Ceramah Master Cheng Yen: Menerima Rintangan Kehidupan dengan Sukacita
“Saya mulai melakukan daur ulang pada tahun 2000. Saya mengalami kekerasan rumah tangga. Namun, posko daur ulang ini membuat saya memiliki sandaran batin. Saya melakukan daur ulang sudah hampir 10 tahun. Saya mengalami banyak rintangan untuk mengikuti pelatihan karena suami saya tak mengizinkan saya pergi. Saya selalu menitipkan seragam saya di rumah tetangga seberang rumah. Putri ketiga saya mendukung saya untuk pergi mengikuti pelatihan. Sekarang saya sangat teguh karena ajaran Master membuat saya memiliki sandaran batin. Saya selalu mendengar ajaran Master,” ujar Hong Bing-yan, relawan Tzu Chi.
Saya mendengar para Bodhisatwa berbagi pengalaman dan perasaannya. Ada yang mengalami kekerasan rumah tangga dan ada yang suaminya berjudi. Setiap hari dia tetap berterima kasih dan mendoakan suaminya. Bahkan, saat suaminya sedang tidur pun, dia juga berterima kasih padanya dan mendoakannya. Dia menganggap suaminya telah membantunya melatih diri.
Selama bertahun-tahun ini, dia tetap berhati lapang dan berpikiran murni. Akhirnya, suaminya juga terinspirasi olehnya dan ikut bergabung dengan Tzu Chi. Saya juga mendengar sepasang suami istri yang berbakti kepada orang tua mereka. Ibu dari relawan ini menderita demensia. Suaminya memintanya untuk membawa ibunya tinggal bersama mereka untuk dijaga.
“Ibu saya menderita demensia, dia tak dapat mengurus dirinya sendiri. Terkadang, saat penyakitnya kambuh, dia juga tak ingat bahwa saya adalah putrinya. Sungguh, sudah 3 kali dia tidak mengenali saya. Jadi, saya sangat mengkhawatirkan penyakit demensia ibu saya akan terus memburuk. Jadi, saya berpikir bahwa jika saya membawanya keluar untuk berinteraksi dengan orang, mungkin bisa memperlambat demensianya. Lalu, saya bergabung dengan Tzu Chi serta berpartisipasi dalam memberi perhatian kepada para lansia, melakuan daur ulang, menjadi relawan konsumsi, dan ladang berkah lainnya,” tutur Hong Bing-yan, relawan Tzu Chi.
“Saya selalu membawa Ibu pergi bersama untuk mengikuti berbagai kegiatan Tzu Chi. Ibu saya paling suka pergi melakukan daur ulang, karena di tempat itu dia mendapat perhatian dan kasih sayang dari para kakak. Selain itu, usia ibu saya dengan para Bodhisatwa lansia di sana kurang lebih sama. Di sana seperti keluarga besar baginya sehingga membuat ibu saya menemukan gairah hidup di sana. Saya juga merasa bahwa kondisinya semakin membaik. Saya sangat berterima kasih kepada Master yang telah memberikan tempat pelatihan yang begitu baik di komunitas,” tambahnya.
“Kita dapat mendengar ceramah pagi dan ajaran Master di sana. Saya pun menyerapnya ke dalam hati dan terjun ke tengah masyarakat untuk bersumbangsih. Saya akan menapaki jalan Tzu Chi bersama ibu saya dan bersumbangsih bagi semua makhluk. Kami akan menolong orang yang membutuhkan dan bersumbangsih dengan penuh sukacita,” pungkas Hong Bing-yan, relawan Tzu Chi.
Posko daur ulang sungguh telah menjadi tanah suci bagi relawan lansia yang melakukan daur ulang. Meski mereka pernah mengalami penderitaan hidup, tetapi setelah bergabung dengan Tzu Chi, mendengar Dharma, dan melihat orang yang lebih menderita di dunia, mereka pun menyadari berkah. Ketika menapaki Jalan Bodhisatwa, mereka melihat banyak kasus orang yang lebih menderita di dunia. Tidak hanya keteladanan dalam berbakti, juga ada kasih sayang antara kakak dan adik.
Sang suami berkata pada istrinya, "Kakak dan putri kakakmu dirawat oleh orang lain, mengapa tidak membawa mereka pulang dan menyewa sebuah rumah agar kita bisa merawat mereka?" Lihatlah, dengan demikian, sepasang ibu dan anak ini juga bisa terlepas dari penderitaan dan memiliki orang yang bisa diandalkan. Suami istri ini juga membawa mereka ke posko daur ulang. Mereka melakukan daur ulang dengan sangat gembira dan melafalkan nama Buddha dengan sangat baik.
Meski ibu itu hanyalah kakak dari istrinya, tetapi berhubung mencintai istrinya, sang suami juga memperhatikan kakak kandung istrinya. Inilah cinta kasih sejati di dunia. Kita sering melihat berita di masyarakat dan bertanya-tanya mengapa di dunia ini tak ada cinta kasih. Begitu Anda masuk ke dunia Tzu Chi, Anda akan tahu bahwa ini adalah Tanah Suci Bodhisatwa.
Bodhisatwa senior sekalian, selama puluhan tahun kalian mendedikasikan diri di Tzu Chi. Yang dapat orang-orang lihat adalah perbuatan baik yang kalian lakukan; yang tidak dapat dilihat adalah bagaimana kalian menyerap Dharma ke dalam hati, berinteraksi dengan orang lain, dan mengurus keluarga. Terlebih lagi, kalian berada di keluarga besar Tzu Chi. Jika kalian tidak bergabung dengan Tzu Chi, yang kalian hadapi hanyalah keluarga kecil. Kalian hanya terus mengkhawatirkan keluarga kecil kalian berapa pun anak yang kalian miliki.
Ambil contoh seorang nenek yang hidup sebatang kara. Tidak ada orang yang merawatnya. Lansia sebatang kara seperti ini, kita bukan membantunya dalam bentuk uang, melainkan mendampinginya. Kita bisa melihat bahwa relawan kita menggandengnya dengan erat. Ketika saya berbicara, saya melihat mereka bergandengan tangan dengan erat. Itu lebih dekat daripada putri sendiri. Kedekatan seperti ini melampaui hubungan darah. Orang-orang di dunia ini adalah saudara se-Dharma kita.
Selama beberapa hari saya di Taipei, pada setiap sesi, saya selalu menikmati perjamuan Dharma yang melimpah. Bukan hanya makanan yang melimpah. Saya sungguh menerima kekuatan cinta kasih dari insan Tzu Chi. Di sini sungguh banyak kisah yang menyentuh. Langkah demi langkah kalian sungguh menciptakan berkah bagi dunia. Kisah yang kalian bagikan telah menunjukkan bagaimana kalian meringankan penderitaan orang. Inilah yang disebut cinta kasih dan welas asih agung. Orang-orang mendengar Dharma dan saling menginspirasi.
Kalian telah mendengar, membabarkan, dan mewariskan Dharma. Kalian berinteraksi di dalam Dharma dan saling memperhatikan dengan tindakan nyata. Saudara sekalian, dengan mempraktikkan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin agung, berarti kita melepaskan kegelapan batin dan membantu menyucikan hati banyak orang serta menyadarkan mereka dari kesesatan. Ini semua terwujud karena kalian telah berinteraksi dengan orang yang menderita di dunia.
Saya sangat berterima kasih kepada relawan dokumentasi yang telah merekam setiap kisah yang inspiratif. Setiap kata yang mereka rekam akan masuk ke dalam sejarah Tzu Chi. Jadi, kita telah menjadi saksi bagi zaman ini dan menulis sejarah bagi umat manusia. Semua orang merupakan Bodhisatwa yang meninggalkan jejak sejarah Tzu Chi. Saya sangat berterima kasih kepada kalian semua.
Teruslah seperti itu, jangan menyerah pada usia. Semakin tua, kita harus berbuat lebih banyak. Kita harus mempraktikkan Dharma dengan sungguh-sungguh dan mantap. Ingatlah, untuk mewariskan Dharma, kita harus memberi pendampingan, bukan berarti menyerahkan tanggung jawab, lalu beristirahat.
Kita tidak boleh berhenti karena setiap saat pikiran kita tidak boleh tercemar. Kita harus mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan agar kita memiliki arah dan membuka jalan yang akan kita tapaki pada kehidupan yang akan datang. Kita dapat memilih apa yang kita tuju dengan pikiran yang jernih.
Inilah Bodhisatwa dunia. Apakah kalian paham? (Paham) Baik. Kita membangun ikrar untuk berjalan di Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan. Ini adalah janji antara saya dan kalian. (Baik) Baik. Saya mendoakan kalian semua. Terima kasih.
Menerima rintangan kehidupan dengan sukacita
Mendengar Dharma, menyucikan hati, dan mengubah kesesatan ke arah kesadaran
Mempraktikkan Empat Pikiran Tanpa Batas tanpa membeda-bedakan
Bersama-sama berikrar untuk berjalan di Jalan Bodhisatwa
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 8 Juli 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie