Ceramah Master Cheng Yen: Meneruskan Jalinan Kasih Sayang di Haiti untuk Meringankan Penderitaan


“Seluruh komunitas hancur, rumah juga hancur. Kami melihat banyak orang yang tewas. Kini kami sangat membutuhkan makanan dan air,” terang seorang warga terdampak gempa di Haiti.

Kita bisa melihat Haiti diguncang gempa bumi beberapa hari lalu. Kondisi di sana sangat memilukan. Kini insan Tzu Chi Amerika Serikat dan Taiwan tengah bekerja sama untuk menyalurkan bantuan.

Beruntung, di sana ada pastor dan umat perumah tangga yang merupakan murid saya. Mereka tinggal di sana. Pastor tersebut pernah berkunjung ke Taiwan untuk menyatakan berguru pada saya. Beliau juga menjalankan Tzu Chi di sana. Para relawan Tzu Chi ini merupakan benih Tzu Chi di Haiti. Dengan kekuatan cinta kasih, mereka menciptakan berkah di sana. Jadi, Tzu Chi tidak memandang perbedaan agama.

Kita memiliki cinta kasih yang tak terbatas dan kasih sayang yang tak berujung. Dengan adanya cinta kasih tak terbatas dan kasih sayang tak berujung, perbedaan agama tidak akan menjadi rintangan. Saat beliau menyatakan berguru pada saya, saya juga berkata padanya, "Anda tetaplah umat Katolik. Namun, Anda juga merupakan murid saya dan menjalankan Tzu Chi." Beliau selalu bersumbangsih dengan sukarela.

Saat melihat beberapa foto atau video, saya teringat akan berbagai jejak langkah insan Tzu Chi dan cinta kasih mereka. Contohnya pada 23 tahun lalu, yakni tahun 1998, terjangan Badai Georges, Badai Mitch, dan beberapa badai lainnya sungguh mendatangkan dampak bencana besar bagi beberapa negara di Amerika Tengah. Negara-negara yang sangat rapuh dan semula sudah miskin itu diluluhlantakkan badai.


Saat itu, yakni lebih dari 20 tahun yang lalu, insan Tzu Chi menginspirasi cinta kasih orang-orang. Kita mengajak orang-orang untuk merapikan dan menyumbangkan pakaian yang tidak dipakai. Lalu, kita menjahit pakaian yang robek, mencuci pakaian yang kotor, dan merapikannya sebagai wujud rasa hormat kita.

Insan Tzu Chi selalu sangat tulus. Pakaian yang disumbangkan atau dihimpun selalu dicuci, disetrika, dan diperbaiki. Jika ada pakaian yang kekurangan satu kancing, kita akan mengganti semua kancingnya agar terlihat rapi. Saat itu, dalam kondisi yang serba sulit, demikianlah insan Tzu Chi menghimpun cinta kasih orang-orang.

Para insan Tzu Chi bergerak untuk menghargai sumber daya alam. Jadi, kita mencuci, menyetrika, memperbaiki, dan melipat pakaian-pakaian itu dengan rapi, lalu memasukkannya ke dalam kardus untuk dikirimkan. Saya masih ingat saat itu, ada empat peti kemas yang dikirimkan ke Haiti. Itu sudah lebih dari 20 tahun yang lalu.

Sejak saat itu hingga kini, yakni selama 20 tahun lebih ini, kita terus mencurahkan perhatian di Haiti. Kini Haiti kembali dilanda bencana besar dan kita akan kembali membantu untuk memperbaiki kehidupan warga setempat. Kita tidak pernah berhenti menapaki Jalan Bodhisatwa. Di mana bencana terjadi, ke sanalah kita akan pergi. Di mana ada penderitaan, ke sanalah kita akan melenyapkan penderitaan. Negara mana pun yang dilanda bencana, kita hendaknya menjangkau negara tersebut untuk bersumbangsih.


Di ruang tamu saya, sebuah peta dunia terbentang di atas meja. Saya melihat peta itu setiap hari. Saat orang-orang melihat peta itu, saya akan berkata, “Di sini.” Saat ada orang yang memberikan laporan tentang bencana yang terjadi di negara tertentu atau perkembangan penyaluran bantuan kita, saya akan bertanya, “Di mana?” Mereka lalu menyebutkan negara dan kotanya sambil menunjukkannya di peta agar saya dapat lebih memahami apakah ada insan Tzu Chi di sana, berapa banyak relawan di sana, bagaimana kita menyalurkan bantuan, dan adakah insan Tzu Chi di negara sekitarnya yang dapat memberikan bantuan. Jadi, saya perlu melihat peta itu untuk mengetahui negara terdekat manakah yang dapat menyalurkan bantuan lintas negara. Jadi, setiap hari, saya harus melihat peta ini.

Tahun ini, Tzu Chi telah berusia 55 tahun. Tzu Chi telah menyalurkan bantuan ke lebih dari 120 negara dan wilayah. Saya teringat akan 55 tahun lalu, Tzu Chi dimulai dari nol. Tzu Chi berawal dari praktik celengan bambu yang masih dijalankan hingga kini. Waktu bisa mendukung segala pencapaian. Berkat tetes-tetes donasi banyak orang, barulah kita dapat menyalurkan bantuan.

Tzu Cheng dan Komite sekalian, kita harus menggenggam jalinan jodoh. Tzu Cheng dan komite hanyalah sebuah nama jika kalian tidak bisa menggalang Bodhisatwa dunia. Dahulu, setiap insan Tzu Chi selalu berbagi tentang Tzu Chi dengan orang yang ditemui dan merekrut mereka menjadi donatur Tzu Chi. Jika mereka tertarik, kita akan membimbing mereka untuk menjadi anggota komite. Ini disebut satu bertumbuh menjadi tak terhingga.


Kini anggota komite dan Tzu Cheng kita telah mencapai puluhan ribu orang. Ini berkat kerja keras para relawan pada masa-masa awal. Saya berharap kini, kita dapat mengembalikan semangat seperti ini dan sungguh-sungguh berbagi tentang Tzu Chi dengan orang yang ditemui.

Kisah Tzu Chi tidak habis untuk diceritakan asalkan kita sepenuh hati memahami sejarah Tzu Chi. Kita bisa melihat pada lebih dari 20 tahun lalu, bagaimana kita menyalurkan bantuan di Haiti. Mungkin relawan yang melipat, mencuci, dan memperbaiki pakaian serta memasukkannya ke dalam kardus dan peti kemas yang dikirimkan ke Haiti juga ada di sini sekarang.

Kalian bisa berbagi tentang hal-hal yang kalian lakukan. Ini disebut sejarah kehidupan. Kalian bisa berbagi sejarah kehidupan kalian. Ini bisa menjadi edukasi bagi kaum muda agar generasi penerus kita dapat mewarisi kebajikan.

Selain mewariskan kebajikan, kita juga harus menyebarkan kebajikan ke seluruh dunia. Dengan demikian, barulah dunia ini akan dipenuhi harapan.

Meneruskan jalinan kasih sayang di Haiti untuk menolong orang yang menderita
Tidak memandang perbedaan agama dan bersumbangsih secara langsung
Menggenggam jalinan jodoh untuk membangkitkan ikrar welas asih
Mewariskan kebajikan untuk membimbing orang-orang di seluruh dunia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Agustus 2021
 Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 25 Agustus 2021
Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -