Ceramah Master Cheng Yen: Meneruskan Jalinan Jodoh Dharma hingga Selamanya


“Sehubungan dengan vaksinasi kali ini, saya mendatangi Aula Jing Si, sebuah tempat yang sering saya lewati, tetapi tidak pernah saya kunjungi. Begitu melangkah masuk ke lobi, saya pun berpikir, "Wah, tempat ini sangat besar dan megah." Kemudian, saya didampingi oleh para relawan yang membantu menunjukkan jalan. Saya merasa kehadiran mereka sangat menenangkan. Tidak hanya bagi saya, saya yakin semua orang juga akan merasa tenang meski berada di tempat yang asing,” ujar Shen Gui-fen, seorang relawan.

“Setelah divaksinasi, saya menunggu di area observasi. Saat itu, saya melihat seorang relawan yang sangat kurus. Dia berkeliling dan menghampiri satu per satu warga yang hadir saat itu dan bertanya, "Apakah Anda tertarik untuk menjadi relawan?" Saya melihat hampir semua orang menolaknya dengan melambaikan tangan padanya, bahkan ada yang melambaikan tangan padanya sebelum dia berbicara. Saya berkata dalam hati, "Dia pasti merasa tertolak dan kecewa." Jadi, ketika dia mendatangi saya, sebelum dia berbicara, saya telah mengangkat tangan dan berkata, "Ya, saya bersedia menjadi relawan," tambahnya.

“Saya sangat bersyukur. Sejak 15 Juni hingga pertengahan November, ada hampir 50 ribu orang yang divaksinasi di Aula Jing Si Shuanghe. Mereka berkata bahwa mereka tidak tahu ternyata ada aula yang begitu besar di Shuanghe. Saya merasa inilah kesempatan bagi kami untuk lebih berusaha keras. Karena itu, untuk acara Pemberkahan Akhir Tahun ini, kami menelepon para warga di Shuanghe dan mengundang mereka untuk menghadiri acara ini. Di setiap stan pada acara ini, kami juga telah menggalang Bodhisatwa dunia dengan jumlah total 140 orang tahun ini,” kata Yu Li-qing, relawan Tzu Chi.

Saya melihat setiap relawan kita telah berusaha segenap hati dan tenaga dalam menggalang Bodhisatwa dunia. Namun, di Tzu Chi, kita harus yakin pada diri sendiri karena kita bersumbangsih berlandaskan ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan. Ini bukan demi keuntungan pribadi, melainkan demi membawa manfaat bagi semua makhluk.


Ajaran Buddha tidak mengajari kita untuk mencari keuntungan pribadi. Jadi, jangan pernah lupa untuk membawa manfaat bagi semua makhluk. Saya sering mengulas tentang penggalangan Bodhisatwa dunia. Namun, apa artinya itu? Artinya, kita beranjak dari tataran awam menjadi orang yang berbudi luhur dan suci. Kita semua merupakan makhluk awam.

Kita sering mengatakan bahwa dunia ini penuh dengan penderitaan. Bukan hanya penderitaan dari ketidakkekalan kehidupan, melainkan juga akibat kegelapan batin. Banyak orang tidak tahu bagaimana menapaki jalan sesuai prinsip kebenaran.

Mungkin sebagian orang akan berpikir, "Saya tidak memiliki penderitaan. Apa pun yang saya inginkan, saya bisa mendapatkannya." Pemikiran "apa pun yang diinginkan, pasti bisa didapatkan", itulah inti dari penderitaan. Apa yang akan terjadi ketika suatu hari mereka kehilangan apa yang mereka miliki?

Namun, ada pula yang menjawab, "Tidak perlu memikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi." Begitulah pola pikir manusia. Mereka sudah tidak dapat melihat jalan yang benar, ditambah menutup mata sendiri dengan kain hitam. Pandangan seperti ini sungguh sempit. Membahas tentang ini, saya berharap semua orang dapat membuka pandangan terhadap waktu sehingga dapat sungguh-sungguh memahami ketidakkekalan.

Saya juga berharap setiap orang dapat segera melihat jalan yang benar di dunia ini. Inilah yang disebut cinta kasih berkesadaran. Kita semua yang hadir di sini merupakan orang-orang yang memiliki cinta kasih berkesadaran.

Selama beberapa hari di Taipei, setiap hari saya tidak pernah meninggalkan meja ini. Dari sini, saya dapat mendengarkan dan melihat banyak kesaksian dari para relawan senior kita. Dalam kunjungan kali ini, saya merasa kalian semua sangat menaati protokol kesehatan. Di tengah pandemi ini, banyak orang telah berhenti beraktivitas. Namun, cinta kasih insan Tzu Chi tetap sama seperti sebelumnya.

Kita tidak hanya memperpanjang jalinan kasih sayang, tetapi juga memperluas cinta kasih agung tanpa henti. Saya telah mendengarkan kesaksian relawan kita sepanjang hari ini tanpa merasa bosan. Setiap relawan kita telah berbagi tentang proses perubahan kehidupan mereka ke arah yang benar.


“Saat ini, saya hendak bertobat di hadapan Master. Saat suami saya meninggal, di keluarga saya hanya tinggal enam orang anak saya, ayah dan ibu mertua saya, seorang adik ipar, dan saya sendiri. Anak bungsu saya berusia 4 tahun 5 hari. Anak sulung saya berusia 11 tahun. Saya memiliki enam orang anak. Kami hidup kekurangan, bahkan tidak mampu membeli beras. Setiap kali kehabisan beras, entah kapan kami bisa punya beras lagi. Saya harus meminjam beras dari orang lain. Demi memberi makan anak-anak saya, saya pergi mencuri. Karena itu, saya hendak bertobat di hadapan Master,” tutur Lin Yue-li, Relawan daur ulang.

Relawan lansia kita berkata, "Saya hendak bertobat." Dia sungguh-sungguh bertobat. Meskipun dahulu, ketika berinteraksi dengan sesama, dia memiliki banyak pemikiran yang keliru ataupun berbuat hal yang salah, tetapi dia sangat berani untuk mengakui kesalahannya. Saya melihatnya sebagai orang yang murni. Pertobatan telah memurnikan kesalahan dan mengikis karma buruknya.

Sesungguhnya, kita harus bertobat atas kekeliruan masa lalu kita. Berhubung jalinan jodohnya pada kehidupan ini belum selesai, dia dapat memperbaiki kekeliruan masa lalunya dan melatih dirinya untuk masa depan. Selama masih hidup, berhubung telah telah bertobat, dia dapat memperbaiki dirinya dan dapat lebih memperhatikan setiap langkah kehidupannya. Dia tahu bagaimana cara mengasihi Bumi dan mengasihi sesama. Semua orang bisa berbuat demikian.

Semoga semua insan Tzu Chi yang memiliki berbagai kekeliruan di masa lalu, dapat memurnikan hati dan pikiran mereka. Dengan pikiran yang murni, mereka dapat menciptakan banyak hal. Yang terpenting ialah umat manusia. Sebagai manusia, kita pasti akan menua. Hal ini sungguh tak terbantahkan. Contohnya, saya sendiri. Saya hanya memanfaatkan setiap detik dengan sebaik-baiknya.

Mari kita menginventarisasi kehidupan sendiri dan menggenggam waktu yang ada saat ini. Jika tidak menggenggam waktu di usia 80 atau 90 tahun, kita akan mengalami kesulitan setelah itu. Jadi, kita semua harus menjaga tubuh dengan baik. Namun, jangan hanya menjaga tubuh yang fana ini, kita juga harus memanfaatkan tubuh kita untuk melakukan hal-hal yang bernilai. Inilah nilai kehidupan.


Tidak ada yang pensiun di Tzu Chi. Kita dapat terus membabarkan Dharma lewat mulut kita dan terus mengajak orang-orang untuk bergabung dengan Tzu Chi. Kita bisa berjalan bersama sambil bergandeng tangan. Mereka menggandeng tangan kita dan kita pun menggandeng tangan mereka. Asalkan kita mengulurkan tangan, mereka pasti akan menggandeng tangan kita, lalu orang-orang di belakang mereka juga akan begitu seterusnya. Demikianlah cara kita menggalang Bodhisatwa dunia.

Kita tidak boleh berpikir bahwa kita sudah tua dan berhenti menjadi relawan. Kita harus mewariskan semangat Tzu Chi ke generasi berikutnya. Jadi, kita harus menjaga kaum lansia dan membimbing kaum muda untuk melakukan hal yang sama. Saat membimbing kaum muda, kita harus mendampingi mereka secara bertahap agar hati mereka bersatu. Terhadap kaum lansia, mari kita menjaga mereka dengan penuh perhatian.

Saya sering berpesan bahwa hendaknya kita mencurahkan perhatian kepada saudara se-Dharma. Saudara se-Dharma memiliki jalinan jodoh dari kehidupan ke kehidupan hingga selamanya. Saat ini, hati dan tangan kita saling terhubung satu sama lain. Dengan demikian, kita dapat memperluas cinta kasih agung. Dengan menghubungkan hati satu sama lain, kita dapat memperpanjang jalinan kasih sayang. Semoga kalian semua dapat lebih bersungguh hati.

Hati dan pikiran kita jangan sampai terhenti. Jika demikian, kita akan mengalami kemunduran. Jadi, jangan pernah berhenti, bagaikan seekor semut kecil yang mendaki Gunung Sumeru. Dengan mendaki tanpa henti, barulah semut ini dapat mencapai puncak Gunung Sumeru. Hendaklah setiap orang memahami kebenaran yang saya sampaikan. Baik itu perumpamaan tentang semut maupun kunang-kunang, semuanya mengandung prinsip kebenaran. Hendaklah kalian semua lebih bersungguh hati.

Bertobat dari kekeliruan masa lalu dan memurnikan karma buruk
Menyadari ketidakkekalan dan menumbuhkan cinta kasih berkesadaran
Menggenggam waktu untuk melatih diri
Meneruskan jalinan jodoh Dharma hingga Bodhi tercapai

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 17 Januari 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 19 Januari 2022
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -