendengar Dharma dan bagaimana kegiatan mendengar Dharma mengubah kehidupan mereka. Kalian yang tinggal di negara yang sama dengan saya dan lebih dekat dengan saya hendaknya sungguh-sungguh menyerap Dharma ke dalam hati, baru bisa memperoleh sukacita dan keseimbangan batin yang tak terhingga. Dengan hati penuh sukacita, kita dapat membebaskan diri dari noda batin yang tak terhingga dan memperoleh ketenangan jiwa dan raga. Jadi, menyerap Dharma ke dalam hati dapat mendatangkan sukacita dan keseimbangan batin yang tak terhingga.
“Kami murid-murid dari Changhua berikrar untuk mempertahankan tekad kami hingga teguh tak tergoyahkan, menjadi Bodhisatwa dunia yang penuh kesadaran untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan, tekun dan bersemangat mendalami ajaran Buddha, dan menjalani hidup di dunia ini dengan Dharma,” ucap relawan dari Changhua.
Kekompakan lebih dari seribu orang merupakan hal yang sangat tidak mudah. Lihatlah Relawan Cai Kuan yang telah berusia 90 tahun lebih. Saya bisa melihat gerakan tangannya tidak lebih rendah atau lebih tinggi dari relawan lain. Kalian semua sangat kompak. Tidak ada yang lebih lambat atau lebih cepat, semuanya sangat serentak dan kompak. Saya sangat bersyukur.
Inilah kelebihan insan Tzu Chi Changhua yang seharusnya diteladani oleh para relawan dari lebih dari 20 negara. Insan Tzu Chi Taiwan juga tidak kalah dari mereka karena insan Tzu Chi di seluruh dunia memiliki tekad yang sama. Baik relawan yang datang pada pagi hari maupun siang hari, semuanya sangat tekun. Ini sungguh membuat saya terhibur dan tenang. Dalam hati saya, saya senantiasa bersyukur.
Kecanggihan teknologi mendukung para relawan menyerap Dharma ke dalam hati
Menghargai kesempatan terlahir sebagai manusia untuk mempraktikkan Dharma dalam keseharian
Bersikap penuh pengertian untuk memasuki lautan kebijaksanaan Buddha
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 2 Desember 2015
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 30 November 2015