Ceramah Master Cheng Yen: Menenangkan Hati Warga dengan Cinta Kasih

Badai yang menerjang tiga negara di Afrika Timur sungguh membawa bencana besar. Apa yang harus kita lakukan? Dibutuhkan kepedulian, uluran tangan, dan bantuan. Tentu, ada banyak lembaga nonpemerintah yang menyalurkan bantuan ke sana. Namun, daerah bencana sangat luas. Tidak mudah untuk mengantarkan bahan pangan secara langsung kepada warga. Insan Tzu Chi juga memasuki daerah bencana. Insan Tzu Chi bagaikan tetesan air yang membasahi hati warga.

Meski kita tak dapat menjangkau semua daerah dan tak dapat membantu seluruh warga, tetapi kita berusaha untuk membantu daerah yang dapat kita jangkau. Kita bisa melihat, kita tak hanya memberikan secangkir bahan pangan, melainkan sekarung demi sekarung. Setelah itu, kita kembali berpikir bahwa mereka harus memiliki penghidupan. Jika tak punya peralatan, bagaimana mereka dapat bercocok tanam? Jadi, kita menyiapkan peralatan bagi mereka yang terdiri atas sekop, gergaji, palu, paku, dan lain-lain. Kita membagikan peralatan dan bahan pangan. Relawan Tzu Chi memikirkan hal ini dengan saksama dan penuh perhatian.

 

“Sekarang kami tak punya pekerjaan. Dengan adanya benih, kami bisa bercocok tanam dan menghidupi keluarga. Alat pertukangan yang diberikan juga bagus. Rumah nenek saya perlu diperbaiki. Yang kalian berikan sangat cukup. Di sini ada kayu untuk membangun rumah. Saya bisa mencarinya sendiri atau meminta dari tetangga. Yang terpenting ialah Tzu Chi telah memberikan barang-barang yang paling saya butuhkan,” ujar

Setelah memberikan bantuan darurat bencana, kita segera merencanakan baksos kesehatan. Tim relawan medis Tzu Chi juga pergi ke daerah bencana. Setibanya di sana, mereka tidak memedulikan perbedaan waktu. Setibanya di sana, mereka terus bekerja untuk mempersiapkan alat-alat dan keperluan. Para dokter juga turut membantu. Saat bersumbangsih, mereka melihat dan merasakan penderitaan warga.

 

Para dokter kita senantiasa berusaha untuk menolong tubuh dan batin warga. Para dokter dari misi kesehatan juga bergabung dengan tim misi amal. Ini sungguh merupakan jalinan jodoh cinta kasih. Dengan adanya cinta kasih dan welas asih, kita menjangkau orang-orang yang menderita. Meski mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan kita, berada sejauh belasan ribu kilometer dari kita, dan kita harus menempuh perjalanan yang melelahkan dengan pesawat untuk pergi ke sana, tetapi kita tetap tidak sampai hati melihat kondisi mereka.

Cinta kasih tanpa syarat ini membuat para relawan ingin menjangkau para warga untuk menenangkan batin dan fisik mereka. Para dokter mengobati penyakit fisik warga dan menenangkan batin mereka. Dengan welas asih, mereka mengobati warga. Dengan ikrar welas asih, para dokter memandang pasien bagai keluarga. Mereka juga menganggap penderitaan warga bagaikan penderitaan mereka sendiri. Mereka mengembangkan semangat welas asih dalam mengobati warga. Mereka membawa ketenangan dengan cinta kasih dan mengobati penyakit dengan welas asih.

 

Untuk menjalankan misi amal, relawan Tzu Chi dari delapan negara pergi ke daerah bencana. Sekelompok anak muda dari Hualien mengajukan diri dengan berani untuk turut pergi ke daerah bencana. Anak-anak muda dari negara lain pun ikut bergerak untuk membantu. Mereka berada di sana selama 56 hari. Sejak relawan gelombang pertama tiba hingga pembagian bantuan selesai, lamanya 56 hari. Kini mereka semua telah kembali.

Bantuan darurat yang mencakup bahan pangan kali ini telah selesai disalurkan. Kini kita akan mulai merencanakan bantuan jangka panjang. Inilah yang dilakukan untuk Afrika Timur. Saya sangat berterima kasih kepada tim misi amal yang telah mengerahkan banyak relawan. Begitu pula kepada para dokter yang mengobati penyakit dan meringankan penderitaan warga.

 

Meski kita melihat anak-anak di sana begitu ceria dan wajah mereka dipenuhi senyuman bagai tidak merasakan penderitaan, tetapi mereka sungguh menderita. Kita melihat anak-anak menulis dengan pensil yang begitu pendek. Mereka memegang pensil dengan ujung jari. Pensilnya begitu kecil dan pendek. Kita melihat anak-anak itu begitu menderita. Stephen Huang ada membawa pulang contoh pensil mereka. Dia juga membawa pulang mata uang Zimbabwe dengan nilai nominal yang sangat besar, yakni lima puluh miliar, tetapi tidak cukup untuk membeli dua buah pisang. Inilah akibat dari inflasi yang sangat tinggi. Uang sungguh tak bernilai di sana.

Bayangkan, setiap negara memiliki penderitaan yang berbeda-beda. Para warga hidup dalam penderitaan. Kita memiliki jalinan jodoh untuk membantu mereka karena adanya bencana Siklon Idai kali ini. Para relawan datang secara bergantian dan menjalin jodoh yang lebih dalam lagi. Kita dapat mengajak lebih banyak orang untuk bersumbangsih dengan cinta kasih dan melihat ketulusan cinta kasih di dunia. Meski para relawan sudah kembali kali ini, cinta kasih kita sudah menjangkau warga yang menderita di Afrika Timur.

 

Dengan cinta kasih dan welas asih, kita menenangkan hati warga kita menenangkan hati warga lewat pemberian bantuan darurat. Penyaluran bantuan darurat ini sudah selesai dijalankan. Kini kita akan memulai rencana bantuan jangka panjang. Kini, di Afrika Timur, langkah kita harus lebih mantap. Kita harus memikirkan cara untuk membantu agar warga dapat bangkit kembali dan hidup dengan tenteram. Untuk itu, saya berharap semua insan Tzu Chi dapat terus menciptakan berkah bagi semua makhluk. Inilah yang harus terus kita usahakan.

 

Memasuki Afrika Timur dengan cinta kasih tanpa syarat

Menyalurkan bahan pangan dan memberi pengobatan bagi warga

Para pemuda juga terjun ke daerah bencana dengan berani

Merencanakan bantuan lanjutan dengan welas asih dan kebijaksanaan

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Mei 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 31 Mei 2019

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -